Rabu, 01 November 2017

Emas BAPOMI Papua Dalam POMNAS di Sulsel

Oleh:  Miftah Fariz Prima Putra, M.Pd

Dalam artikel tersebut saya akan berbagi informasi yang berkaitan dengan pembinaan olahraga, khususnya pada tingkat mahasiswa di Papua. Hal tersebut menarik dibahas mengingat pada tahun 2020, PON ke-XX akan dilaksanakan di Papua, sehingga mengulas pembinaan olahraga menjadi topik relevan untuk mendukung suksesnya penyelengaraan PON  Papua.
 Berbagai berita tentang PON Papua menunjukkan bahwa terdapat semangat dan harapan yang besar dari pemangku kepentingan agar PON XX dapat berlangsung di Papua dan berjalan lancar. Gubernur Papua menyatakan “jangan ragukan, kita siap gelar PON 2020” (Cepos, 18/4/2017, hal.1). Terkait dengan PON, Wali Kota Jayapura menyampaikan “kami siap mendukung suksesnya PON XX dan kita harus optimis bisa dilaksanakan di Papua” (Cepos, 24/10/2017 hal. 11). Hal yang sama juga perlu kita lakukan sebagai orang Perguruan Tinggi, yaitu mendukung penuh pelaksanaan PON ke-XX agar dapat berjalan lancar dan Papua dapat berprestasi.

BAPOMI dan POMNAS
Sejarah menyebutkan Badan Pembina Olahraga Mahasiswa Indonesia (Bapomi) dibentuk di Jakarta pada tanggal 9 April 1987 untuk waktu yang tidak terbatas. Terdapat dua tingkatan pengurus dalam Bapomi, yaitu di Pusat dan Provinsi. Untuk Bapomi Pusat akan berdomisili di ibu kota Negara, sedangkan untuk Bapomi Provinsi berdomisili di ibu kota Provinsi.
 Dalam AD/ART Bapomi pasal empat disebutkan (1) Bapomi adalah satu-satunya organisasi pembina olahraga mahasiswa yang berwenang dan bertanggung jawab mengelola, membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan seluruh pelaksanaan kegiatan olahraga mahasiswa di wilayah hukum NKRI, (2) Bapomi merupakan mitra Pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan olahraga mahasiswa yang dikuatkan melalui akta notaris, (3) Bapomi di dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dunia olahraga mahasiswa Nasional dan Internasional berstatus sebagai Indonesian University Sport Council disingkat IUSC.
  Mengingat bidang garapannya ada pada level mahasiswa maka anggota penggurus Bapomi Provinsi akan didominasi oleh para akademisi atau orang-orang Perguruan Tinggi (PT). Meski begitu, ketika memasuki masa persiapan mengikuti Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) tiba maka para praktisi di bidang olahraga akan banyak terlibat, misalnya pelatih, guru dan dokter.
 POMNAS adalah ajang kompetisi olahraga multi-event antar mahasiswa yang diadakan dua tahun sekali. Peserta dalam POMNas adalah seluruh Bapomi (Provinsi) se-Indonesia. Itu artinya, POMNAS sangat mirip dengan PON, yaitu yang melibatkan seluruh Provinsi sebagai peserta.
 Dalam POMNAS terdapat cabang olahraga wajib dan lainnya. Yang termasuk olahraga wajib adalah atletik dan renang, sedangkan yang termasuk olahraga lainnya adalah pencak silat, karate, bulutangkis, tenis lapangan, petanque, bola basket, bola voli, futsal dan cabor lainnya.

Prestasi BAPOMI Papua
Dalam artikel ini saya akan membatasi pada prestasi Bapomi Papua pada POMNAS yang penulis terlibat di dalamnya, yaitu ketika POMNAS ke-XIV di Banda Aceh tahun 2015 dan ke-XV di Sulawesi Selatan tahun 2017.   
 Pada POMNAS ke-XIV di Banda Aceh, Bapomi Papua ikut dalam 9 cabang olahraga (cabor) dan mengirim 52 atlet. Singkat cerita, pada POMNas tersebut Bapomi Papua berada diposisi 22 dari 32 Peserta. Medali yang diperoleh Bapomi Papua saat itu adalah 2 perak dan 6 Perunggu. Medali perak berasal dari cabor atletik dan tarung derajat, sedangkan medali perunggu dari atletik, pencak silat, futsal, bola basket dan karate
 Dalam POMNAS ke-XV yang diselengarkan di Sulawesi Selatan pada tanggal 9 – 21 Oktober tahun 2017, Bapomi Papua mendaftar 13 cabor dan mengirim 86 atlet. Bila dibandingkan dengan jumlah atlet dalam POMNas sebelumnya maka tampak selisih jauh. Hal ini terjadi karena (1) tempat POMNAS tahun 2017 berada di daerah yang secara geografis tidak jauh jaraknya dengan Papua, sehingga mengirim mahasiswa (atlet) mengikuti kegiatan tersebut tidak terlampau membebani anggaran Perguruan Tinggi (PT) di wilayah Papua, (2) komunikasi dengan pimpinan PT, terutama bidang kemahasiswaan, aktif dilakukan oleh Bapomi Papua, baik melalui surat maupun via daring.
 Dalam POMNAS 2017 tersebut Bapomi Papua berada pada peringkat 20 dari 34 peserta dengan perolehan medali 1 emas (petanque), 1 perak (tarung derajat) dan 3 perunggu (pencak silat dan tenis lapangan). Medali emas yang didapat dalam POMNas ini merupakan emas pertama dalam kurun waktu 6 tahun. Bapomi Papua mendapatkan medali emas terakhir yaitu ketika POMNas ke-XII di Batam (Kepri) Pada tahun 2011 melalui cabor Renang.

