Sabtu, 13 Juni 2015

Eforia Sekejap Diganti Sunyi Setahun

Oleh: Yaan Yoku *
SEMARAK FDS dengan thema “Budayaku Sejahteraku” yang berlangsung sejak 19-23 Juni 2015 telah usai, hiruk pikuk manusia dan pedagang telah berakhir. Khalkhote kembali sunyi tanpa sentuhan dan jejak kaki serta derap langkah pengunjung, sisa-sisa pameran dan dagangan berserakan disepanjang jalan menuju khalkhote, ibarat habis manis sepah di buang, stand-stand pameran kosong melompong dan dibiarkan begitu saja. Inikah bagian dari pelestarian budaya yang mengabaikan nilai-nilai lingkungan dan nilai-nilai sosial ekonomi..?. 
 “Eforia sekejap, diganti sunyi setahun”, adalah judul yang tepat bagi FDS dan juga event-event pariwisata lainnya di tanah Papua. Tidak pernah terpikirkan konsep keberlanjutan atau kontiniutas dari kegiatan tersebut melalui sebuah perencanaan yang menyeluruh untuk satu tahun, sehingga bumi Khenambay Umbay memiliki program pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang kontinyu dengan sebuah daya tarik tersendiri, salah satu adalah menjadikan khalkhote sebagai pusat kuliner dan budaya, dengan demikian maka khalkhote kedepan tidak diibaratkan dengan habis manis sepah di buang atau semarak sehari diganti sunyi setahun, tapi akan selalu ramai dengan pengunjung karena segalanya terjadwal dan tertata dengan baik dan rapi.
 Konsep seperti ini akan menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan, pelestarian budaya, meningkatkan kreatifitas masyarakat khususnya pemuda dan remaja untuk memanfaatkan khalkhote sebagai pusat hiburan dan pengembangan diri. Kreatifitas masyarakat akan meningkat untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai jual tinggi, masyarakat adat kembali mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai adat yang semakin hilang karena memiliki daya tarik dan daya jual yang tinggi sebab ada ruang bagi mereka untuk berkreasi dan berekspresi. 
 Pemuda dan remaja semakin mengembangkan potensi dirinya melalui berbagai kreasi seni dan budaya serta sastra, sisi lain transportasi semakin ditata dan tertata dengan baik, sehingga dunia usaha inipun tumbuh dengan prospek yang menjanjikan karena memberikan peluang usaha bagi terciptanya sebuah lapangan pekerjaan, sehingga melalui khalkhota banyak orang semakin mengenal bumi Khenambay Umbay.
 Delapan tahun pelaksanaan FDS sasaran dan tujuannya hanya sebagai atraksi budaya semata, tidak untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini jelas terlihat karena selama 8 tahun seluruh dana bagi pelaksanaan FDS menjadi tanggungan Pemda Kabupaten Jayapura, seharusnya di usia yang ke delapan, FDS sudah mampu membiayai dirinya sendiri, dan dikelola oleh swasta.
  8 tahun baru ada 1 hotel besar Hotel Grand Alison yang hadir di Sentani, sedangkan hotel Sentani Indah sudah tidak jelas posisinya, hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata tidak memiliki daya tarik di kabupaten Jayapura sehingga tidak ada pertumbuhan yang siqnifikan. Harusnya selama 8 tahun FDS dapat memacu pertumbuhan sektor-sektor ikutan yang memback up pariwisata seperti hotel dan restoran, tapi itu tidak terjadi karena FDS lebih mengejar eforia program dan kegiatan ketimbang sebuah konsep pengembangan pariwisata yang holistik dan terintegrasi serta kontinyu.
 Holistik, Integral dan Kontinyu adalah tiga kata yang tepat untuk mengembangkan pariwisata tidak hanya di Kabupaten Jayapura tapi untuk seluruh tanah Papua, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi serta bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan perekonomian mereka. Mengapa ini penting karena Papua jauh dan mahal. Sasaran kita adalah wisatawan baik lokal maupun asing, tanpa kehadiran mereka pariwisata tidak akan tumbuh dan memberikan manfaat yang siqnifikan bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah.
 Banyak wisatawan yang memilih datang ke Bali, karena Bali memiliki manajemen pengelolaan pariwisata yang baik dan murah dari sisi pembiayaan. Biaya tiket ke Papua sekali jalan sama dengan biaya tiket pergi pulang bagi wisatawan lokal di luar Papua dari daerahnya ke Bali. Begitu juga bagi wisatawan asing, selain membutuhkan waktu yang tidak banyak untuk ke Bali juga biaya murah dibanding harus ke Papua.
 Situasi atau kondisi ini, tidak harus membuat kita menjadi patah semangat dan akhirnya mengelola pariwisata apa adanya yang penting kegiatan terlaksana dan dana dapat dipertanggungjawabkan maka selesai sudah, nanti tunggu tahun depan baru kita sibuk lagi sehingga terkesan hanya sebagai eforia dan ceremonial semata untuk menghabiskan dana yang telah teranggarkan.
  Bali adalah Pulau Dewata atau Pulau Sorga, tapi Papua adalah Sorga Kecil Yang Jatuh ke Bumi, dari julukan ini saja bisa kita simpulkan mana yang hebat dan luar biasa, apakah Bali atau Papua. Bali memiliki agenda setting yang bagus sehingga orang menjulukinya pulau sorga, Papua tidak memiliki agenda setting masih alami orang sudah menjuluki Sorga Kecil Yang Jatuh Ke Bumi. 
 Dengan situasi ini saya ingin mengajak pembaca dan khususnya mereka yang bertanggungjawab atau memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengurus pariwisata di tanah Papua,  untuk melihat ini sebagai sebuah kekuatan dalam rangka membuat perubahan untuk menata pariwisata di tanah Papua sehingga memiliki nilai jual yang tinggi dengan segala kemudahannya, sehingga dapat mematahkan asumsi orang tentang Papua yang jauh dan mahal.
 Dengan daya tarik yang luar biasa yang dilakukan melalui sentuhan-sentuhan profesional, banyak orang akan datang ke Papua, waktu dan biaya tidak akan menjadi penghalang yang mematahkan semangat mereka untuk datang ke Papua karena Papua adalah Sorga Kecil Yang Jatuh Di Bumi, sehingga layak bagi mereka untuk menikmati anugerah Tuhan di tanah ini dengan tingkat kepuasan yang tinggi sehingga mereka tidak akan merasa rugi untuk menghabiskan dolar, euro dan rupiah di tanah yang diberkati ini.  ***

