Penulis : John Al. Norotouw
Jadi meraih seratus
kemenangan dalam seratus pertempuran bukanlah kesempurnaan tertinggi;
kesepurnaan tertinggi adalah menaklukan pasukan musuh tanpa bertempur sama
sekali (Sun-tzu, abad ke empat sebelum Masehi).
Merdeka harga mati,
satu ungkapan radikal yang bersifat resistensi yang mengandung pemahaman
satu arah tentang sebuah tujuan perjuangan. Tindakan represif adalah ciri utama
dari perlakuan yang radikalisme sebuah kelompok atau organisasi yang mengejar
tujuan masa depan mereka, salah satu yaitu MERDEKA.
Tentu sejarah dunia
mencatat peran besar berbagai Pahlawan yang telah berjuang, dan lebih banyak berjuang
melalui perang, mengalahkan musuh dan menguasai musuh dan daerah kekuasaannya.
Inilah awal bermulanya sejarah panjang tentang penjajahan dimuka bumi ini, hal
mana demi memenuhi kebutuhan ekonomi dan kejayaan sosial, sebuah Negara kuat
merampas suatu daerah dan mendudukinya, sebagai daerah koloni. Tindakan-tindakan
represif adalah jiwa kejayaan dan keberanian Negara penjajah, yang kemudian
mulai merampas hak hidup dan kebebasan individu seseorang, yang kemudian
mulailah sejarah panjang penjajahan manusia
dan tanah air mereka yang bermula pada perdagangan manusia atau perbudakan.
Indonesia tak terhindar
dari penjajahan yang dasyat ini. Belanda menjajah dan menguasai Indonesia
selama hampir 350 tahun, membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah berjuang
untuk suatu masa terpanjang dalam sejarah kolonialisme di bumi, selain bangsa Israel
di Mesir 400 tahun, dimana semangat untuk merdeka adalah harga mati yang diperjuangan
dan dimenangkan. Tidak seratus perang atau tidak seribu perang, tetapi tercatat
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, MERDEKA ADALAH HARGA MATI, biar
darah dan nyawa kuberikan, diatasnya berdiri Negaraku, Indonesiaku. Itulah isi
Proklamasi Indonesia; bahwa Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah perjuangan West Papua mencatat 3 bentuk Proklamasi, yaitu
pada tanggal 1 Desember 1961, hari dimana Bendera Bintang Kejora di naikan di
tiang penuh di depan Gedung Niew Guinea Raad, dan Lagu kebangsaan Papua, Hai Tanahku
Papua dinyanyikan, kemudian Proklamasi Kemerdekaan Papua, yang dikumandangkan di
desa Waris, 1 Juli 1971, oleh Brigadir Genderal Set. J. Rukorem sebagai
Presiden atas nama rakyat Papua, terakhir Proklamasi Negara Melanesia Barat
yang dibacakan oleh Dr. Tom Wanggai di lapangan Mandala- Jayapura, 14 Desember
1998.
Apakah Pembacaan Proklamasi adalah harga- harga mati dari kemerdekaan
sebuah bangsa yang harus diperjuangkan dengan cara apapun, termasuk tuntutan
orang Papua sampai pemerintah Indonesia angkat kaki dari tanah Papua? Atau
Proklamasi Kemerdekaan Papua tersebut adalah ungkapan radikal tentang masa depan rakyat
Papua, entah apapun realitasnya, termasuk hingga hari ini Papua tidak merdeka.
Hari ini, bila kita
diperhadapkan dengan situasi terkini di Papua dengan berbagai permasalahannya,
dan sebuah pertanyaan tentang masa depan Papua, apakah sejujurnya dapat
dinyatakan bahwa cita-cita kemerdekaan yang luhur ini dapatkah dicapai didalam
Kemerdekaan Indonesia?
Sejarah dunia telah
merubah masa depan Papua dari merdeka sendiri dan meletakannya dalam tanggung
jawab Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Plebisit atau Pepera tahun
1969, Resolusi PBB 2504 Tahun 1969.Sah secara Internasional melalui Sidang Umum
PBB tahun 1969. Dan apabila masa depan Papua sangat erat dengan masa depan
Indonesia, maka akan sangat tidak menguntungkan karena Papua masih tergolong daerah
yang sangat terkebelakang dalam indeks pembangunan Nasional sejak Pepera 1969.
Apakah memang alasan keterbelakangan Papua adalah karena alasan konflik politik
dan keamanan Papua yang tidak kondisif? Ataukah kebijakan politik dan prioritas
pembangunan untuk Papua yang sangat tidak relevan dengan kondisi Papua secara
menyeluruh terutama keinginan orang Papua untuk merdeka? Tentu ada berbagai faktor
yang menjadi penyebab penghambat kemajuan laju pembangunan di Papua, dan tidak
semata oleh keinginan merdeka. Merdeka itu harga mati, setiap bangsa yang
dijajah berjuang untuk merdeka secara sadar menyatakan perang untuk mencapai
kemerdekaan, dan tidak dapat memisahkan perjuangan orang Papua untuk merdeka
dari jalur perang walaupun kekuatanya dianggap mengganggu ketertiban dan
keamanan masyarakat secara Nasional.
Proklamasi Kemerdekaan,
mengandung hakekat menyatakan hak kebebasan dan hak tujuan Negara untuk
mensejahterakan kehidupan bangsa itu.
