Kamis, 10 Agustus 2017

Tiga Proklamasi Masa Depan Papua


Penulis : John Al. Norotouw
Jadi meraih seratus kemenangan dalam seratus pertempuran bukanlah kesempurnaan tertinggi; kesepurnaan tertinggi adalah menaklukan pasukan musuh tanpa bertempur sama sekali (Sun-tzu, abad ke empat sebelum Masehi).
Merdeka harga mati, satu ungkapan radikal yang bersifat resistensi yang mengandung pemahaman satu arah tentang sebuah tujuan perjuangan. Tindakan represif adalah ciri utama dari perlakuan yang radikalisme sebuah kelompok atau organisasi yang mengejar tujuan masa depan mereka, salah satu  yaitu MERDEKA.
Tentu sejarah dunia mencatat peran besar berbagai Pahlawan yang telah berjuang, dan lebih banyak berjuang melalui perang, mengalahkan musuh dan menguasai musuh dan daerah kekuasaannya. Inilah awal bermulanya sejarah panjang tentang penjajahan dimuka bumi ini, hal mana demi memenuhi kebutuhan ekonomi dan kejayaan sosial, sebuah Negara kuat merampas suatu daerah dan mendudukinya, sebagai daerah koloni. Tindakan-tindakan represif adalah jiwa kejayaan dan keberanian Negara penjajah, yang kemudian mulai merampas hak hidup dan kebebasan individu seseorang, yang kemudian mulailah sejarah panjang  penjajahan manusia dan tanah air mereka yang bermula pada perdagangan manusia atau perbudakan.
 Indonesia tak terhindar dari penjajahan yang dasyat ini. Belanda menjajah dan menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah berjuang untuk suatu masa terpanjang dalam sejarah kolonialisme di bumi, selain bangsa Israel di Mesir 400 tahun, dimana semangat untuk merdeka adalah harga mati yang diperjuangan dan dimenangkan. Tidak seratus perang atau tidak seribu perang, tetapi tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, MERDEKA ADALAH HARGA MATI, biar darah dan nyawa kuberikan, diatasnya berdiri Negaraku, Indonesiaku. Itulah isi Proklamasi Indonesia; bahwa Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah perjuangan West  Papua mencatat 3 bentuk Proklamasi, yaitu pada tanggal 1 Desember 1961, hari dimana Bendera Bintang Kejora di naikan di tiang penuh di depan Gedung Niew Guinea  Raad, dan Lagu kebangsaan Papua, Hai Tanahku Papua dinyanyikan, kemudian Proklamasi Kemerdekaan Papua, yang dikumandangkan di desa Waris, 1 Juli 1971, oleh Brigadir Genderal Set. J. Rukorem sebagai Presiden atas nama rakyat Papua, terakhir Proklamasi Negara Melanesia Barat yang dibacakan oleh Dr. Tom Wanggai di lapangan Mandala- Jayapura, 14 Desember 1998.
 Apakah Pembacaan Proklamasi  adalah harga- harga mati dari kemerdekaan sebuah bangsa yang harus diperjuangkan dengan cara apapun, termasuk tuntutan orang Papua sampai pemerintah Indonesia angkat kaki dari tanah Papua? Atau Proklamasi Kemerdekaan Papua tersebut adalah  ungkapan radikal tentang masa depan rakyat Papua, entah apapun realitasnya, termasuk hingga hari ini Papua tidak merdeka.
 Hari ini, bila kita diperhadapkan dengan situasi terkini di Papua dengan berbagai permasalahannya, dan sebuah  pertanyaan  tentang masa depan Papua, apakah sejujurnya dapat dinyatakan bahwa cita-cita kemerdekaan yang luhur ini dapatkah dicapai didalam Kemerdekaan Indonesia?
 Sejarah dunia telah merubah masa depan Papua dari merdeka sendiri dan meletakannya dalam tanggung jawab Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Plebisit atau Pepera tahun 1969, Resolusi PBB 2504 Tahun 1969.Sah secara Internasional melalui Sidang Umum PBB tahun 1969. Dan apabila masa depan Papua sangat erat dengan masa depan Indonesia, maka akan sangat tidak menguntungkan karena Papua masih tergolong daerah yang sangat terkebelakang dalam indeks pembangunan Nasional sejak Pepera 1969. Apakah memang alasan keterbelakangan Papua adalah karena alasan konflik politik dan keamanan Papua yang tidak kondisif? Ataukah kebijakan politik dan prioritas pembangunan untuk Papua yang sangat tidak relevan dengan kondisi Papua secara menyeluruh terutama keinginan orang Papua untuk merdeka? Tentu ada berbagai faktor yang menjadi penyebab penghambat kemajuan laju pembangunan di Papua, dan tidak semata oleh keinginan merdeka. Merdeka itu harga mati, setiap bangsa yang dijajah berjuang untuk merdeka secara sadar menyatakan perang untuk mencapai kemerdekaan, dan tidak dapat memisahkan perjuangan orang Papua untuk merdeka dari jalur perang walaupun kekuatanya dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat secara Nasional.
 Proklamasi Kemerdekaan, mengandung hakekat menyatakan hak kebebasan dan hak tujuan Negara untuk mensejahterakan kehidupan bangsa itu.