Penulis adalah PNS pada DISORDA Provinsi Papua
( Artikel ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos Juni 2015)




Sabtu, 06 Juni 2015

Renovasi Enovasi Kebijakan Transmigrasi

 Oleh :Nasarudin Sili Luli

        Gubernur Propinsi Papua ,Lukas Enembe menolak program transmigrasi yang direncanakan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementrian Desa Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi .
Hal ini di karenakan ,program transmigrasi dari luar Papua akan berdampak cukup besar bagi masyarakat ,khususnya orang asli Papua.Di mana mereka akan semakin tersisih dan menjadi kaum minoritas di tanahnya sendiri .Akibatnya ,timbul kecemburun sosial yang memicu terjadinya konflik antar masyarakat asli Papua dan non asli Papua.
   “ Pemerinthan Jookowi jangan bikin masalah baru di Papua.Kalau transmigrasi datang .imigran masuk dari berbagai pulau.Orang asli Papua akan tersisih dan menjadi minoritas dalam bertani dan menjadi miskin di tananya sendiri,’’ kata Enembe kepada wartawan ,di kota Jayapyra.Papua .Minggu (2/11).
   Terkait persoalan di atas banyak dari kita, aparatur penyelenggara dan pelaksana bertanya tentang eksitensi dan kelanjuta program transmigrasi .Hal itu sangat di pahami ,karena perubahan demi perubahan bergerak sangat cepat dan jauh lebih cepat dari pada antisipasinya .Perubahan itu di sebabkan oleh banyak faktor.Disatu sisi berkembanganya kondisi lingkungan yang strategis yang tidak secarah langsung terkait dengan perpindahan transmigrasi .dan lain pihak adanya upaya reorentasi kebijakan dan strategi serta reposisi terhadap peran birokrasi dalam pelayanan perpindahan transmigrasi .Hiruk pikuk penapsiran terhadap Otonomi Daerah tampaknya juga memberikan andil cukup besar tehadap beragamnya persepsi aparatur penyelenggara dan pelaksana .Tentu saja hal yang demi kian tidak bisa di biarkan .karena masyarakat yang nanti akan menjadi korban .
     Dalam masa transisi ini ,program perpindahan transmigrasi dihadapkan terhadap persoalan yang dilematis.Di satu sisi masi dirasakan sebagai kebutuhan dan di sisi lain di tanggapi secara skeptis.Di rasakan sebagai kebutuhan ,karena beberapa daerah beranggapan bahwa perpindahan transmigrasi merupakan jalan pintas untuk memicu dan memacu pertumbuhan daerah ,namun hal tersebut serung di tanggapi secarah skeptis karena kurang adanya keterkaitanya fungsional antara perpindahan transmigrasi dan kepentinganya .
    Terlepas dari silang persepsi terhadap program perpindahan trasmigrasi,realitas menunjukan bahwa sebagian masyarakat masih membutukan untuk (minimal) dua hal pokok,yaitu
 Pertama:bagi daerah-daerah yang menyadari bahwa potensi sumber daya yang di miliki tidak bermakna tanpa di dukung sumber daya manusia yang memadai.Bagi daerah –daerah seperti ini tentu tetap berharap agar program perpindahan transmigrasi dilanjutkan.Kedua bagi daerah-daerah yang meyakini bahwah kemampuan yang di miliki masyarakatnya hanya sebatas mengelolah lahan secarah tradisionl .Bagi daerah-daerah seperti ini ,transmigrasi di anggap cara yang tepat untuk memperoleh sumber pendapatan tetap melalui penyedia lahan sesuai dengan kompetensinya.