Karena itu seluruh isi
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berisikan pokok-pokok masa depan bangsa dalam
berbagai aspek bernegara dan berbangsa sehingga seluruh isi perjuangan bangsa
Indonesia untuk merdeka telah tertuang didalamnya, sehingga disaat Indonesia
merdeka dan bernegara kini dapat melaksanakan tujuan Negara demi kepentingan
bangsa Indonesia.
Tentu saja kita, orang
Papua pernah memiliki cita-cita yang sama, tetapi kita tidak berkesempatan
untuk melaksanakan cita-cita tersebut, oleh karena perjuangan kita telah
disatukan dalam perjuangan Bangsa Indonesia secara menyeluruh dari Sabang
sampai Merauke, sehingga masa depan kita, orang Papua, kini telah disatukan
dalam UUD 45 dan Pancasila, bahwa kita maju dan berkembang dan memiliki masa
depan bersama Bangsa Indonesia. Betulkah demikian adanya?
Bila kita membandingkan
kehidupan bernegara selama 39 tahun di Papua sampai dengan tahun 2000, kita
mendapatkan Papua atau Irian Barat atau Irian Jaya, dalam model pembangunan
yang serba militerisasi, serba Search
and Destroy, sehingga orang Papua hanya berbicara ketika tanpa peluru atau
ketika tak terbunuh. Pembangunan di Papua boleh dikatakan berlangsung dalam
sebuah proses isolasi nyata, dimana korupsi, kolusi dan nepotisme begitu
merajelala, dan Papua hanya merupakan sebuah Daerah Operasi Militer (DOM) yang
banyak mengundang kritik Internasional. Itu sebuah era gelap Papua, karena masa
depan Papua tersumbat oleh pola kepimpinan totaliter yang sangat kaku dan tidak
lancar. Rakyat Papua hidup dalam kurungan ketakutan dan kecemasan.
Dalam periode 16 tahun terakhir
sesudah Undang-Undang Otsus nomor 21 Tahun 2001 di keluarkan dan dilaksanakan
di Papua, Papua mendapatkan keseriusan Pemerintah tentang integrasi Papua dalam
NKRI, dengan menyediakan dana pembangunan Papua yang berakibat mulai nampaknya
proses Emerging Papua atau Kebangkitan
Papua mengejar ketertinggalan diberbagai bidang. Berbagai Program Pembangunan,
teristimewa Kebijakan Pemekaran Daerah Otomi dengan terbangunnya kota-kota
kabupaten dan distrik, pembangunan terasa menyentuh kehidupan rakyat, proses
penataan keuangan Negara sesuai petunjuk
UU Nomor 21 tahun 2001, maka Papua sungguh mulai bergerak maju.
Tentu saja,
perkembangan di bidang ekonomi berpacu pada pemberian kredit ringan dan
pemberdayaan masyarakat desa melalui program Respek atau Prospek, terutama
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang membaik. Pencanangan dan pelaksanaan
Program Seribu Doktor, memuat nuansa membangun Manusia Berkwalitas untuk Papua,
sehingga Papua menjadi pusat komuditas manusia yang berkwalitas dunia, dan
mengisi kebutuhan Pembangunan Nasional.
Membangun Papua yang
maju dan berkwalitas adalah juga tuntutan 3 Proklamasi Papua tentang masa depan
Papua, yang kini mulai terwujud
dalam Kemerdekaan Indonesia.
Papua Bangkit dan Papua
Sejahtera dapat disebut juga Emerging
Papua adalah wujud masa depan Papua yang kini merupakan sebuah proses yang
sedang berlangsung dalam sistim pemerintahan Otonomi Khusus yang perlu
disingkapi secara cermat dengan prioritas yang tepat guna. Program-program berkelanjutan
dengan rantai sub program penyambung yang dapat mendorong proses open dialog
antara masyarakat dan pemerintah untuk membuka keisolasian Papua, baik
kehidupan nyata maupun pandangan baru tentang masa depan Papua, harus
tercerimin dalam tindakan keseharian semua pihak. Pendidikan merupakan faktor
pembentuk karakter manusia pembangun.
Transformasi
pengetahuan dan ketrampilan merupakan proses pendidikan langsung melalui
adaptasi pergaulan di masyarakat majemuk yang kini kian mengisi pembangunan
Papua. Masa depan yang baik dan maju tercipta karena manusia Papua siap
mempergunakan masa sekarang dengan cerdas dan cermat. Para Pemuda Papua tidak
menyia-nyiakan waktu dengan alcohol, narkotik, kriminalisasi dan berbagai
kegiatan asusila yang merusak watak kemanusiaan. Diharapkan, bahkan pemerintah
bertujuan membentuk generasi baru Papua yang berkwalitas, cerdas dan
berkapasitas nasional yang dapat mengisi pembangunan Papua melalui pendidikan
dan pelatihan yang terpadu. Tentu saja
sebuah tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi luhur dan
berguna bila program-program masa depan di dasari oleh pilosophi pembangunan
yang berfokus pada pembangunan Sumber Daya Manusia Pembangun Bangsa yang
berkwalitas, sehat dan berjiwa Pancasila yang kuat.
Itulah jawaban atas Qua
Vadis Papua.
Merdeka bukan segalanya
bagi Papua, karena tanpa merdeka sekalipun Papua exist dan maju dalam kapasitas
warga Negara Indonesia yang berkwalitas mengisi pembangunan Papua dan
Pembangunan Indonesia bahkan menjadi anggota masyarakat dunia yang berkwalitas
internasional.***
*Penulis Pemerhati
masalah Sosial Politik Papua
0 komentar:
Posting Komentar