Oleh
: John Al. Norotouw *)
Boeng Karno
menyatakan Sumpah Pemuda Indonesia tahun 1928 bermakna revolusioner; berisi
prinsip perjuangan yaitu unity (persatuan), maka kepada Pemuda Indonesia dimasa
Indonesia merdeka dianjurkan “warisilah api-nya bukan abu-nya”. (Sumpah Pemuda
ke 35, 28 Oktober 1963).
Warisilah
apinya !!!!!
Hei Pemuda Indonesia, jangan mewarisi
abunya, karena abu adalah sampah yang tak berguna, sedangkan api akan terus
menerus mengobarkan semangat juang yang tak kunjung padam mengisi Kemerdekaan
Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Ketika Pemuda Indonesia menyadari pentingnya
kekuatan Pemuda dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia, maka semangat untuk
mengikat kekuatan pemuda nusantara yang berjuang sendiri-sendiri dalam bentuk pecahan
Jong dimasing-masing daerah mereka, harus di padukan dalam sebuah semangat
pemuda nasional Indonesia, dan kobarkan semangat api revolusi yang tak kunjung
padam sampai Indonesia merdeka.
Bila sejenak kita
jejaki sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, bahwa sesungguhnya pemuda Indonesia
merupakan satu komponen bangsa Indonesia yang telah menyatakan tekad bulat
dalam sebuah ikrar untuk meninggalkan segala perbedaan dan perasaan sukuisme
atau daerahisme, golongan dan agama, yang lama terkenal dengan istilah Jong
Jawa, Jong Sumatera, Jong Kalimantan, Jong Sulawesi, Jong Ambon, dan Jong lainnya,
kedalam sebuah kesatuan Pemuda yang dinamakan Pemuda Indonesia. Tentu saja
berbagai upaya untuk mewujudkan cita-cita Revolusi Indonesia, Pemuda menampilkan
diri di garda revolusi terdepan sebagai kekuatan rakyat Indonesia yang siap
menerima dan menjalankan tugas revolusi demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia
yaitu merdeka.
Keputusan Kongres
Pemuda 28 Oktober 1928, yang kemudian terkenal dengan nama Sumpah Pemuda, atas
prakarsa Prof. Moh. Yamin, rumusan ikrar itu berbunyi:
Pertama: Kami
poetra-poetri Indonesia mengakoe betoempah darah satoe, Tanah Indonesia.
Kedua: Kami
poetra-poetri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami
poetra-poetri Indonesia mengakoe berbahasa satoe, Bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda Indonesia
1928 merupakan satu tonggak utama dan penting dalam sejarah pergerakan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ikrar atau janji atau lebih masyur dengan istilah
Sumpah ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menguatkan cita-cita
berdirinya Negara kita yang tercinta, Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan bukti
otentik bahwa ditanggal 28 Oktober 1928 ini bangsa Indonesia “lahir” dengan
semangat perjuangan, semangat ingin bebas dari cengkraman penjajahan. Kondisi
ketertindasan bangsa Indonesia selama ratusan tahun inilah yang mendorong para
pemuda Indonesia untuk membulatkan tekad demi harkat dan martabat diri bangsa
Indonesia.
Semua pecahan
organisasi Pemuda didaerah dengan nama Jong, disatukan kedalam kesatuan Pemuda
Indonesia, sehingga ikrar Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 telah menyatukan
seluruh suara, semangat dan kekuatan Pemuda se Indonesia, menjadi momentum
kebangkitan nasional. Sesudah Indonesia merdeka, setiap tahun, Sumpah Pemuda
diperingati secara nasional pada tanggal 28 Oktober.
Adakah
Jong Papoea?
Pertanyaan ini
menimbulkan banyak perdebatan yang serius terutama dikalangan orang Papua.
Sejarah Papua mencatat bahwa Tanah Papua telah terus menerus berada dibawah
kekuasaan penjajahan Kerajaan Belanda sejak tahun 1828 sampai dengan 1 Mei
1963. Hal mana, ada pandangan bahwa Papua tidak dapat dihubungkan dengan
perjuangan kemerdekaan Indonesia ataupun secara khusus dengan Sumpah Pemuda
Indonesia 1928 karena dalam kurun waktu tersebut perjuangan rakyat Indonesia
hanya sampai di Maluku atau Ambon dibawah Kesultanan Tidore dan Ternate, karena
itu Jong Ambon meliputi kesultanan tersebut. Orang Papua juga memperdebatkan
kekuasaan kesultanan Tidore/Ternate berwilayah sampai negeri tertimur Indonesia
yaitu Tanah Papua.
Namun demikian, sebagai
suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia tidak menjadikan
sejarah itu momok untuk mengisi kemerdekaan yang sudah dicapai menuju Indonesia
yang aman, adil dan makmur. Fakta sejarah di atas adalah merupakan perjalanan
perkembangan baru dan peradaban serta proses modernisasi yang kian kuat mengisi
kehidupan orang Papua.