  Dari kedua pokok tersebut ,persoalanya adalah bagaimana cara merancang program perpindahan transmigrasi yang paling murah dan bermanfaat bagi masyarakat .Bermanfaat bagi masyarakat?..Tanpaknya pertanyaan sederhana itu adalah persoalan yang besar perluh kesepahaman dan kesepakatan ,karena program perpindahan transmigrasi yang akan di tawarkan kepada masyarakat adalah program bersama minimal melibatkan dua pemerintah daerah .Program transmigrasi di unjukan untuk dua hal,yaitu ;Pertama untuk memberikan peluang berusaha dan bekerja kepada anak bangsa ini secarah terintegrasi dengan upaya pemberdayaan potensi sumber daya kawasan yang belum di manfaatkan .Kedua yang berjangka panjang adalah untuk menciptakan kondisi yang mendorong terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa sebagai pilar utama berdiri tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia .Implementasinya dari tujuan filosofis itu jelas .Kita baru saja kehilangan Ligitan dan Sidapan ,karena kedua pulau itu terbengkalai tak terjamah ,sehingga pihak lain meng-klaim sebagai tak bertuan.Demikian pula di daerah perbatasan yang pada umumnya kondisi jauh tertinggal jika di bandingkan dengan kondisi sebelanya yang merupakan dengan negara tetangga .Oleh karena itu sala satu sasaran program trasnmigrasi adalah pemberdayaan potensi sumber daya milik bangsa yang terbengkalai ,agar tidak diincar oleh ,tetapi justru di daya gunakan sebagai sarana untuk mesejaterakan bangsa.
  Sejak awal program transmigrasi dirancang oleh pemerintah dengan sejumlah alasan yang masuk akal .Meski program ini di adopsi oleh para founding fathers dari pemerinta kolonial yang bernama kolonialisasi ,namun ternyat membuahkan kesamaan visi bahwah Indonesia memang memerlukan program perpindahan penduduk ini.Adanya dispartisipasi yang begitu tajam antara kualitas dan kualitas penduduk yang tinggal di pulau Jawa,pada awalnya menjadi alasan utama mengapa transmigrasi menjadi alasan utama mengapa transmigrasi diselenggarakan.Namun dalam perkembangan selanjutnya .Transmigrasi juga berkaitan dengan upaya peningkatan kesejateraan transmigran dan penduduk setempat,pertumbuhan ekonomi suatu kawasan tersebut sekaligus mengacu perkembangan daerah.Kosentrasi penduduk pada suatu wilayah juga akan menyulitkan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.Di satu sisi pembangun akan berpusat di pulau Jawa ,sedangkan di tempat lain akan semakin tertinggal.Begitu pulah dengan kegiatan investasi .umumnya parah investor akn melirik pulau Jawa karena berbagai infastruktur telah tersedia.Selain itu karena jumlah ,penduduknya ,pulau Jawa menjadi surga bagi investor untuk menjual produknya .Dengan memberikan keuntungan .Oleh sebab itu ,melalui program transmigrasi kita pecahkan masalah kependudukan kita terutama dari aspek kualitas dan penyebaran untuk meratakan pembanguan.Karena dengan alasan keterbatasan jumlah penduduk pula menyebabkan biaya pembangunan menjadi begitu mahal dan tidak ekonomis.

