Jumat, 03 November 2017

Teluk Etna, Akses Potensial Kini Terlupakan

Oleh: Hariman Dahrif *)

Wilayah adat Meepago, memanjang dari utara hingga sebelah barat daya Provinsi Papua, berbatasan langsung dengan wilayah adat Domberey di Papua Barat. Daerahnya meliputi Nabire, Dogiyai, Deyai, Intan Jaya, Paniai dan Mimika. Seperti halnya wilayah adat La Pago di pegunungan tengah, kondisi pembangunanya masih cukup tertinggal. Dari elaborasi permasalahan transportasi, meskipun tertolong oleh jalan trans Papua koridor Nabire-Paniai tetapi secara keseluruhan belum serta merta menurunkan harga-harga di wilayah tersebut.
Tekstur tanah yang labil, curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya longsor dengan frekwensi yang tidak menentu. Hal-hal tersebut sering menimbulkan gangguan bila menuju wilayah-wilayah tersebut. Selama ini pemerintah hanya berharap banyak terselesaikannya jalan Mimika-Paniai, konon menyisahkan jarak sekitar 60- 80 an km lagi.
 Namun berkaca dengan permasalahan yang disebutkan, agak pestimis bila pembangunan di wilayah ini hanya bertumpu menunggu sisa penyelesaian lintasan tersebut. Terbayang di benak kita semua bahwa paska selesainya lintasan tersebut maka beton-ton barang dan jasa akan melewatinya, dan bisa dipastikan kondisi jalan lagi-lagi bakal menjadi hambatan yang sangat serius. Oleh karena itu perlu alternatif lain untuk membuka akses keterisolasian wilayah tersebut, yang tidak hanya bertumpu pada perencanaan tersebut, tetapi juga bisa memanfaatkan peluang dari wilayah lain serta tidak melupakan Intan Jaya yang selama ini aksesnya hanya bisa dilewati dengan pesawat. Akses tersebut adalah Teluk Etna, yang berada di Kabupaten Dogiyai. 
 Stakeholders terkait baik pemerintah maupun perencana di Provinsi Papua selama ini mungkin lupa jika Kabupaten Dogiyai itu sebelah selatan wilayahnya berbatasan dengan lautan. Seperti disebutkan diatas, selama ini perhatian pemerintah Provinsi Papua hanya tertuju pada pengembangan pelabuhan Poumako di Kabupaten Mimika, untuk membuka akses wilayah tersebut. Alasannya mendekatkan distribusi barang dari Surabaya dan Makasar, lalu dari sana distribusi barang-barang konveksi maupun sembako dialirkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di wilayah Pegunungan Tengah Papua sampai ke Utara (Teluk Cenderawsih).
 Itulah skenario pembangunan yang digeluti selama ini.  Pada hal kita lupa, ternyata Teluk Etna, wilayah Dogiyai juga berpotensi menjadi hub untuk mendistribusikan barang dan jasa. Letaknya sangat sentral antara Nabire, Paniai, Deyai dan Intan Jaya sehingga menjadi pilihan yang sangat tepat bila pemerintah menjadikannya sebagai hub logistik. Dari penuturan beberapa kalangan, Teluk Etna sejak zamanBelanda telah dibuka menjadi Pelabuhan. Wilayah ini bagian dari Distrik Mapia-Dogiyai yang berbatasan dengan Kaimana, Papua Barat. Posisi lautnya yang berbentuk Teluk dan memiliki tingkat kedalaman alami yang cukup, meskipun air laut surut. Pastinya parameter oseanografinya sangat mendukung.
