Sabtu, 28 Oktober 2017

Sumpah Pemuda Indonesia , Adakah Jong Papoea?

Oleh : John Al. Norotouw *)

Boeng Karno menyatakan Sumpah Pemuda Indonesia tahun 1928 bermakna revolusioner; berisi prinsip perjuangan yaitu unity (persatuan), maka kepada Pemuda Indonesia dimasa Indonesia merdeka dianjurkan “warisilah api-nya bukan abu-nya”. (Sumpah Pemuda ke 35, 28 Oktober 1963).

Warisilah apinya !!!!!
Hei Pemuda Indonesia, jangan mewarisi abunya, karena abu adalah sampah yang tak berguna, sedangkan api akan terus menerus mengobarkan semangat juang yang tak kunjung padam mengisi Kemerdekaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
 Ketika Pemuda Indonesia menyadari pentingnya kekuatan Pemuda dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia, maka semangat untuk mengikat kekuatan pemuda nusantara yang berjuang sendiri-sendiri dalam bentuk pecahan Jong dimasing-masing daerah mereka, harus di padukan dalam sebuah semangat pemuda nasional Indonesia, dan kobarkan semangat api revolusi yang tak kunjung padam sampai Indonesia merdeka.
 Bila sejenak kita jejaki sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, bahwa sesungguhnya pemuda Indonesia merupakan satu komponen bangsa Indonesia yang telah menyatakan tekad bulat dalam sebuah ikrar untuk meninggalkan segala perbedaan dan perasaan sukuisme atau daerahisme, golongan dan agama, yang lama terkenal dengan istilah Jong Jawa, Jong Sumatera, Jong Kalimantan, Jong Sulawesi, Jong Ambon, dan Jong lainnya, kedalam sebuah kesatuan Pemuda yang dinamakan Pemuda Indonesia. Tentu saja berbagai upaya untuk mewujudkan cita-cita Revolusi Indonesia, Pemuda menampilkan diri di garda revolusi terdepan sebagai kekuatan rakyat Indonesia yang siap menerima dan menjalankan tugas revolusi demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu merdeka.
 Keputusan Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, yang kemudian terkenal dengan nama Sumpah Pemuda, atas prakarsa Prof. Moh. Yamin, rumusan ikrar itu berbunyi:
Pertama: Kami poetra-poetri Indonesia mengakoe betoempah darah satoe, Tanah Indonesia.
Kedua: Kami poetra-poetri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra-poetri Indonesia mengakoe berbahasa satoe, Bahasa Indonesia.