Perasaan anti pati
terhadap integrasi Papua dalam Indonesia adalah sebab utama menghapus
nilai-nilai luhur dari kebersamaan dalam semangat Pemuda Indonesia, dimana
pemuda Papua termasuk dalam kesatuan jiwa raga pemuda Indonesia yang berjuang
untuk merdeka. Meskipun pemuda Papua tersirat dalam Jong Ambon, kehadiran
perwakilan pemuda-pemuda Papua di Kongres Pemuda Indonesia 27 – 28 Oktober
1928, di Batavia, tidak dapat dihapus
atau dilupakan dalam sejarah Indonesia dan perjuangan rakyat Indonesia terutama
pemuda Indonesia untuk merdeka. Meskipun nama-nama mereka tidak se-populer
seperti nama Moh. Yamin, Soegondo, Budi Utomo, atau W.R.Soepratman tetapi
kehadiran pemuda Papua di Kongres Pemuda Indonesia, telah ikut mencetuskan
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan menjadi duta Papua dalam revolusi
Kemerdekaan Indonesia.
Siapakah
Pemuda Papua yang menghadiri Kongres Pemuda Indonesia, di Batavia ?
Ondofolo Ramses Ohee,
seorang yang patut berbangga hati, bahwa kedua orang tuanya, masing-masing Poreu Abner Ohee dan Pouw Orpa Pallo,
adalah pasangan suami isteri muda asal kampong Asei Besar, di Danau Sentani,
Kabupaten Jayapura. Orang ketiga adaah seorang pemuda asal pulau Yapen, Serui
yang bernama Aitai Baitawi Karubaba,
yang lahir pada tahun 1898 di Kampung Ambai- Serui.
Perjuangan Pemuda Papua
perlu dicatat bahwa menjelang agenda Sumpah Pemuda akan dilaksanakan
diberangkatlah mereka dengan sebuah kapal yang bernama MIL, satu-satunya kapal
yang melakukan perjalanan antara Hollandia dan Batavia, pada tanggal 14 Agustus
1928. Mereka singgah di Ternate, tempat dimana ada pusat Kesultanan Tidore,
maka berkumpullah seluruh pemuda Indonesia wilayah Timur disana dibawah pecahan
pemuda Jong Ambon.
Perlu dicatat secara
jelas bahwa perjuangan Indonesia merdeka tidak dapat dipisahkan dari
keterlibatan pemuda-pemuda Papua, dan seperti disinyalir bahwa pada hari
Kongres Pemuda hendak dilaksanakan, mereka, bersama- seluruh pemuda dari
daerah-daerah lain meninggalkan istana Bogor menuju Batavia, yaitu di Jalan
Keramat Raya No. 166, Watervreden untuk bergabung dengan seluruh Pemuda
Indonesia menyatakan atau mengikrarkan Sumpah Pemuda Indonesia, 28 Oktober
1928.
Kini Indonesia dilanda
berbagai keributan dis-integarasi dari dalam negeri, mempertanyakan perbedaan
suku, warna kulit, rambut bahkan ideologi dan agama sekalipun. Bahkan banyak
pihak berusaha mengklaim hak dan kebenaran atas diri sekelompok atau atas nama
agama untuk mengklaim kepemilikannya atas Indonesia. Karenanya diharapkan
kiranya bakti ketiga Duta Pemuda Papua meski tidak mengibarkan bendera Jong
Papoea, tetapi dibawah panji Jong Ambon telah menyatakan diri hadir sebagai
duta pemuda Papoea, maka wajarlah Pemerintah memulai sebuah langkah apresiasi
kepada mereka, seperti bangunan monument atau pusara sebagai bukti sejarah
kepada anak-cucu dan seluruh bangsa Indonesia. Langkah awal yang positip
baru-baru ini telah dimulai oleh Dandim 1709 Yapen Waropen Letkol. Dedy Iswanto
dengan melakukan penelusuran melalui keluarga dan kerabat Aitai Karubaba dan mengunjungi makam Aitai
Karubaba di Kampung Rondepi- pulau Urfarari Distrik Ambai.
Warisilah Apinya jangan
debunya. Bahwa pemuda Indonesia, sejak dulu dan sekarang, dalam berbagai
partisipasi pembangunan bangsa, telah menjadi satu pilar yang kuat, akan datang
dan akan pergi, akan menjadi abu karena itu panggilan kodrati Ilahi, tetapi
Apinya, semangatnya, kiranya menjadi warisan abadi dalam tumbuh kembangnya
pemuda Indonesia bersama Indonesia merdeka yang di milikinya. ***
Digahayu Sumpah Pemuda
Indonesia ke 89.
Di dada yang kekar, di
lengan kokoh, ku tanam merah putihku.
Kemiri, 24 Oktober 2017
*)Penulis adalah Pengamat Sosial Politik PApua