 Dahulu oleh Pemerintah Hinda Belanda dijadikan sebagi pintu eksport untuk memasarkan beberapa komoditi termasuk Kopi Moenamani yang sangat terkenal kualitasnya. Dari Kota Moenamani ibu Kota Kabupaten kini Pemda Dogiyai telah membuka jalan ke arah lokasi tersebut menyisahkan jarak sekitar 80-60 km lagi. Persoalan anggaran dan medan yang berat menurut Kepala Dinas PU Kabupaten Dogiyai, memang menjadi hambatan, karena Pemerintah Pusat dan Provinsi belum memberikan perhatian maksimal. Namun demikian selama ini masyarakat lancar bolak balik ke wilayah tersebut, karena terdapat jalan setapak yang ada sejak zaman Belanda. Jika saja pemerintah berkomitmen membuka lokasi ini, menurut penulis sangat tepat. Paling tidak bisa mengurangi beban jalan yang sering rusak akibat muatan sembako dari Nabire atau Timika nantinya. Kedua; jalur ini sangat potensial mengakses perkembangan kemajuan kota Teluk Bintuni dan Kaimana yang kini tumbuh dengan pesat.
 Boleh saja lewat jalur ini pipa gas dari Pabrik LNG Tangguh bisa dilewatkan menuju wlayah utara di Papua tanpa melalui Sorong yang singkat hanya urang lebih 200 an km (Dogiyai-Nabire). Ketiga; jalur ini juga menjadi hub yang strategis sebagai pelabuhan logistik dari Surabaya dan Makasar setelah Poumako di Mimika, Keempat, ke depan barangkali jalur ini juga boleh menjadi hub distribusi Beras Merauke ke wilayah teluk dan Pegunungan yang selama ini dikeluhkan pemerintah daerah, menuju Nabire lalu terdistribusi ke Wilayah Teluk Cenderawsih bahkan bisa dipergunakan juga hingga ke Manokwari, Sorong, Papua Barat.
 Hal ini sangat memungkinkan karena memotong jalur singkat, ketika harus memutar kepala burung melewati Sorong. Inilah sebenarnya terusan tengah Papua tanpa harus menyembelih daratan leher Pulau Papua, seperti yang sering diwacanakan publik selama ini.
 Selama ini mungkin anda percaya atau tidak?, distribusi beras Merauke sebelum ke wilayah utara Papua selalu melalui Surabaya terlebih dahulu, lalu kemudian dipasarkan ke wilayah utara Papua. Bisa dibayangkan beras yang harusnya menjadi potensi untuk Papua berswasembada dan bisa dinikmati harganya di bawah Rp 6.000,- an harus meningkat 2 - 3 kali lipat akibat tingginya biaya transportasi hanya karena jalur distribusinya yang berliku.
 Jarak Teluk Etna - Merauke kurang lebih 600 mil, jika dilayari kapal kargo beras dengan kecepatan 24 km/jm maka hanya butuh kurang dari dua hari, telah sampai di Teluk Etna, dengan bahan bakar yang dihabiskan sudah pasti sangat minim. Sehingga hargapun bisa ditekan serendah mungkin. Bandingkan dengan rute selama ini melalui Surabaya?. Saat ini kebutuhan beras di Papua menurut data dari Dolog, sekitar sekitar 113 ton.
 Dua pertiga dari persediaan itu bisa disediakan oleh Merauke selain Nabire dan Lereh di Kab. Jayapura. Ini sebenarnya potensi yang sangat besar bila dimanfaatkan oleh Pemda kerjasma dengan BULOG. Beras yang selama ini disubsidi secara statis melalui penyediaan Raskin dari luar Papua berubah menjadi dinamis oleh beras hasil produk petani lokalnya, terbelih dan dinikmati pula masyarakatnya sendiri dengan harga yang murah akibat rantai distribusi yang pendek tadi. Itulah salah satu contoh, keuntungan yang akan diperoleh oleh Pemerintah dan Masyarakat Provinsi Papua bila saja Teluk Etna kembali diposisikan sebagai hub logistik menghubungkan wilayah selatan dan utara Papua, selain peluang-peluang keuntungan lainnya. Semoga!.

*) Pemerhati Sosial Ekonomi serta isu-isu kebangsaan di Papua, tinggal di Aryoko-Jayapura; harimandarif@yahoo.co.id (Dosen UNIYAP Papua) Sehari-hari  bekerja di Bappeda Provinsi Papua
         

          


0 komentar:

Posting Komentar