Oleh: Dr. Hariman Dahrif, S.Pi, MTP *)
TAHUN 2015 baru
saja kita tinggalkan dengan gempita euforia yang
membahana. Di tingkat masyarakat
nampak riuhnya suara trompet, deringnya bunyi petasan, lengkingan musik dengan
penyanyinya bagian yang tak terpisahkan dari setiap perayaan tahun baru.
Sebaliknya ditingkat elitis perilaku
perenungan yang dibalut dengan nuansa seremenial juga tidak pernah absen. Menumpuk rakyatnya untuk bersama menikmati
pesta, berkelana sambil mencitrakan diri dekat dengan rakyat atau menetap
sambil bercengkrama dengan kaum kerabat?. Pokoknya pesan-pesan perayaan
yang bersifat konsumtif adalah bagaian
yang menjustifikasi dalam setiap pergantian tahun. Pertanyaan kita sebenarnya apa manfaat dari
perayaan yang dipenuhi dengan kemewahan itu?.
Segelintir orang pasti menjawab itu pertanyaan
konyol, tidak kau saksikan berapa banyak kaum kaki lima penyanggah ekonomi di
negara ini mengambil peluang?. Lihatlah pedagang trompet, petasan, penjual
bakso, makanan ringan. Itu baru ditingkat penjual (tersier). Bagaimana ditingkat perantara (distribusi),
atau bagaimana ditingkat produsen?.
Lihat saja untuk pembuatan trompet saja
batasan etika bisa dilampaui hanya demi
rupiah sesaat, (kasus: trompet dengan kertas berlabel huruf kitab suci). Pendek kata begitu menggiurkannya bisnis yang
sifatnya sesat ini!. Fenomena ini tidak terjadi jika tidak menjanjikan
keuntungan yang fantastik. Bahkan salah seorang penjual trompet di Abe yang
sempat penulis wawancarai mengatakan “bila penjualan baik, keuntungan memang
tidak seberapa Pak?, paling-paling bisa beli motor baru”. Sebuah ungkapan yang
verbalistik nan sentimentil tapi faktual. Pendeknya kalau bisa selamanya tahun
barulah, supaya kami bisa memanfatkan peluang ini selamanya!.
Ungkapan inilah yang harus digaris bawahi
“bagaimana mempertahankan peluang tersebut?”.
Barangkali sesuatu yang utopia, bukankah tahun baru itu sekali saja
setiap tahun. Mungkin momentumnya bisa
saja terbatas tetapi spirit (nuansa) bisnis dibalik momentum itulah yang
mestinya ditelisik.
Hal yang menjadi pelajaran dari momentum bisnis
di tahun baru: (1) dinamisnya perekonomian ditingkat lapisan bawah. Meskipun
dinamis tetapi bila ditelisik kedalam sesungguhnya penuh dengan
pertarungan. Banyaknya keluhan akan pungli
yang diperankan oknum-oknum tertentu dengan dalih apa saja, menjadi preseden
buruk terciptanya distorsi ekenomi dipasar lokal. Hal ini sebenarnya menjadi perhatian serius
dari yang berwenang untuk menciptakan iklim bisnis yang sehat dan berkelanjutan
ke depan.
(2) sifat konsumerisme masyarakat lapisan
menengah dan atas. Momentum ini baik,
bila kita mendasarkan ekonomi pada skala konsumtif. Tetapi sifatnya yang temporal menjadi tidak
memiliki pengaruh yang berarti. Kondisi
ini berakibat tingkat inflasi di akhir tahun juga meningkat. Akibatnya seberapa pun penghasilan masyarakat
yang tumbuh dari bisnis di akhir tahun, sebagian akan terlahap oleh tingginya
inflasi. Kita mengharapkan pertumbuhan
ekonomi ditopang oleh sektor produksi sehingga memiliki daya tahan dari segala
keadaan.
Hal-hal dibalik fenomena tersebut hendaknya
menjadi catatan bila pemerintah berketetapan hati mengelola peluang ekonomi yang
dilahirkan dalam kondisi sesaat (temporal).
Munkin ada beberapa hal yang perlu dilakukan menurut penulis, (1) Fenomana bisnis awal tahun menjadi
pembelajaran berharga bagi pemerintah untuk lebih atraktif menelurkan
kebijakan. Contoh, perlunya regulasi perlindungan alur distribusi barang.
Regulasi ini penting sebab fenomena bisini
diawal tahun terkadang memicu munculnya interpreurship muda untuk berbisinis,
sehingga keberpihakan pemerintah sangat diperlukan. (2) menjaga atau menawarkan
momentum konsumtif dari lapisan masyarakat menengah dan atas untuk berinvestasi
di skala produksi sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Peran pemerintah disini menawarakan
enclove-enclove kota yang memiliki daya tarik untuk berbisnis, (3) mewadahi dan
memfasilitasi kedua lapisan pelaku melalui wadah-wadah yang tetap. Seperti
asoasiasi-asosiasi untuk memudahkan pembinaan selanjutnya.
Pada akhirnya mesti secara bisnis berbagai
peluang di akhir tahun banyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi perlu
diingat bahwa peluang bisnis ini hanya dinikmati masyarakat kota (urban)
sedangkan mereka di pedesaan (rural) hampir pasti tidak mendapatkan manfaat,
akibatnya kesenjangan Kota dan Desa tetap langgeng. Tidak hanya itu hal yang
tidak bisa dipungkiri dari fenomenan
bisnis di akhir tahun terkadang melahirkan perilaku hedonisme dikalangan remaja
yang memicu berbagai kriminalitas. Inilah
tugas pemerintah berikutnya untuk mengantisipasinya ke depan. #
___________
*) Pemerhati Sosial
Ekonomi serta isu-isu kebangsaan di Papua, tinggal di Aryoko-Jayapura; harimandarif@yahoo.co.id (Dosen di Pengajar di UNIYAP)
(artikel ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos - Januari 2015)
0 komentar:
Posting Komentar