Penulis : Neles Tebay*
PERKEMBANGAN Gereja Katolik di Keuskupan
Jayapura dapat diibaratkan dengan pertumbuhan seorang manusia. Pada tahap awal,
pertumbuhanya sangat bergantung pada orang tua. Setelah itu, anak berkembang
menjadi orang dewasa yang mandiri. Sebagai orang dewasa, dia terdorong untuk
membagikan hidupnya demi orang lain melalui karya, sesuai profesinya.
Tahap perintisan
Perkembangan Gereja dimulai dengan tahap
perintisan. Pada tahapan ini, Gereja katolik dibawa masuk ke Tanah Papua oleh misionaris. Para misionaris
adalah orang berkulit putih dan berasal dari Eropa. Mereka meninggalkan daerah
asalnya, datang secara sukarela ke Tanah Papua, dan memperkenalkan Gereja
Katolik kepada penduduk lokal.
Seorang
misionaris masuk ke suatu daerah dan biasanya menetap disitu. Dia mengadakan
kontak dan membuka komunikasi dengan masyarakat setempat. Banyak misionaris
mempelajari tradisi kebudayaan setempat. Mereka bahkan belajar bahasa lokal
hingga bisa berkomunikasi dalam bahasa daerah Papua.
Dimana
pun seorang misionaris berkarya, dia membangun rumah tinggal yang disebut
pastoran. Kompleks dimana seorang misionaris tinggal disebut kompleks misi.
Gedung Gereja yang dibangunnya disebut Gereja misi. Sekolah Dasar (SD) yang
didirikan oleh misionaris disebut SD Misi. Para guru yang mengajar pada sekolah
katolik disebut Guru misi. Bengkel yang dikelolah misionaris disebut bengkel
misi. Para tukang yang bekerja pada bengkel misi disebut tukang misi. Pesawat
Cessna yang diurus oleh para misionaris Katolik disebut pesawat misi. Jonson
atau perahu motor yang digunakan oleh para misionaris disebut Jonson misi.
Gudang yang dibuka oleh misionaris untuk menjual barang kelontongan disebut
gudang misi. Istilah-istilah ini diciptakan bukan oleh para misionaris kulih
putih melainkan oleh penduduk setempat. Kita masih mendengar istilah-istilah
ini juga pada masa kini, sekalipun para misionaris kulit putih sudah tidak kelihatan.
Pengalaman
membuktikan bahwa para misionaris tidak hanya memperkenalkan agama Katolik
kepada penduduk lokal. Mereka juga mendirikan sekolah Dasar sehingga orang
setempat dapat mengenyam pendidikan. Mereka mendatangkan guru-guru SD dari luar
Papua seperti Pulau Kei, Sulawesi Utara, Jawa, dan Sumutera Utara. Mereka
membangun balai kesehatan. Mereka bahkan membuka lapangan terbang yang
beralaskan rumput agar dapat didarati oleh pesawat Cessna.
Hampir
di semua tempat di seluruh Tanah Papua, para misionaris Eropa tampil sebagai
pionir pembangunan di segala bidang. Kehadiran dan karya mereka memungkinkan
orang Papua berkembang mengikuti perkembangan zaman, dan dapat berkomunikasi
dengan orang lain yang berbeda suku, ras, dan agama, serta
kewarganegaraan.
Banyak
Orang Papua tertarik pada ajaran yang diwartakan para misionaris dan menjadi
anggota Gereja Katolik. Orang Papua juga menggunakan kemungkinan-kemungkinan
baru yang tercipta atau diciptakan oleh para misionaris sehingga, misalnya,
orang Papua bisa pergi sekolah diluar daerah asalnya. Perkembangan Orang Papua
tidak mungkin tercapai seperti yang kita saksikan pada saat kini tanpa
keterlibatan, pelayanan, pengorbanan dari para misionaris.
Para
misionaris berperan aktif baik dalam mengurus pelayanan dalam Gereja maupun
dalam melayani masyarakat umum. Orang setempat menerima apa yang diwartakan,
diperkenalkan, dan ditawarkan oleh para misionaris. Oleh sebab itu, Gereja
katolik pada tahapan ini disebut Gereja misionaris.
Tahap
kemandirian
Memasuki Tahun 1970-an, Gereja Katolik
Keuskupan Jayapura bertekad untuk membangun Gereja mandiri. Tekad tersebut
diungkapkan dalam moto “Kita semua adalah Gereja”. Dengan mencetuskan moto ini
umat katolik bertekad mengurus sendiri pelayanan Gereja dan karena itu mulai
meninggalkan ketergantungan pada para misionaris.
Pada
tahap kemandirian ini, anggota Gereja Katolik berperan aktif sebagai subyek
yang bertanggungjawab dalam pelayanan Gereja. Untuk memungkinkan partisipasi
umat ini, dibentuklah Dewan Pastoral Paroki (DPP). Terkecuali ketua Umum,
seluruh kepengurusan DPP diisi oleh wakil-wakil dari umat. Banyak anggota
Gereja merelakan diri dengan senang hati untuk melayani Gereja dengan menjadi
anggota DPP. Melalui DPP, umat mengurus perayaan ibadah, membangun Gedung
Gereja, mengurus berbagai bidang lain seperti pendidikan, sosial ekonomi,
penanggulangan HIV-AIDS, dan lain-lain. Mereka mengandalkan kemampuan sendiri
dalam mengurus hidup Gereja dan pelayanannya.
Ruang
partisipasi bagi umat telah diperluas dengan membentuk komunitas basis (Kombas)
Gereja dalam paroki. Banyak anggota umat kini dapat mengambil bagian dalam
pelayanan dan bertanggungjawab atas pertumbuhan Gereja melalui Kombas.
Menuju
Gereja misioner
Gereja Keuskupan Jayapura tidak ingin
memusatkan perhatiannya hanya pada dirinya sendiri. Karena sudah mulai mandiri,
maka Gereja Katolik mengarahkan perhatiannya ke luar dirinya. Perhatian ke luar
ini merupakan ciri khas dari Gereja misioner. Gereja yang bercorak misioner
akan memperhatikan dan mendukung perkembangan Gereja di luar daerahnya, bahkan
di luar negeri dengan berbagai apa yang dimilikinya.
Gereja
misioner juga memberikan kontribusinya dalam segala bidang demi perkembangan
masyarakat umum. Umat Katolik mesti bertanggungjawab bukan hanya atas
pertumbuhan Gereja melainkan juga pada
perkembangan masyarakat di seluruh dunia. Oleh sebab itu, Gereja Katolik, baik
secara lembaga maupun melalui anggota-anggotanya, mesti melibatkan diri dalam pembangunan di
segala bidang sesuai profesinya, dan berperan aktif pada semua tingkatan baik
lokal maupun nasional, bahkan pada level internasional.
Demi
pelayanan masyarakat, Gereja Katolik membangun dialog dan kerjasama dengan
semua Gereja Protestan dan semua agama yang ada di Tanah Papua. Menjadi Gereja
missioner, Gereja Katolik Keuskupan Jayapura berkomitmen untuk berbagi kasih
dengan orang lain tanpa diskriminasi.***
*Neles Tebay adalah Dosen STFT Fajar Timur
Abepura
0 komentar:
Posting Komentar