Jumat, 03 November 2017

Menyelaraskan Arah dan Tujuan Membangun Daerah

Oleh Ardhian Prima Satya

Pemerintah daerah tidak dapat mengarahkan pembangunan yang ada tanpa melihat kompas dan peta menuju tanah impian, dalam hal ini kompas dan peta itu adalah RPJMD. RPJMD membutuhkan penjabaran rinci yang dibutuhkan masing-masing bagian yang ada di “kapal besar” bernama pemerintah daerah.
 Ketika kompas dan peta tujuan tidak pernah digunakan serta tidak dipahami oleh seluruh awak kapal, yang akan terjadi adalah gagalnya pelayaran ke tanah impian. Dengan berpatokan kepada RPJMD, semua pegawai di daerah harus mengarahkan pandangan dan tenaganya untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan pemimpin daerah. Dengan berpatokan kepada RPJMD pula, Kepala SKPD/OPD harus menyelaraskan arah pandang dan tujuannya sesuai yang diharapkan pemimpin daerah.
 RPJMD disusun setiap 5 tahun sekali, begitu pula dengan Renstra. Sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No.8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Pasal 63 ayat 5 menyebutkan bahwa Rancangan Renstra SKPD/OPD yang telah diverifikasi oleh Bappeda dijadikan bahan masukan untuk penyempurnaan rancangan awal RPJMD menjadi rancangan RPJMD.
 Hal ini ditekankan kembali di Pasal 92 ayat 3 bahwa perumusan rancangan Renstra SKPD/OPD merupakan proses yang tidak terpisahkan dan dilakukan bersamaan dengan tahap perumusan awal RPJMD. Sehingga seharusnya apabila tidak ada rancangan Renstra SKPD/OPD tidak akan ada RPJMD.
 Perumusan rancangan Renstra SKPD/OPD berpedoman pada surat edaran kepala daerah. Renstra SKPD/OPD dibahas dengan seluruh unit kerja di lingkungan SKPD/OPD dan harus diselesaikan serta dikumpulkan oleh Kepala SKPD/OPD paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat edaran kepala daerah diterima kepada Kepala Bappeda.
 Di Pasal 96 Permendagri 54 tahun 2010 menyebutkan bahwa penyusunan rancangan akhir Renstra SKPD/OPD, merupakan penyempurnaan rancangan Renstra SKPD/OPD yang berpedoman pada RPJMD yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk mempertajam visi dan misi serta menyelaraskan tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD/OPD yang ditetapkan dalam RPJMD.
 Setelah dilakukan penyempurnaan, maka SKPD/OPD melakukan penyusunan rancangan akhir Renstra. Rancangan akhir Renstra disampaikan oleh Kepala SKPD/OPD kepada Kepala Bappeda untuk memperoleh pengesahan dari Kepala Daerah. Sebelum dilakukan pengesahan pada semua rancangan akhir Renstra seluruh SKPD/OPD, Kepala Bappeda melakukan verifikasi dan melihat sinkronisasi atau kesesuaian visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan yang ada di SKPD/OPD dengan RPJMD, kemudian seluruh rancangan akhir Renstra dari setiap SKPD/OPD disahkan oleh Kepala Daerah dengan menerbitkan Peraturan Daerah.
 Dari penjelasan di atas, bila setiap Kepala SKPD/OPD menyadari tanggung jawabnya dalam menyusun Renstra, dan Bappeda sebagai penanggung jawab melakukan monitoring dan evaluasi, maka Renstra dapat disusun dengan baik dan dapat digunakan menjadi alat pandu bagi SKPD/OPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai upaya mewujudkan Visi dan Misi kepala daerah.
 Namun, sampai saat ini masih banyak SKPD/OPD tidak menyusun Renstranya sejak awal. Hal ini memberikan gambaran bahwa fungsi Bappeda tidak berjalan dengan maksimal dan sudah dapat dipastikan SKPD/OPD hanya melakukan kegiatan rutin tanpa memiliki acuan pencapaian target kinerjanya. Bagaimana mungkin SKPD/OPD hendak mewujudkan Visi dan Misi kepala daerah?
 Tidak adanya alat pandu arah yang baik dalam sebuah pemerintahan, akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, dampak paling parah adalah pembangunan daerah yang dicita-citakan untuk menyejahterakan masyarakat tidak akan terwujud dengan maksimal, bahkan tidak akan pernah terwujud. Tidak adanya Renstra sebagai penunjuk dan penyelaras arah bagi laju kinerja masing-masing SKPD/OPD, menyebabkan setiap SKPD/OPD akan berjalan sendiri-sendiri.
Kedua, sulit untuk melakukan pemantauan berkala atas capaian kinerja pemerintahan secara tepat dan akurat, bila tidak terdapat standar pengukuran target kinerja yang jelas. Renstra merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan oleh Kepala Daerah untuk melihat kinerja Kepala SKPD/OPD yang telah dipilihnya.
 Ketiga, adanya peluang besar untuk kesengajaan yang menyebabkan terjadinya penyelewengan keuangan negara. Apabila Renstra tidak ada, maka target capaian tahunan SKPD/OPD dalam bentuk Renja juga tidak dapat disusun.
 Keempat, tidak ada rasa tanggung jawab dari seluruh pegawai pemerintah daerah untuk berkontribusi secara nyata dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik.
Adanya dampak di atas, maka diperlukan adanya perubahan bagi “seluruh awak kapal” pemerintah daerah. Renstra sebagai alat pandu arah dan penyelaras tujuan dari “nahkoda” beserta “seluruh awak”-nya harus lebih diperhatikan oleh Kepala Daerah, harus disusun bersamaan dengan ditetapkannya RPJMD, Bappeda harus berperan aktif dalam melaksanakan monitoring, verifikasi dan evaluasi penyusunan Renstra SKPD/OPD, Inspektorat Daerah dilibatkan secara aktif mengawasi dan mengawal penyusunan Renstra SKPD/OPD, Kepala Daerah menggunakan Renstra sebagai raport bagi Kepala SKPD/OPD.
Renstra seharusnya bukan lagi menjadi dokumen yang disepelekan karena Renstra adalah dokumen kunci untuk menilai pemerintahan telah berjalan sesuai arah dan tujuan. Renstra menjadi penanda bahwa Kepala SKPD/OPD yang terpilih benar-benar telah menyelaraskan arah pandangnya menuju apa yang dicita-citakan Kepala Daerah membangun daerah dan masyarakat yang lebih baik.***

*)Penulis bekerja di BPKP Provinsi Papua


0 komentar:

Posting Komentar