Sabtu, 13 Juni 2015

Eforia Sekejap Diganti Sunyi Setahun

Oleh: Yaan Yoku *
SEMARAK FDS dengan thema “Budayaku Sejahteraku” yang berlangsung sejak 19-23 Juni 2015 telah usai, hiruk pikuk manusia dan pedagang telah berakhir. Khalkhote kembali sunyi tanpa sentuhan dan jejak kaki serta derap langkah pengunjung, sisa-sisa pameran dan dagangan berserakan disepanjang jalan menuju khalkhote, ibarat habis manis sepah di buang, stand-stand pameran kosong melompong dan dibiarkan begitu saja. Inikah bagian dari pelestarian budaya yang mengabaikan nilai-nilai lingkungan dan nilai-nilai sosial ekonomi..?. 
 “Eforia sekejap, diganti sunyi setahun”, adalah judul yang tepat bagi FDS dan juga event-event pariwisata lainnya di tanah Papua. Tidak pernah terpikirkan konsep keberlanjutan atau kontiniutas dari kegiatan tersebut melalui sebuah perencanaan yang menyeluruh untuk satu tahun, sehingga bumi Khenambay Umbay memiliki program pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang kontinyu dengan sebuah daya tarik tersendiri, salah satu adalah menjadikan khalkhote sebagai pusat kuliner dan budaya, dengan demikian maka khalkhote kedepan tidak diibaratkan dengan habis manis sepah di buang atau semarak sehari diganti sunyi setahun, tapi akan selalu ramai dengan pengunjung karena segalanya terjadwal dan tertata dengan baik dan rapi.
 Konsep seperti ini akan menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan, pelestarian budaya, meningkatkan kreatifitas masyarakat khususnya pemuda dan remaja untuk memanfaatkan khalkhote sebagai pusat hiburan dan pengembangan diri. Kreatifitas masyarakat akan meningkat untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai jual tinggi, masyarakat adat kembali mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai adat yang semakin hilang karena memiliki daya tarik dan daya jual yang tinggi sebab ada ruang bagi mereka untuk berkreasi dan berekspresi. 
 Pemuda dan remaja semakin mengembangkan potensi dirinya melalui berbagai kreasi seni dan budaya serta sastra, sisi lain transportasi semakin ditata dan tertata dengan baik, sehingga dunia usaha inipun tumbuh dengan prospek yang menjanjikan karena memberikan peluang usaha bagi terciptanya sebuah lapangan pekerjaan, sehingga melalui khalkhota banyak orang semakin mengenal bumi Khenambay Umbay.
 Delapan tahun pelaksanaan FDS sasaran dan tujuannya hanya sebagai atraksi budaya semata, tidak untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini jelas terlihat karena selama 8 tahun seluruh dana bagi pelaksanaan FDS menjadi tanggungan Pemda Kabupaten Jayapura, seharusnya di usia yang ke delapan, FDS sudah mampu membiayai dirinya sendiri, dan dikelola oleh swasta.
  8 tahun baru ada 1 hotel besar Hotel Grand Alison yang hadir di Sentani, sedangkan hotel Sentani Indah sudah tidak jelas posisinya, hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata tidak memiliki daya tarik di kabupaten Jayapura sehingga tidak ada pertumbuhan yang siqnifikan. Harusnya selama 8 tahun FDS dapat memacu pertumbuhan sektor-sektor ikutan yang memback up pariwisata seperti hotel dan restoran, tapi itu tidak terjadi karena FDS lebih mengejar eforia program dan kegiatan ketimbang sebuah konsep pengembangan pariwisata yang holistik dan terintegrasi serta kontinyu.
 Holistik, Integral dan Kontinyu adalah tiga kata yang tepat untuk mengembangkan pariwisata tidak hanya di Kabupaten Jayapura tapi untuk seluruh tanah Papua, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi serta bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan perekonomian mereka. Mengapa ini penting karena Papua jauh dan mahal. Sasaran kita adalah wisatawan baik lokal maupun asing, tanpa kehadiran mereka pariwisata tidak akan tumbuh dan memberikan manfaat yang siqnifikan bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah.
 Banyak wisatawan yang memilih datang ke Bali, karena Bali memiliki manajemen pengelolaan pariwisata yang baik dan murah dari sisi pembiayaan. Biaya tiket ke Papua sekali jalan sama dengan biaya tiket pergi pulang bagi wisatawan lokal di luar Papua dari daerahnya ke Bali. Begitu juga bagi wisatawan asing, selain membutuhkan waktu yang tidak banyak untuk ke Bali juga biaya murah dibanding harus ke Papua.
 Situasi atau kondisi ini, tidak harus membuat kita menjadi patah semangat dan akhirnya mengelola pariwisata apa adanya yang penting kegiatan terlaksana dan dana dapat dipertanggungjawabkan maka selesai sudah, nanti tunggu tahun depan baru kita sibuk lagi sehingga terkesan hanya sebagai eforia dan ceremonial semata untuk menghabiskan dana yang telah teranggarkan.
  Bali adalah Pulau Dewata atau Pulau Sorga, tapi Papua adalah Sorga Kecil Yang Jatuh ke Bumi, dari julukan ini saja bisa kita simpulkan mana yang hebat dan luar biasa, apakah Bali atau Papua. Bali memiliki agenda setting yang bagus sehingga orang menjulukinya pulau sorga, Papua tidak memiliki agenda setting masih alami orang sudah menjuluki Sorga Kecil Yang Jatuh Ke Bumi. 
 Dengan situasi ini saya ingin mengajak pembaca dan khususnya mereka yang bertanggungjawab atau memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengurus pariwisata di tanah Papua,  untuk melihat ini sebagai sebuah kekuatan dalam rangka membuat perubahan untuk menata pariwisata di tanah Papua sehingga memiliki nilai jual yang tinggi dengan segala kemudahannya, sehingga dapat mematahkan asumsi orang tentang Papua yang jauh dan mahal.
 Dengan daya tarik yang luar biasa yang dilakukan melalui sentuhan-sentuhan profesional, banyak orang akan datang ke Papua, waktu dan biaya tidak akan menjadi penghalang yang mematahkan semangat mereka untuk datang ke Papua karena Papua adalah Sorga Kecil Yang Jatuh Di Bumi, sehingga layak bagi mereka untuk menikmati anugerah Tuhan di tanah ini dengan tingkat kepuasan yang tinggi sehingga mereka tidak akan merasa rugi untuk menghabiskan dolar, euro dan rupiah di tanah yang diberkati ini.  ***

Penulis adalah PNS pada DISORDA Provinsi Papua
( Artikel ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos Juni 2015)




0 komentar:

Posting Komentar