Penulis: Bung Elias Idie*
WACANA Otonomi Khusus Papua akhir-akhir ini menjadi perbicangan menarik antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua (baca; antar Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Ham Republik Indonesia dengan Gubernur Provinsi Papua) Perbincangan utama antar lain, Pemerintah Pusat ingin melakukan audit penggunaan Dana Otonomi Khusus yang selama ini dikucurkan bernilai triliunan rupiah, namun dinilai belum diperuntukan secara baik dan proporsional untuk pembangunan di tanah ini.
Pendapat sebaliknya dari Pemerintah Provinsi Papua bahwa Pertama; Dana Otonomi Khusus yang selama ini dikucurkan sudah digunakan dengan baik, dengan mengalokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar Delapan Puluh Persen (80%) untuk pembangunan di Daerah, Kedua; Jika Pemerintah Pusat menginginkan proses audit maka Otsus ini dikembalikan saja, karena Penggelontoran Dana Otonomi Khusus selama ini dirasa tidak cukup membangun Papua. Tentu pendapat ini, masih perlu diperdebatkan dengan pembuktian lebih jauh dan menyeluruh.
Otsus Dikembalikan? Apakah Isi Otsus Hanya Mengatur Uang?
Penyelenggaraaan roda pemerintahan di Provinsi Papua dalam kerangka Otonomi khusus sesuai ketentuan Undang-udang No. 21 Tahun 2001 bahwa pertama; Penyelenggaraan tugas Pemerintah Provinsi, DPRP dan MRP dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. kedua; Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Provinsi Papua dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sehingga tentu saat ini, perdebatan antara Jakarta dan Papua berkaitan persoalan implementasi Undang-undag Otonomi Khusus, harus dijelaskan kepada masyarakat apakah Undang-undang Otonomi Khusus hanya mangatur tentang pembagian atau pengalokasian uang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Papua? atau ada kewenangan lain dalam Undang-undang tersebut, yang sejauh ini belum dapat dijabarkan? Perdebatan saat ini, dapat dilihat dalam dua makna; pertama; Pemerintah Pusat menjalangkan tanggungjawab sebagai penyelenggaraan pemerintahan ditingkat pusat, dimana mau memastikan keberhasilan pembangunan di daerah –daerah termasuk Papua, kedua; Menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan dalam hal penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pengamatan penulis seharusnya pemerintah Provinsi Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua menjelaskan kepada masyarakat Papua bahwasannya Otonomi Khusus tidak saja kucuran dana triliunan rupiah namun juga ada kewenangan lain yang diamanatkan oleh Undang-undang tersebut, kepada Pemerintah Provinsi,DPRP dan MRP untuk menjabarkan dalam bentuk Perdasus dan Perdasi, misalkan persoalan Perekenomian, Hak Asasi Manusia, Pendidikan dan Kebudayaan, Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Sosial dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan, sehingga rakyat Papua memahami dan mengerti akan persoalan Otsus secara menyeluruh.
Misalnya Persoalan Perekonomian; Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global, diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan. Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya diatur dengan Perdasus. Apakah sudah dijabarkan?
Persoalan Hak Asasi Manusia; Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan. memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua. Pemerintah membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan diatur dengan Perdasi. Apakah sudah dijabarkan?
Pemerintah Provinsi Papua,DPRP, MRP, menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat bahwasannya inilah sekian Rancangan Perdasus dan Perdasi, yang telah dirumuskan sebagai penjabaran pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus Papua, namun tidak bisa diimplementasikan karena dengan berbagai pertimbangkan antara lain, misalnya; Pemerintah Pusat menganggap sangat bertentangan dengan konstitusi atau melampui kewenangan pusat, namun secara subtansi memberikan dampak positif terhadap pembangunan di Papua. Sehingga perdebatan menyangkut Otonomi Khusus Papua tidak menjadi persoalan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Provinsi Papua semata, namun menjadi persoalan bersama. Seolah Otonomi Khusus hanya bertuan pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua, tetapi tidak bertuan pada rakyat Papua.
Akar Masalah Otsus
Apa masalahnya sehingga implementasi Undang-undang Otsus ini tidak berjalan susuai harapan dan cita-cita mulia para pengagas dan kita sebagai rakyat? Secara sederhana, dapat disimpulkan dalam dua soal umum yakni: satu, Pemerintah Pusat (Jakarta) belum memiliki kehendak baik (political will) untuk memajukan kesejahteraan rakyat Papua, tetapi lebih cenderung hanya mau menikmati kekayaan tanah Papua; dan kedua,Pemerintah Daerah (Papua) belum sepenuhnya menjabarkan muatan Undang-undang Otonomi Khusus dalam bentuk program maupun Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah (Perdasi) dengan muatan persoalan Ekonomi, Hak Asasi Manusis, Pendidikan dan Kebudayaan, Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Social dan Pengawsan.
Otsus ini kemudian diganggu oleh para elit politik yang tidak konsisiten dalam melaksanaannya. Olehnya, Otsus “tidak lagi” menjadi solusi, tetapi memunculkan sejumlah masalah baru dan krusial. Kesejahteraan rakyat Papua yang menjadi tujuan suci otsus belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan. Demikian pula dengan infrastrukturnya sangat terbatas, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi momok menakutkan serta terbatasnya pemenuhan kebutuhan dasar, bahkan indicator pembangunan manusia Papua pun sangat rendah dibawah rata-rata nasional..
Tidak Harus Mengembalikan Otsus
Tentu rakyat Papua berharap jikalau memang ada kemauan dan niat luhur membangun negeri ini melalui pendekatan Undang-undang Otonomi Khusus menjelang 10 tahun batas akhir pemberlakuan, marilah secara bersama-sama (baca;Pemerintah dan Rakyat) Papua segera melakukan beberapa tindakan antar lain, Pertama; Mengindentifikasi keberhasilan pembangunan Papua selama 15 tahun penyelenggraan otonomi Khusus,Kedua; Melakukan Kajian terhadap kendala pembangunan Papua dalam pendekatan otonomi Khusus,Ketiga; Mendesain Tata Kelola Pemerintahan yang bersifat Rekognisi –Subsidiaritas dengan berpedoman pada Nawa Cita, Keempat; Menggagas Visi Baru Pembangunan Papua 2025.***
*Penulis adalah : Mantan Ketua Cabang GMKI Jogjakarta Periode 2009-2011
0 komentar:
Posting Komentar