Rabu, 29 April 2015

Peringatan Hardiknas dan Taruhan Masa Depan Generasi Muda

                                                                    Penulis: James Modouw *)


Refleksi Hardiknas
  Tanggal 2 Mei merupakan hari lahirnya tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Peringatan hari pendidikan nasional biasanya dimeriahkan dengan lomba-lomba dan upacara bendera pada tingkat sekolah maupun pemerintah daerah. Ada baiknya pada momentum ini kita kembali merefleksi apa yang diajarkan oleh tokoh pendidikan ini tentang prinsip kepemimpinan yang telah menjadi inti dari kepemimpinan Pancasila saat ini yaitu, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Pengertian dari prinsip kepemimpinan ini yaitu ketika seseorang menjadi pemimpin diantara kelompoknya, haruslah ia menjadi teladan yang baik bagi anggotanya, ketika berada diantara anggotanya  haruslah ia selalu membangun semangat, ketika anggota/stafnya sedang menjalankan tugas dan tanggung jawab organisasi, ia harus selalu memberi dukungan, Sikap ini seharusnya melekat pada kita semua sebagai pemimpin saat ini. baik pemimpin formal di kantor-kantor, di masyarakat, di sekolah, demikian halnya orang tua di rumah sebagai pemimpinan informal. Oleh karena pendidikan dalam pengertian pembentukan sikap juga berlangsung dari proses tiru meniru antara sesama kita dalam pergaulan sehari-hari, maka tanggung jawab kepemimpinan pancasila ini juga melekat pada setiap orang terutama orang dewasa.  Apakah setiap kita sudah berlaku sebagai pemimpin bagi diri sendiri dan bagi orang lain? 

Strategi Nasional
  Strategi pengelolaan pendidikan kita di Indonesia telah berlangsung dengan berbagai tema dengan maksud mempercepat kualitas pengembangan sumberdaya manusia Indonesia agar tetap setara dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Ketika masa orde baru di awal tahun 1990an terkenal tema link and match, pendidikan harus berorientasi pasar kerja. Setelah reformasi kita mengenal tema, peningkatan mutu, akses, relevansi dan tatakelolah. Kabinet kerja saat ini merumuskan tema percepatan dan peningkatan : mutu, akses, efektifitas tatakelola dan pelibatan publik. Terdapat dua hal yang akan mendapat tambahan penekanan pada pemerintahan saat ini yaitu percepatan dan pelibatan publik pada mutu, akses dan efektifitas tatakelola. Bagaimana hal ini dapat kita implementasikan dalam konteks pembangunan pendidikan baik di provinsi, kabupaten, dan satuan pendidikan?

Mutu Belajar
   Mutu pembelajaran selalu mengacu pada syarat-syarat yang telah ditentukan sebagai sebuah standar. Kalau pembelajaran di sekolah tidak mengacu pada syarat dan standar seperti penilaian hasil belajar, penentuan kenaikan kelas, penentuan kelulusan, maka mutu hasil belajar kita akan rendah. Sudah barang tentu yang dimaksud mutu disini bukan hanya penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga sikap dan perilaku seseorang yang menjadi kepribadiannya.
Saat ini ujian nasional tidak lagi menjadi standar penentu bagi kelulusan siswa, hal ini berarti standar kelulusan diserahkan kewenangannya kepada guru, rapat pertimbangan dewan guru disekolah. Penyerahan kewenangan ini mempunyai implikasi yang serius terhadap masa depan generasi muda bangsa dan negara untuk bersaing di era pasar kerja global (misalnya tantangan MEA). Hal ini juga berarti kita telah melepaskan kewenangan kontrol standar mutu pembelajaran kita dari pemerintah kepada sekolah. Apakah desentralisasi kendali mutu ini dapat mempercepat peningkatan mutu oleh sekolah yang berorientasinya terhadap tuntutan kompetensi pasar global?, Sekalipun kita pernah jalani model penilaian kelulusan seperti ini pada akhir tahun 1990an hingga awal tahun 2000an, caranya adalah dengan melibatkan kontrol publik, kita perlu jejaki kembali pengalaman ini.
Disisi lain perubahan ini akan sangat membantu para siswa untuk belajar tidak berorientasi pada soal-soal ujian dan kelulusan ujian nasional, tetapi belajar mengejar ilmu yang disukainya, menyongsong pekerjaan yang akan disenanginya, dengan tetap memperhatikan standar standar yang telah ditentukan.

