Penulis : Hans Z. Kaiwai
BEBERAPA tahun terakhir, masalah
belum optimalnya penyerapan anggaran masih menjadi tantangan fiskal di daerah. Saat
ini dengan adanya peningkatan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam APBN 2016 menutut pemerintah daerah
untuk mempercepat penyerapan anggarannya. Pada tahun 2016, pemerintah daerah,
yang tidak menggunakan Dana Transfer dan Dana Desa dari pemerintah pusat secara
maksmimal dan cenderung memarkir dana tersebut di bank, perlu mencermati adanya
kebijakan transfer nontunai dalam APBN 2016.
Payung
hukum kebijakan tersebut diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2015 tentang APBN 2016. Disana diatur bahwa “penyaluran anggaran Transfer
ke Daerah dan Dana Desa dapat dilakukan dalam bentuk tunai dan nontunai” dan
“bagi daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah
tidak wajar, dilakukan konversi penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) dan/atau Dana
Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk nontunai”.
Selanjutnya
untuk mengimplementasikan kebijakan transfer nontunai tersebut, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.7/2015 tentang Konversi
Penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) dan/atau Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk
Nontunai. Dimana kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong penyerapan APBD yang
optimal dan tepat waktu, dan mengurangi uang kas dan/atau simpanan pemerintah
daerah di bank dalam jumlah yang tidak wajar.
Kebijakan
transfer nontunai ini dikuatirkan dapat mempengaruhi likuiditas perbankan di
daerah. Walaupun demikian, hal ini dipandang sebagai suatu instrumen kebijakan fiskal
yang dapat mengontrol perilaku pemerintah daerah dalam memarkir anggaran
transfer di perbankan, terutama ketika telah dilakukan penguatan desentralisasi
fiskal melalui peningkatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Ketika
mengamati postur APBN 2016 dari sisi belanja, kita mendapati adanya perubahan yang
cukup mendasar dibandingkan APBN sebelumnya. Anggaran Transfer ke Daerah dan
Dana Desa mencapai Rp 723,3 triliun, naik Rp 79,4 triliun (12 persen) dari pagu
anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa APBNP 2015. Sementara itu, pagu Dana
Alokasi Khusus (DAK) ditingkatkan dari 58,8 triliun pada APBNP 2015 menjadi Rp
208,9 triliun dalam APBN 2016 atau naik Rp 150,1 triliun (255 persen).
Belanja
yang ekspansif pada APBN 2016 dimaksudkan untuk meningkatkan anggaran
infrastruktur di daerah dalam upaya memperkuat fondasi pembangunan yang
berkualitas dan mewujudkan misi membangun Indonesia dari pinggiran.
Pengalokasian dan penyaluran belanja negara yang besar ke daerah ini tentu
harus dikelolah dengan baik agar mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dana
Menganggur
Kita mengetahui bersama bahwa
dalam beberapa tahun anggaran terakhir, adanya simpanan pemerintah daerah di
bank dalam jumlah yang tidak wajar. Dana menganggur pemerintah daerah, di
seluruh Indonesia, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Misalnya,
pada tahun 2013, simpanan pemerintah daerah di bank sebesar Rp 92,4 triliun
meningkat menjadi Rp 113,2 triliun di tahun 2014. Dan pada tahun terakhir yaitu
tahun 2015, jumlah simpanan pemerintah daerah mencapai Rp 291,5 triliun di
bulan September.
Dari
amatan terhadap pola pergerakan simpanan pemerintah daerah di bank, biasanya
meningkat pada bulan April, kemudian meningkat lagi pada bulan Juni, dan akan
mencapai puncaknya pada bulan September. Pola pergerakan simpanan seperti ini
ada hubungannya dengan pola tahapan penyaluran dana transfer dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah.
Disamping
itu, masih adanya tantangan klasik dalam pola penyerapan anggaran. Biasanya
belanja pemerintah daerah menumpuk pada triwulan III dan IV. Sementara itu,
adanya dana menganggur pemerintah daerah di perbankan yang cukup besar bahkan
dalam jumlah yang tidak wajar.
Walaupun pada akhirnya anggaran
tersebut dapat dibelanjakan dengan sangat cepat pada dua bulan terakhir (November,
Desember). Namun pola penyerapan anggaran seperti ini tidak sehat dan perlu
diperbaiki untuk meningkatkan kualitas belanja pemerintah daerah.
Kebijakan
Transfer Nontunai
Untuk mengantisipasi kembali
terjadi dana mengganggur di tahun 2016 seperti tahun-tahun sebelumnya,
pemerintah telah merumuskan kebijakan transfer nontunai dalam APBN 2016. Konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam
bentuk transfer nontunai dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN).
Dimana
berdasarkan kebijakan tersebut, daerah yang patut dikonversi Transfer DBH dan
DAU-nya dalam bentuk transfer nontunai adalah daerah yang memiliki saldo kas
dan setara kas melebihi belanja operasi dan 50% belanja modal untuk kurun waktu
3 bulan berikutnya. Dimana data untuk menentukan daerah layak konversi
diperoleh dari laporan posisi kas bulanan dan ringkasan realisasi APBD bulanan.
Misalnya,
posisi kas daerah bulan Februari Rp 100, sementara rencana pengeluaran operasi
dan belanja modal 3 bulan berikutnya (April, Mei, Juni) masing-masing Rp 25,
atau total Rp 75, maka adanya dana menganggur sebesar Rp 25. Dan jika rata-rata
nasional dana menganggur sebesar Rp 23, maka daerah tersebut ditetapkan sebagai
daerah layak konversi pada penyaluran Triwulan I (bulan Maret).
Untuk
itu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Papua perlu mencermati
dan mengantisipasi dalam mengelolah manajemen kas daerah, sehingga nantinya
tidak masuk dalam daerah yang ditentukan sebagai daerah yang mendapatkan
transfer nontunai DBH dan DAU.
Kiranya
dengan adanya kebijakan pengendalian dana menganggur melalui kebijakan transfer
nontunai DBH dan DAU ini, akan mengakibatkan semakin berkurangnya akumulasi
dana menganggur pemerintah daerah di perbankan. Dan sebaliknya semakin
meningkatnya penyerapan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Dan juga semakin
optimalnya penyerapan APBD sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah.
Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Cenderawasih,
Ekonom Kementerian Keuangan.
0 komentar:
Posting Komentar