Oleh : M. Usman Fakaubun*
LAMPU hijau penyelenggaraan PON XX Papua telah diberikan Pemerintah Pusat lewat Presiden Jokowi dalam Ratas (Rapat Terbatas) bersama Gubernur Lukas Enembe dan sejumlah staf terkait pada Rabu, 19 Juli 2017 lalu di Jakarta. Sejumlah Menteri telah diperintahkan Jokowi untuk sukseskan PON Papua. Seperti Menteri PUPR sebagaimana diungkapkan Gubernur Lukas akan menyiapkan infrastruktur penunjang bukan venue yang bila dikonfersi dari nilai fisik ke rupiah mencapai Rp. 1,6 T yang sudah barang tentu penyebaran proyeknya di Prov Papua meliputi lima cluster penyelenggara PON seperti di Merauke, Wamena, Biak, Jayapura dan Timika.
Kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur Lukas telah melaporkan, dana yang telah dikeluarkan dari APBD Papua sebesar Rp. 2 trilyun. Cuma tidak dijelaskan secara rinci sasaran penggunaannya. Berapa untuk pembangunan Stadion Utama Kampung Harapan, berapa untuk rehabilitasi/pembangunan baru venue di Kabupaten, serta berapa yang terpakai saat berjuang menjadi tuan rumah sejak 2013 lalu. Termasuk juga yang digunakan tiga pilar penyangga, Koni, PB PON dan Disorda. Besaran Alokasi Anggaran itu harus transparan, karena harus diakui bahwa transparansi Anggaran buat publik itu sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya. Di samping itu, Pengawasan masyarakat itu sangat perlu di samping pengawasan dari DPRP/DPRD Kabupaten serta pengawasan dari instansi resmi yang ada, sehingga bila ada deviasi segera dibenahi oleh instansi tehnis yang bersangkutan. Jangan menunggu hingga ada temuan dari Instansi Pengawas/Pemeriksa yang pada gilirannya menyusahkan pihak-pihak terkait, terutama Pemimpin di negeri ini. Hal ini yang tidak boleh terjadi. Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) mendapat porsi tanggung jawab dari Gubernur Papua untuk proyek infrastruktur venue pertandingan sedangkan proyek penunjang yang di luar venue pertandingan menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR yang nilainya mencapai Rp. 1,6 T seperti yang sudah diarahkan Presiden Jokowi dalam Ratas, Rabu siang. Sehingga kedua instansi ini perlu berkoordinasi agar tidak terjadi tumpang-tindih di lapangan. Fungsi koordinasi antara tiga pilar penyangga PON tersebut tampaknya tidak berjalan baik. Akibatnya terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan di lapangan. Padahal, yang namanya kerjasama itu sangat perlu. Tiga pilar itu harus berjalan secara simultan bersama-sama menjalankan tugas dan fungsingnya. Proyek fisik jalan, atlet/pemain yang akan berlaga programnya juga jalan di samping persiapan perangkat pelaksana pertandingan dan administrasi/korespondensi dengan Koni Pusat/Provinsi serta PB Induk Organisasi juga jalan kan enak. Jadi benar-benar suasana pesta PON itu sudah terasa. Gaungnya mulai terdengar ke mana-mana. Jangan sampai ada yang berdalih bahwa PON 2020 itu masih jauh, dua atau tiga tahun lagi. Jadi biar santai saja dululah. Alur berpikir seperti itu mudah-mudahan saja tidak ada. Ada sementara pihak yang mengatakan, semua kendala ini bisa kembali berjalan normal manakala penunggu dapur organisasi Koni itu stasioner di tempat. Mengendalikan semua pekerjaan dari Kantor Koni Papua itu jauh lebih efektif. Karena lead sektornya itu ada di Koni. Instansi lain itu hanya pendukung saja. Ini masalah yang mungkin menjadi kendala selama ini sehingga perlu dipertegas bahwa pasal 36 Anggaran Dasar Koni telah menjelaskan itu bahwa ini olahraga prestasi sehingga kewenangannya untuk menyelenggarakan Olahraga Prestasi itu adalah Koni yang boleh saja disupport oleh pihak lain. Kalau proyek infrastruktur sudah aman, maka yang menjadi kendala sekarang adalah tugas Koni Papua mempersiapkan atlet/pemain yang akan tampil di arena pertandingan nanti. Sebab apabila terlambat dalam rekrutmen atlet/pemain, maka jangan berharap banyak. Padahal di awal, Papua sudah pasang target merebut empat terbaik yaitu prestasi terbaik, penyelenggara terbaik, meningkatkan ekonomi rakyat serta meningkatkan rasa kebersamaan dalam filosofi Bhineka Tunggal Ika.
Kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur Lukas telah melaporkan, dana yang telah dikeluarkan dari APBD Papua sebesar Rp. 2 trilyun. Cuma tidak dijelaskan secara rinci sasaran penggunaannya. Berapa untuk pembangunan Stadion Utama Kampung Harapan, berapa untuk rehabilitasi/pembangunan baru venue di Kabupaten, serta berapa yang terpakai saat berjuang menjadi tuan rumah sejak 2013 lalu. Termasuk juga yang digunakan tiga pilar penyangga, Koni, PB PON dan Disorda. Besaran Alokasi Anggaran itu harus transparan, karena harus diakui bahwa transparansi Anggaran buat publik itu sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya. Di samping itu, Pengawasan masyarakat itu sangat perlu di samping pengawasan dari DPRP/DPRD Kabupaten serta pengawasan dari instansi resmi yang ada, sehingga bila ada deviasi segera dibenahi oleh instansi tehnis yang bersangkutan. Jangan menunggu hingga ada temuan dari Instansi Pengawas/Pemeriksa yang pada gilirannya menyusahkan pihak-pihak terkait, terutama Pemimpin di negeri ini. Hal ini yang tidak boleh terjadi. Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) mendapat porsi tanggung jawab dari Gubernur Papua untuk proyek infrastruktur venue pertandingan sedangkan proyek penunjang yang di luar venue pertandingan menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR yang nilainya mencapai Rp. 1,6 T seperti yang sudah diarahkan Presiden Jokowi dalam Ratas, Rabu siang. Sehingga kedua instansi ini perlu berkoordinasi agar tidak terjadi tumpang-tindih di lapangan. Fungsi koordinasi antara tiga pilar penyangga PON tersebut tampaknya tidak berjalan baik. Akibatnya terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan di lapangan. Padahal, yang namanya kerjasama itu sangat perlu. Tiga pilar itu harus berjalan secara simultan bersama-sama menjalankan tugas dan fungsingnya. Proyek fisik jalan, atlet/pemain yang akan berlaga programnya juga jalan di samping persiapan perangkat pelaksana pertandingan dan administrasi/korespondensi dengan Koni Pusat/Provinsi serta PB Induk Organisasi juga jalan kan enak. Jadi benar-benar suasana pesta PON itu sudah terasa. Gaungnya mulai terdengar ke mana-mana. Jangan sampai ada yang berdalih bahwa PON 2020 itu masih jauh, dua atau tiga tahun lagi. Jadi biar santai saja dululah. Alur berpikir seperti itu mudah-mudahan saja tidak ada. Ada sementara pihak yang mengatakan, semua kendala ini bisa kembali berjalan normal manakala penunggu dapur organisasi Koni itu stasioner di tempat. Mengendalikan semua pekerjaan dari Kantor Koni Papua itu jauh lebih efektif. Karena lead sektornya itu ada di Koni. Instansi lain itu hanya pendukung saja. Ini masalah yang mungkin menjadi kendala selama ini sehingga perlu dipertegas bahwa pasal 36 Anggaran Dasar Koni telah menjelaskan itu bahwa ini olahraga prestasi sehingga kewenangannya untuk menyelenggarakan Olahraga Prestasi itu adalah Koni yang boleh saja disupport oleh pihak lain. Kalau proyek infrastruktur sudah aman, maka yang menjadi kendala sekarang adalah tugas Koni Papua mempersiapkan atlet/pemain yang akan tampil di arena pertandingan nanti. Sebab apabila terlambat dalam rekrutmen atlet/pemain, maka jangan berharap banyak. Padahal di awal, Papua sudah pasang target merebut empat terbaik yaitu prestasi terbaik, penyelenggara terbaik, meningkatkan ekonomi rakyat serta meningkatkan rasa kebersamaan dalam filosofi Bhineka Tunggal Ika.
Sampai hari ini (Jumat,21 Juli) saat tulisan ini diturunkan, kantor Koni Papua nyaris tidak ada aktivitas yang berarti. Ini kondisi yang terjadi seperti tidak ada tanda-tanda mau ada hajat besar. Kondisi ini kalau tidak disampaikan atau didiamkan adalah salah besar. Mestinya sudah saatnya demam PON digelorakan dari sekarang. Bisik punya bisik semua kegiatan stagnan menunggu cairnya ‘vitamin’ pendukung agar menambah stamina pengurusnya yang sudah bekerja dengan hati. Pengurusnya sudah punya program untuk mau mulai bergerak sejak awal tahun ini tapi belum turun ‘vitaminnya’. Padahal programnya sangat bagus seperti sudah punya program untuk mendulang atlet berbakat lewat PORProv/PORkab yang ancar-ancarnya mulai Januari s/d Juni 2017 ini dilanjutkan dengan PUSLATProv tapi semua terbentur masalah vitamin yang belum turun. Di samping itu, rencana untuk mengadakan pertemuan bersama Konida tingkat dua bersama semua induk olahraga membahas masalah PON XX di mana Panitia Pelaksana dan Pengarahnya telah siap, tapi terkendala lagi.
Setelah ada warning dari Istana dan Senayan (Pintu Satu), maka rasanya sudah saatnya semua pihak membuka diri. Perlu diadakan evaluasi bersama tiga pilar, Koni, PB PON dan Disorda. Masing-masing bidang sudah jelas tupoksi. Dan diharapkan kantor Koni sebagai leading sektor Olahraga di tanah air mulai bangkit menggelorakan semangat menuju PON XX Papua. Karena PON ini adalah gawenya Koni yang harus tampil di depan dan pegang kendali. Jujur, malu apabila PON jadi tapi prestasi kita terpuruk hanya karena masalah vitamin dan kebersamaan yang tidak terjaga. Komisi V DPRP yang membidangi pendidikan dan olahraga, beberapa bulan lewat melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) yang harus dihadiri Tiga Pilar, tapi hanya Koni Papua yang hadir. Dua komponen lainnya tidak hadir lantaran berdalih materi yang dibahas kurang dikuasai. Beginilah kondisi riil yang terjadi. Akhir dari tulisan ini mudah-mudahan bisa dilakukan pertemuan bersama, duduk bersama untuk membuat cair semua persoalan yang selama ini ‘beku’. Persoalan olahraga Papua ini ibarat bongkahan gunung es. Bongkahan terbesar ada di dasar laut, sementara bagian kecilnya saja yang nongol ke permukaan. Akhirnya, lebih baik kita ‘berkelahi’ sekarang daripada kita kehilangan muka di kemudian hari. #
________
*penulis, ketua Dewan Kehormatan PWI Papua
( Tulisan ini Pernah dimuat di harian Cenderawasih Pos)
0 komentar:
Posting Komentar