Hambatan dan permasalah
Pengalaman penulis selama menjadi sekretaris umum Bapomi Papua menunjukan bahwa terdapat banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi oleh Bapomi Papua dalam upaya untuk berprestasi di POMNAS. Namun begitu, dalam kesempatan ini penulis akan memfokuskan pada dua hal saja yang penulis anggap relevan dengan tujuan artikel ini. Pertama, pembiayaan dalam mempersiapkan atlet (seleksi dan TC) serta memberangkatkan ke POMNas. Kedua, minimnya kompetisi atau turnamen yang ada pada level mahasiswa di Provinsi Papua.
 Untuk hambatan pertama, teman-teman di Bapomi Papua menyampaikan bahwa hal tersebut menjadi semacam permasalahan tahunan ketika musim mengikuti POMNAS tiba. Bapomi Papua akan pontang-panting untuk mempersiapkan pendanaan yang dibutuhkan agar anak-anak Papua (mahasiswa) dapat berpartisipasi pada ajang olahraga nasional tersebut (POMNAS).
 Model pembiayaan gotong royong PT yang diterapkan pada tahun 2017 sebenarnya sudah mengurangi sedikit beban Bapomi Papua. Namun begitu, tidak semua PT dapat menangung pembiayaan atletnya ketika menjelang keberangkatan mengikuti POMNas. Hal tersebut tentu saja menjadi masalah lagi buat Bapomi Papua.
 Hambatan dan permasalah yang kedua pada dasarnya menjadi tantangan provinsi-provinsi di Indonesia. Harian kompas (18/10/2017 hal. 30) menyebutkan “daerah keluhkan minimnya kompetisi”. Itu artinya, minimnya kompetisi juga dialami oleh beberapa daerah lainnya. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi tantangan bagi Provinsi Papua untuk mengulirkan Pekan Olahraga Mahasiswa Wilayah (POMWIL) atau Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi (POMPROV).

Peluang ke depan
Melihat grafik prestasi yang diperoleh Bapomi Papua dalam kurun waktu 6 tahun maka kita boleh optimis namun tidak boleh terlalu percaya diri karena itu menjadi bumerang dalam pembinaan olahraga di Papua. Meski mendapat hambatan dan permasalah yang tidak mudah, Bapomi Papua dapat menyelesaikan dan melaluinya dengan baik sehingga mampu membawa emas ke Papua.
 Seperti yang diberitakan oleh media, baik cetak maupun televisi bahwa Menteri Ristekdikti sudah memutuskan POMNas ke-XVI tahun 2019 akan diselenggarakan di DKI Jakarta. Pertanyaannya kemudian, bagaimana peluang Bapomi Papua? Tidak mudah untuk menjawab ini.  
 Meski cabor atletik dan renang termasuk measurable (terukur), namun karena kurang optimalnya pembinaan dan tidak adanya kompetisi (Pomwil atau Pomprov) di Papua maka hal ini membuat kesukaran dalam memprediksi bagaimana kemampuan dan peluang atlet Papua.
 Ketika pembinaan berjalan baik dan kompetisi seperti Pomwil atau Pomprov dapat terlaksana maka saya mempunyai hipotesis Bapomi Papua akan dapat berprestasi lebih baik lagi dari sebelumnya. Berada disepuluh besar bukan mustahil bila proses pembinaan berjalan baik dan kompetisi dapat digulirkan.***

*Dosen FIK UNCEN dan  sebagai sekretaris Bapomi Papua                                                                      Email: putra.uncen@gmail.com
(artikel ini pernah di muat di harian Cenderawashih Pos , November 2017)





0 komentar:

Posting Komentar