Oleh Ardhian Prima Satya
Pemerintah daerah tidak
dapat mengarahkan pembangunan yang ada tanpa melihat kompas dan peta menuju
tanah impian, dalam hal ini kompas dan peta itu adalah RPJMD. RPJMD membutuhkan
penjabaran rinci yang dibutuhkan masing-masing bagian yang ada di “kapal besar”
bernama pemerintah daerah.
Ketika kompas dan peta
tujuan tidak pernah digunakan serta tidak dipahami oleh seluruh awak kapal,
yang akan terjadi adalah gagalnya pelayaran ke tanah impian. Dengan berpatokan kepada
RPJMD, semua pegawai di daerah harus mengarahkan pandangan dan tenaganya untuk
mewujudkan apa yang dicita-citakan pemimpin daerah. Dengan berpatokan kepada
RPJMD pula, Kepala SKPD/OPD harus menyelaraskan arah pandang dan tujuannya
sesuai yang diharapkan pemimpin daerah.
RPJMD disusun setiap 5
tahun sekali, begitu pula dengan Renstra. Sebagaimana yang tertuang dalam
Permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No.8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah, Pasal 63 ayat 5 menyebutkan bahwa Rancangan Renstra
SKPD/OPD yang telah diverifikasi oleh Bappeda dijadikan bahan masukan untuk
penyempurnaan rancangan awal RPJMD menjadi rancangan RPJMD.
Hal ini ditekankan
kembali di Pasal 92 ayat 3 bahwa perumusan rancangan Renstra SKPD/OPD merupakan
proses yang tidak terpisahkan dan dilakukan bersamaan dengan tahap perumusan
awal RPJMD. Sehingga seharusnya apabila tidak ada rancangan Renstra SKPD/OPD
tidak akan ada RPJMD.
Perumusan rancangan
Renstra SKPD/OPD berpedoman pada surat edaran kepala daerah. Renstra SKPD/OPD
dibahas dengan seluruh unit kerja di lingkungan SKPD/OPD dan harus diselesaikan
serta dikumpulkan oleh Kepala SKPD/OPD paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat edaran kepala daerah diterima kepada Kepala Bappeda.
Di Pasal 96 Permendagri
54 tahun 2010 menyebutkan bahwa penyusunan rancangan akhir Renstra SKPD/OPD,
merupakan penyempurnaan rancangan Renstra SKPD/OPD yang berpedoman pada RPJMD
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Penyempurnaan ini dimaksudkan
untuk mempertajam visi dan misi serta menyelaraskan tujuan, strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan
fungsi SKPD/OPD yang ditetapkan dalam RPJMD.
Setelah dilakukan
penyempurnaan, maka SKPD/OPD melakukan penyusunan rancangan akhir Renstra.
Rancangan akhir Renstra disampaikan oleh Kepala SKPD/OPD kepada Kepala Bappeda
untuk memperoleh pengesahan dari Kepala Daerah. Sebelum dilakukan pengesahan
pada semua rancangan akhir Renstra seluruh SKPD/OPD, Kepala Bappeda melakukan
verifikasi dan melihat sinkronisasi atau kesesuaian visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program, dan kegiatan yang ada di SKPD/OPD dengan RPJMD, kemudian
seluruh rancangan akhir Renstra dari setiap SKPD/OPD disahkan oleh Kepala
Daerah dengan menerbitkan Peraturan Daerah.
Dari penjelasan di
atas, bila setiap Kepala SKPD/OPD menyadari tanggung jawabnya dalam menyusun
Renstra, dan Bappeda sebagai penanggung jawab melakukan monitoring dan
evaluasi, maka Renstra dapat disusun dengan baik dan dapat digunakan menjadi
alat pandu bagi SKPD/OPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai upaya
mewujudkan Visi dan Misi kepala daerah.
Namun, sampai saat ini
masih banyak SKPD/OPD tidak menyusun Renstranya sejak awal. Hal ini memberikan
gambaran bahwa fungsi Bappeda tidak berjalan dengan maksimal dan sudah dapat
dipastikan SKPD/OPD hanya melakukan kegiatan rutin tanpa memiliki acuan
pencapaian target kinerjanya. Bagaimana mungkin SKPD/OPD hendak mewujudkan Visi
dan Misi kepala daerah?
Tidak adanya alat pandu
arah yang baik dalam sebuah pemerintahan, akan berdampak pada beberapa hal.
Pertama, dampak paling parah adalah pembangunan daerah yang dicita-citakan
untuk menyejahterakan masyarakat tidak akan terwujud dengan maksimal, bahkan tidak
akan pernah terwujud. Tidak adanya Renstra sebagai penunjuk dan penyelaras arah
bagi laju kinerja masing-masing SKPD/OPD, menyebabkan setiap SKPD/OPD akan
berjalan sendiri-sendiri.
Kedua, sulit untuk
melakukan pemantauan berkala atas capaian kinerja pemerintahan secara tepat dan
akurat, bila tidak terdapat standar pengukuran target kinerja yang jelas.
Renstra merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan oleh Kepala Daerah
untuk melihat kinerja Kepala SKPD/OPD yang telah dipilihnya.
Ketiga, adanya peluang
besar untuk kesengajaan yang menyebabkan terjadinya penyelewengan keuangan negara.
Apabila Renstra tidak ada, maka target capaian tahunan SKPD/OPD dalam bentuk
Renja juga tidak dapat disusun.
Keempat, tidak ada rasa
tanggung jawab dari seluruh pegawai pemerintah daerah untuk berkontribusi
secara nyata dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik.
Adanya dampak di atas, maka
diperlukan adanya perubahan bagi “seluruh awak kapal” pemerintah daerah.
Renstra sebagai alat pandu arah dan penyelaras tujuan dari “nahkoda” beserta “seluruh
awak”-nya harus lebih diperhatikan oleh Kepala Daerah, harus disusun bersamaan
dengan ditetapkannya RPJMD, Bappeda harus berperan aktif dalam melaksanakan
monitoring, verifikasi dan evaluasi penyusunan Renstra SKPD/OPD, Inspektorat
Daerah dilibatkan secara aktif mengawasi dan mengawal penyusunan Renstra SKPD/OPD,
Kepala Daerah menggunakan Renstra sebagai raport bagi Kepala SKPD/OPD.
Renstra seharusnya
bukan lagi menjadi dokumen yang disepelekan karena Renstra adalah dokumen kunci
untuk menilai pemerintahan telah berjalan sesuai arah dan tujuan. Renstra
menjadi penanda bahwa Kepala SKPD/OPD yang terpilih benar-benar telah menyelaraskan
arah pandangnya menuju apa yang dicita-citakan Kepala Daerah membangun daerah dan
masyarakat yang lebih baik.***
*)Penulis bekerja di BPKP Provinsi Papua
0 komentar:
Posting Komentar