Karena itu seluruh isi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berisikan pokok-pokok masa depan bangsa dalam berbagai aspek bernegara dan berbangsa sehingga seluruh isi perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka telah tertuang didalamnya, sehingga disaat Indonesia merdeka dan bernegara kini dapat melaksanakan tujuan Negara demi kepentingan bangsa Indonesia.
Tentu saja kita, orang Papua pernah memiliki cita-cita yang sama, tetapi kita tidak berkesempatan untuk melaksanakan cita-cita tersebut, oleh karena perjuangan kita telah disatukan dalam perjuangan Bangsa Indonesia secara menyeluruh dari Sabang sampai Merauke, sehingga masa depan kita, orang Papua, kini telah disatukan dalam UUD 45 dan Pancasila, bahwa kita maju dan berkembang dan memiliki masa depan bersama Bangsa Indonesia. Betulkah demikian adanya?
Bila kita membandingkan kehidupan bernegara selama 39 tahun di Papua sampai dengan tahun 2000, kita mendapatkan Papua atau Irian Barat atau Irian Jaya, dalam model pembangunan yang serba militerisasi, serba Search and Destroy, sehingga orang Papua hanya berbicara ketika tanpa peluru atau ketika tak terbunuh. Pembangunan di Papua boleh dikatakan berlangsung dalam sebuah proses isolasi nyata, dimana korupsi, kolusi dan nepotisme begitu merajelala, dan Papua hanya merupakan sebuah Daerah Operasi Militer (DOM) yang banyak mengundang kritik Internasional. Itu sebuah era gelap Papua, karena masa depan Papua tersumbat oleh pola kepimpinan totaliter yang sangat kaku dan tidak lancar. Rakyat Papua hidup dalam kurungan ketakutan dan kecemasan.
 Dalam periode 16 tahun terakhir sesudah Undang-Undang Otsus nomor 21 Tahun 2001 di keluarkan dan dilaksanakan di Papua, Papua mendapatkan keseriusan Pemerintah tentang integrasi Papua dalam NKRI, dengan menyediakan dana pembangunan Papua yang berakibat mulai nampaknya proses Emerging Papua atau  Kebangkitan Papua mengejar ketertinggalan diberbagai bidang. Berbagai Program Pembangunan, teristimewa Kebijakan Pemekaran Daerah Otomi dengan terbangunnya kota-kota kabupaten dan distrik, pembangunan terasa menyentuh kehidupan rakyat, proses penataan keuangan Negara sesuai petunjuk  UU Nomor 21 tahun 2001, maka Papua sungguh mulai bergerak maju.
 Tentu saja, perkembangan di bidang ekonomi berpacu pada pemberian kredit ringan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui program Respek atau Prospek, terutama pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang membaik. Pencanangan dan pelaksanaan Program Seribu Doktor, memuat nuansa membangun Manusia Berkwalitas untuk Papua, sehingga Papua menjadi pusat komuditas manusia yang berkwalitas dunia, dan mengisi kebutuhan Pembangunan Nasional.
 Membangun Papua yang maju dan berkwalitas adalah juga tuntutan 3 Proklamasi Papua tentang masa depan Papua, yang kini mulai terwujud dalam Kemerdekaan Indonesia.
Papua Bangkit dan Papua Sejahtera dapat disebut juga  Emerging Papua adalah wujud masa depan Papua yang kini merupakan sebuah proses yang sedang berlangsung dalam sistim pemerintahan Otonomi Khusus yang perlu disingkapi secara cermat dengan prioritas yang tepat guna. Program-program berkelanjutan dengan rantai sub program penyambung yang dapat mendorong proses open dialog antara masyarakat dan pemerintah untuk membuka keisolasian Papua, baik kehidupan nyata maupun pandangan baru tentang masa depan Papua, harus tercerimin dalam tindakan keseharian semua pihak. Pendidikan merupakan faktor pembentuk karakter manusia pembangun.
 Transformasi pengetahuan dan ketrampilan merupakan proses pendidikan langsung melalui adaptasi pergaulan di masyarakat majemuk yang kini kian mengisi pembangunan Papua. Masa depan yang baik dan maju tercipta karena manusia Papua siap mempergunakan masa sekarang dengan cerdas dan cermat. Para Pemuda Papua tidak menyia-nyiakan waktu dengan alcohol, narkotik, kriminalisasi dan berbagai kegiatan asusila yang merusak watak kemanusiaan. Diharapkan, bahkan pemerintah bertujuan membentuk generasi baru Papua yang berkwalitas, cerdas dan berkapasitas nasional yang dapat mengisi pembangunan Papua melalui pendidikan dan pelatihan yang terpadu.  Tentu saja sebuah tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi luhur dan berguna bila program-program masa depan di dasari oleh pilosophi pembangunan yang berfokus pada pembangunan Sumber Daya Manusia Pembangun Bangsa yang berkwalitas, sehat dan berjiwa Pancasila yang kuat.

Itulah jawaban atas Qua Vadis Papua.
  Merdeka bukan segalanya bagi Papua, karena tanpa merdeka sekalipun Papua exist dan maju dalam kapasitas warga Negara Indonesia yang berkwalitas mengisi pembangunan Papua dan Pembangunan Indonesia bahkan menjadi anggota masyarakat dunia yang berkwalitas internasional.***


*Penulis Pemerhati masalah Sosial Politik Papua

0 komentar:

Posting Komentar