     Renovasi Ulang Transmigrasi
  Sampai saat ini masi banyak sindiran ,kritikan dan pernyataan negatif seputar penyelenggara transmigrasi.Namun di sisi lain ternyata juga masih banyak masyarakat yang memerlukan dan menginginkan bahwah program transmigrasi harus tetap berlanjut.Terhadap pihak –pihak yang mempertanyakan keberadaan transmigrasi dan yang menyatakan agar transmigrasi di hentikan.pada dasarnya merupakan kritik yang perluh di sikapi dengan arif dan positif.Adanya pertanyaan dan pernyataan miring itu justru mendorong kita untuk intropeksi dan segera mencari akar persoalan sebagai penyebab permasalahan.
   Berdasarkan data dan pengamatan di lapangan ,paling btdak terdapat (lima) penyebab masala transmigrasi yang perluh mendapatkan perhatian yang lebih serius .Permasalahan-permasalahan tersebut adalah :
   1.Banyak klaim masyarakat terhadap lahan permukiman transmigrasi ,Menghadapi masala ini ,Maka dalam membangun Pemukiman Transmigrasi Baru(PTB),lokasi-lokasi yang di usulkan menjadi pemukiman transmigrasi hanya lokasi ataukawasan yang bbenar-benar clean and clear .Artinya bahwah suda tidak ada persoalan dengan aspek pertanahan.Selai itu,masyarakat setempat harus benar-benar memahami dan menyadari bahwa pembangunan pemukiman tarnsmigrasi di daeranya di laksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat setempat .Selanjutnya .Sebelumnya suatu kawasan atau  lokasi diusulkan,perlu di komunikasikan terlebih dulu dengan masyarakt setempat ,karena pada hakekatnya masyarakatlah yang akan merasakan manfaatnya.Dengan demikian ,keberadaan suatu lokasi atau kawasan pemukiman transmigrasi bukan lagi atas keinginan pemerintah atau elit,tetapi karena kebutuhan masyarakat.
   2.Adanya pemukiman transmigrasi yang kurang berkembang ,yang mengakibatkan transmigran meninggalkan lokasi atau bahan mengajukan tuntutan.Masala inilah yang.Mengembangkan pandangan negatif terhadap program transmigrasi.Untyk menghadapi hal tersebut,kita tidak perlu berpolemik tentang siapa yang salah ,tetapi yang terpenting adalah agar persoalan Pemukiman Transmigrasi yang suda Ada (PTA) perlu prioritas dalam penanganan.Untuk menghindari kemungkinan timbulnya permasalahan serupah di kemudian hari .Maka dalam menepatkan permukman transmigrasi yang di kemvangkan melalui kerja sama kemitraan agar memiliki prospek usaha yang jelas dan memberikan keuntungan bagi transmigrasimaupun investor secarah berkelanjutan.
   3.Adanya pemukiman transmigrasi yang di rasakan menjadi beban pemerintah daerah setempat .karena perkemangannya justru menjadi desa tertinggal.Dalam,hal ini kita perluh mencermati dan memahami secarah jelas persoalan yang ada di desa-desa eks unit Pemukiman Transmigrasi (UPT),Sehingga di temukan solusi yang tepat dan bermanfaat.
   4.Adanya transmigrasi yang kembali ke daerah asal tentunya dengan berbagai alasan dengan menyebarkan berita negatif .Walaupun potensi relatif kecil di bandingkan jumlah transmigran yang di tempatkan ,namunkepulangan transmigran kedaerah asal ternyata menjadi persoalan berat oleh pemerintah daerah.Berdsarkan informasi di lapangan ,banyak transmigran yang kembli karena di intimidasi penduduk setempat dan setelah mereka kembali dan setelah mereka pulang ke daerah asal ,rumah yang di tinggalkan langsung di huni oleh penduduk setempat.Berdasarkan hal tersebut ,sebaiknya tidak membangun Pemukiman Transmigrasi Baru (PTB)  jika  serkan tempat tidak membutuhkan kehadiran transmigran.
  5. Adanya pemukiman yang di bangun secarah ekslusif yang mengakibtakan kecemburuan dari masyarakat sekitarnya .Hal ini di sebabkan karena kurang adanya keterkaitan dengan masyarakt sekitarnya serta adanya perlakuan yang di anggap lebih baik kepada trasmigran oendatang.Untuk menghindari persoaln ini ,maka di tetapakan kebijakan pemerinta dalam bidang transmigrasi yaitu (1)permukiman transmigrasi di bangun dalam sekala besar di mana masyarakat sekita permukiman termasuk kedalam pembinaan dan pemberdayaan;(2)pelaksanaan transmigrasi di alkukan melalui mekanisme kerja sama antar daerah ;dan (3)komposisi penempatan  50% penduduk daerah setempat  dan 50%penduduk dari transmigran pendatang.Dengan kebijakan seperti ntersebut diharapkan terjadi keadilan dan proporsional antara penduduk setempat dan transmigran pendatang. 