Akses Pendidikan
   Jangkauan masyarakat terhadap terhadap fasilitas pendidikan seperti sekolah, taman belajar, pusat informasi, museum dan kebun binatang/kebun raya, taman nasional, merupakan tantangan yang berat karena luasnya wilayah, fasilitas komunikasi dan transportasi yang menghubungkan setiap lokasi yang belum memadai. Cara yang ditempuh selama ini yaitu dengan mendekatkan fasilitas pendidikan terhadap pemukiman masyarakat ataupun mengembangkan pusat-pusat pendidikan terpadu. Masalah akses lebih dominan harus dipikirkan dengan pola pendekatan kewilayahan. Oleh sebab itu intitusi pendidikan baik di kabupaten/kota, maupun di provinsi dan pusat harus memiliki tenaga yang memiliki kemampuan dibidang perencanaan kawasan, atau perencanaan akses bekerjasama dengan Bappeda agar kebutuhan infrastruktur kawasan dapat dipikirkan sekaligus.

Efektifitas Tata Kelola
  Kepemimpinan pendidikan merupakan kunci keberhasilan mengelola proses belajar. Kepemimpinan di satuan pendidikan di perankan oleh Pendidik/Pengajar, Ketua Program Studi, Ketua Jurusan, Kepala Sekolah, Dekan, Direktur, Ketua dan Rektor. Kepempinan memiliki kompetensi tersendiri, tidak terdapat dalam ilmu pengetahuan umum seperti, Bahasa Indonesia, Matematika dan lain-lainnya. Oleh sebab itu kepemimpinan harus melalui suatu proses pelatihan dan praktek empiris yang perlu direncanakan dan dilaksanakan secara terus menerus.
   Di kalangan persekolahan di provinsi Papua selama ini telah banyak guru dan kepala sekolah yang dilatih untuk memiliki kepemimpinan pendidikan yang efektif. Kepemimpinan selalu harus adil dan tidak berpihak pada kepentingan apapun, kecuali berpihak pada masyarakat yang lemah. Eforia politik lokal dalam masa pergantian kepala daerah sering menghancurkan kapasitas kepemimpinan pendidikan yang telah terpasang dengan biaya, daya dan waktu yang tidak dapat tergantikan. Efektifitas pengelolaan sekolah kembali tergadaikan oleh bargaining politik, tatakelola pendidikan kembali meniti jalan panjang dimulai dari titik nadir terendah untuk mengejar mimpi yang indah namun tidak jarang yang hadir adalah kepalsuan dalam data belaka.
   Tatakelola yang transparan, akuntabel dan partisipatif merupakan kiat manajamen pendidikan yang baik karena dengan demikian akan melibatkan tanggung jawab masyarakat luas. Model pengelolaan administrasi seperti ini akan sangat menunjukan kekurangan dan kelebihan kita, sehingga menarik minat masyarakat yang memiliki kemampun untuk memberi kepada sesamanya melalui pendidikan. Memberi dapat melalui keahliannya, jaringan relasinya, fasilitasnya, maupun dana sehingga dapat menopang efektifitas tatakelolah satuan pendidikan, baik formal berupa sekolah dan perguruan tinggi maupun non formal berupa kursus dan pelatihan serta kelompok-kelompok belajar informal lainnya di masyarakat.

Pelibatan Publik
  Melibatkan publik/masyarakat merupakan model penyelenggaraan pendidikan yang demokratis. Sesungguhnya masyarakat lebih mengetahui apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya untuk mampu bersaing dalam berbagai lapangan pekerjaan dan mata pencaharian. Oleh karena itu lembaga penyelenggara pendidikan baik formal dan non formal mesti melibatkan publik dalam berbagai pertimbangan pengambilan keputusan. Publik dalam hal ini adalah lembaga yang berada di masyarakat berupa dunia usaha, asosiasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga agama, lembaga pemerintah yang mempraktekkan keahlian yang serupa ataupun yang peduli terhadap masa depan generasi muda serta pembangunan demi kemajuan bersama. Di kalangan sekolah selama ini pelibatan publiknya selalu berupa komite sekolah yang anggotanya adalah orang tua wali. Sesungguhnya komite sekolah bukan perwakilan orang tua saja, tetapi komite sekolah haruslah semua orang yang peduli terhadap kemajuan generasi penerusnya melalui pendidikan.
   Pemberian kewenangan kelulusan kepada sekolah merupakan peluang bagi pelibatan masyarakat untuk mengawal pendidikan kita agar tetap berproses sesuai dengan standar dan tuntutan pasar kerja lokal maupun global.  Caranya adalah dengan melibatkan publik/masyarakat melalui komite sekolah, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, asosiasi profesi maupun dunia usaha.
   Dengan demikian kepemilikan sekolah akan kembali menjadi milik masyarakat, bukan hanya milik pemerintah seperti pada awal kemerdekaan kita dulu. Kontrol publik terhadap sekolah dapat ditekankan pada aspek mutu layanannya terhadap masyarakat dan acuannya pada standar kompetensi dan standar profesi. Bersamaan dengan itu kita perlu menghadirkan sikap kepemimpinan pancasila dalam kehidupan sehari hari serta mempecepat mutu akses dan tatakelolah pendidikan kita.***

*) penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Manajemen Perkotaan.
( Tulisan ini sudah dimuat di Harian Cenderawasih Pos 2015)




0 komentar:

Posting Komentar