Oleh Ardhian Prima Satya *)
Sesuai dengan Permendagri 54 tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan,
tatacara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan
daerah Pasal 59, dalam penyusunan rancangan awal RPJMD memuat indikator kinerja
program prioritas yang disertai dengan kebutuhan pendanaan dan penetapan
indicator kinerja daerah. Begitu juga di Pasal 92, Renstra OPD harus mencakup
perumusan indikator kinerja OPD yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD.
Dari dua pasal di atas menunjukkan pentingnya menyusun indikator kinerja dalam
sebuah pemerintah daerah.
Indikator kinerja yang dituangkan dalam RPJMD
memuat seluruh tugas pokok dan fungsi dari setiap OPD yang ada di dalam pemerintah
daerah. Dokumen ini seringkali dituangkan di dalam Bab IX dari RPJMD. Indikator
kinerja yang tertera di dalam Bab IX inilah yang kemudian menjadi indikator
kinerja OPD yang juga harus dituangkan di dalam Renstra OPD. Namun demikian,
pemerintah daerah perlu menetapkan indikator kinerja program prioritas atau
yang lebih sering dikenal dengan Indikator Kinerja Utama (IKU).
Dalam PermenPAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007
tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi
Pemerintah pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa IKU adalah ukuran keberhasilan dari
suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Dengan kata lain, IKU merupakan
indikator yang ditetapkan sebagai prioritas untuk dapat dicapai dalam 5 tahun
ke depan dan menjadi panduan pelaksanaan pembangunan untuk mengukur
keberhasilan pencapaian visi dan misi kepala daerah. Oleh karena itu, Indikator
Kinerja Utama harus spesifik, dapat diukur, berorientasi hasil, dapat dicapai, relevan dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan, serta berjangka waktu.
Dengan menetapkan IKU, pemerintah daerah
sedang memfokuskan seluruh upaya untuk mencapai tujuan yang menjadi prioritas
pembangunan dari kepala daerah. Apabila tidak ada IKU dalam suatu pemerintah
daerah, sudah dapat dipastikan bahwa setiap upaya pemerintahan yang ada sedang
tidak terarah dan pembangunan tidak akan menjadi optimal.
IKU dan
Perjanjian Kinerja
IKU menjadi dasar penyusunan Perjanjian
Kinerja antara kepala daerah dengan kepala OPD, maupun kepala daerah sendiri.
IKU pemda, IKU OPD serta Perjanjian Kinerja wajib dipubilkasikan baik melalui website pemda maupun media massa lainnya.
Publikasi tersebut sebagai upaya keterbukaan informasi, dan ketersediaan untuk
dapat diawasi dan dipantau upaya kepala daerah membangun masyarakat.
Bukan saja berlaku pada tingkat kepala
daerah, IKU juga harus disusun oleh kepala OPD. IKU OPD disusun berdasarkan
indikator kinerja daerah yang menjadi prioritas OPD sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya. IKU OPD juga harus selaras dengan IKU pemda dalam rangka
mewujudkan keselarasan dan pencapaian tujuan bersama. IKU OPD menjadi panduan
utama dalam penyusunan RKA OPD setiap tahunnya. Setiap program dan kegiatan
yang berkaitan dengan pencapaian IKU menjadi prioritas OPD. Oleh karena itu, kepala
OPD dan TAPD harus memperhatikan IKU pemda dan IKU OPD sebagai prioritas
penyusunan RKA dan RAPBD.
Sebagai tindak lanjut dari RPJMD dan Renstra
OPD yang memuat tentang IKU, pemda dan OPD wajib menyusun RKPD dan Renja yang
juga mengacu dan mencantumkan IKU. RKPD dan Renja menjadi perwujudan rencana
jangka pendek dari pemda dan OPD. Atau dengan kata lain, RPJMD dan Renstra OPD
dibagi habis pencapaiannya tiap tahun yang kemudian dituangkan di dalam RKPD
dan Renja. Begitu juga dengan IKU pemda dan IKU OPD.
IKU dan
dampaknya
Permasalahan yang sering terjadi di Papua
adalah belum ada penetapan IKU baik tingkat pemda maupun OPD. Hal ini
menyebabkan tidak adanya Perjanjian Kinerja kepala daerah, maupun kepala OPD,
tidak ada keselarasan antara RPJMD dan Renstra dengan RKPD dan Renja, serta
tidak adanya penganggaran yang berbasis kinerja berdasarkan pencapaian IKU. Oleh
sebab itu, sangat penting dan mendesak penyusunan IKU pemda maupun IKU OPD.
Sejauh ini, jika terdapat dokumen IKU pemda maupun OPD, dokumen tersebut hanya sebatas pelengkap, tetapi
tidak digunakan secara menyeluruh dan sebagaimana mestinya dalam pemerintahan.
Dampak yang lebih jauh adalah penyusunan
program dan kegiatan yang ada tidak dapat mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan daerah. Sehingga tidak mengherankan apabila peningkatan kualitas
pembangunan manusia, baik dari segi pendidikan, kesehatan, serta ekonomi tidak
terwujud. Saat ini masih banyak pemerintah daerah yang memiliki APBD lebih dari
1 triliun, tetapi belum ada danpak yang dirasakan secara langsung oleh
masyarakat.
Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kondisi ini? IKU pemda dan OPD harus disusun. Kepala daerah melalui Bappeda
melakukan pembahasan IKU pemda, selain itu Bappeda harus berkoordinasi dengan
seluruh kepala OPD untuk menyusun IKU OPD sesuai dengan tupoksinya. IKU pemda
disahkan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah, dan kemudian dipublikasikan.
Sedangkan IKU OPD perlu direviu dan diverifikasi oleh Bappeda terkait
keselarasannya dengan IKU pemda. IKU tersebut dijadikan dasar menyusun
Perjanjian Kinerja Kepala Daerah dan Kepala OPD. IKU dan Perjanjian Kinerja
dipublikasikan sehingga dapat dipantau banyak pihak.
Dari Perjanjian Kinerja yang sudah
ditandatangani, baik kepala daerah dan kepala OPD, disusun Perjanjian Kinerja
dari kepala OPD dengan tingkat eselon III dan eselon IV. Sehingga program dan
kegiatan yang disusun dalam RKA sesuai dengan IKU OPD. Dengan melibatkan
Inspektorat untuk melakukan reviu RKA akan semakin membantu kualitas
keselarasan RKA dengan Perjanjian Kinerja dan IKU pemda.
Dengan adanya IKU diharapkan penyusunan RKA pun
semakin berkualitas. Setiap prioritas pembangunan daerah mendapatkan porsi yang
tepat dan cukup. Namun demikian diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan
pencapaian IKU, sehingga kemajuan pembangunan daerah dapat dipantau secara
berkelanjutan. Pembangunan daerah yang terarah dan terukur pun dapat terwujud. ***
*) Penulis bekerja di BPKP Provinsi Papua
0 komentar:
Posting Komentar