 Sumpah Pemuda Indonesia 1928 merupakan satu tonggak utama dan penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ikrar atau janji atau lebih masyur dengan istilah Sumpah ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menguatkan cita-cita berdirinya Negara kita yang tercinta, Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa ditanggal 28 Oktober 1928 ini bangsa Indonesia “lahir” dengan semangat perjuangan, semangat ingin bebas dari cengkraman penjajahan. Kondisi ketertindasan bangsa Indonesia selama ratusan tahun inilah yang mendorong para pemuda Indonesia untuk membulatkan tekad demi harkat dan martabat diri bangsa Indonesia.
 Semua pecahan organisasi Pemuda didaerah dengan nama Jong, disatukan kedalam kesatuan Pemuda Indonesia, sehingga ikrar Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 telah menyatukan seluruh suara, semangat dan kekuatan Pemuda se Indonesia, menjadi momentum kebangkitan nasional. Sesudah Indonesia merdeka, setiap tahun, Sumpah Pemuda diperingati secara nasional pada tanggal 28 Oktober.
Adakah Jong Papoea?
Pertanyaan ini menimbulkan banyak perdebatan yang serius terutama dikalangan orang Papua. Sejarah Papua mencatat bahwa Tanah Papua telah terus menerus berada dibawah kekuasaan penjajahan Kerajaan Belanda sejak tahun 1828 sampai dengan 1 Mei 1963. Hal mana, ada pandangan bahwa Papua tidak dapat dihubungkan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia ataupun secara khusus dengan Sumpah Pemuda Indonesia 1928 karena dalam kurun waktu tersebut perjuangan rakyat Indonesia hanya sampai di Maluku atau Ambon dibawah Kesultanan Tidore dan Ternate, karena itu Jong Ambon meliputi kesultanan tersebut. Orang Papua juga memperdebatkan kekuasaan kesultanan Tidore/Ternate berwilayah sampai negeri tertimur Indonesia yaitu Tanah Papua.
 Namun demikian, sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia tidak menjadikan sejarah itu momok untuk mengisi kemerdekaan yang sudah dicapai menuju Indonesia yang aman, adil dan makmur. Fakta sejarah di atas adalah merupakan perjalanan perkembangan baru dan peradaban serta proses modernisasi yang kian kuat mengisi kehidupan orang Papua.
 Perasaan anti pati terhadap integrasi Papua dalam Indonesia adalah sebab utama menghapus nilai-nilai luhur dari kebersamaan dalam semangat Pemuda Indonesia, dimana pemuda Papua termasuk dalam kesatuan jiwa raga pemuda Indonesia yang berjuang untuk merdeka. Meskipun pemuda Papua tersirat dalam Jong Ambon, kehadiran perwakilan pemuda-pemuda Papua di Kongres Pemuda Indonesia 27 – 28 Oktober 1928, di Batavia,  tidak dapat dihapus atau dilupakan dalam sejarah Indonesia dan perjuangan rakyat Indonesia terutama pemuda Indonesia untuk merdeka. Meskipun nama-nama mereka tidak se-populer seperti nama Moh. Yamin, Soegondo, Budi Utomo, atau W.R.Soepratman tetapi kehadiran pemuda Papua di Kongres Pemuda Indonesia, telah ikut mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan menjadi duta Papua dalam revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Siapakah Pemuda Papua yang menghadiri Kongres Pemuda Indonesia, di Batavia ?
Ondofolo Ramses Ohee, seorang yang patut berbangga hati, bahwa kedua orang tuanya, masing-masing Poreu Abner Ohee dan Pouw Orpa Pallo, adalah pasangan suami isteri muda asal kampong Asei Besar, di Danau Sentani, Kabupaten Jayapura. Orang ketiga adaah seorang pemuda asal pulau Yapen, Serui yang bernama Aitai Baitawi Karubaba, yang lahir pada tahun 1898 di Kampung Ambai- Serui.
 Perjuangan Pemuda Papua perlu dicatat bahwa menjelang agenda Sumpah Pemuda akan dilaksanakan diberangkatlah mereka dengan sebuah kapal yang bernama MIL, satu-satunya kapal yang melakukan perjalanan antara Hollandia dan Batavia, pada tanggal 14 Agustus 1928. Mereka singgah di Ternate, tempat dimana ada pusat Kesultanan Tidore, maka berkumpullah seluruh pemuda Indonesia wilayah Timur disana dibawah pecahan pemuda Jong Ambon.
 Perlu dicatat secara jelas bahwa perjuangan Indonesia merdeka tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan pemuda-pemuda Papua, dan seperti disinyalir bahwa pada hari Kongres Pemuda hendak dilaksanakan, mereka, bersama- seluruh pemuda dari daerah-daerah lain meninggalkan istana Bogor menuju Batavia, yaitu di Jalan Keramat Raya No. 166, Watervreden untuk bergabung dengan seluruh Pemuda Indonesia menyatakan atau mengikrarkan Sumpah Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928.
 Kini Indonesia dilanda berbagai keributan dis-integarasi dari dalam negeri, mempertanyakan perbedaan suku, warna kulit, rambut bahkan ideologi dan agama sekalipun. Bahkan banyak pihak berusaha mengklaim hak dan kebenaran atas diri sekelompok atau atas nama agama untuk mengklaim kepemilikannya atas Indonesia. Karenanya diharapkan kiranya bakti ketiga Duta Pemuda Papua meski tidak mengibarkan bendera Jong Papoea, tetapi dibawah panji Jong Ambon telah menyatakan diri hadir sebagai duta pemuda Papoea, maka wajarlah Pemerintah memulai sebuah langkah apresiasi kepada mereka, seperti bangunan monument atau pusara sebagai bukti sejarah kepada anak-cucu dan seluruh bangsa Indonesia. Langkah awal yang positip baru-baru ini telah dimulai oleh Dandim 1709 Yapen Waropen Letkol. Dedy Iswanto dengan melakukan penelusuran melalui keluarga dan kerabat  Aitai Karubaba dan mengunjungi makam Aitai Karubaba di Kampung Rondepi- pulau Urfarari Distrik Ambai.
 Warisilah Apinya jangan debunya. Bahwa pemuda Indonesia, sejak dulu dan sekarang, dalam berbagai partisipasi pembangunan bangsa, telah menjadi satu pilar yang kuat, akan datang dan akan pergi, akan menjadi abu karena itu panggilan kodrati Ilahi, tetapi Apinya, semangatnya, kiranya menjadi warisan abadi dalam tumbuh kembangnya pemuda Indonesia bersama Indonesia merdeka yang di milikinya. ***
Digahayu Sumpah Pemuda Indonesia ke 89.
Di dada yang kekar, di lengan kokoh, ku tanam merah putihku.
Kemiri, 24 Oktober 2017

*)Penulis adalah Pengamat Sosial Politik PApua
 

 

0 komentar:

Posting Komentar