Tiga agenda renovasi transmigrasi
    Berdasarkan Undang-Undang No.15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian,dan Peraturan Pemerintah No.02 tahun 1999 tentang Penyelenggara Transmigrasi,tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejateraan trasmigran dan masyarakat sekitarnya.peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah,serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.Sesuai dengan tujuan tersebut maka transmigrasi masih sangat relevan dierah Otonomi Daerah saat ini,meskipun dalam pelaksanaan di perlukan adanya penyesuaian agar sejalan dengan Undang-Undang No.22 tahun 1999 dan Undang- Undang No.25 tahun 1999 ,selanjutnya pemeritah menempatkan dan merumuskan kegiatan transmkigrasi yang d jalankan haruslah meliputi tiga agenda renovasi :Perpindahan transmigrasi ,Pemanfatan ruangan dan.Pemberdayaan masyarakat.Dengan demi kian maka harus ada daerah atau wilaya asal transmigran dan daerah atau wilayah penemppatan transmigran,baik dalam satu kabupaten yang sama .propinsi yang sama maupun antar provinsi.Situasi ini yang menuntut perubahan pendekatan pembangunan transmigrasi kearah masyarakat harus semakin nyata dalam pembangunan transmigrasi .Sejalan dengan hal tersebut ,maka langka-langka yang di perlukan adalah adanya kewengan di sertai pelimpahan anggaran yang besar kepada pemerintah daerah.

 Renovasi transmigrasi untuk mengurangi Pengangguran
     Mengawali tahun 2000,dengan di berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah ,telah terjadi perubahan mendasar dalam sistem bermasyarakat .berbangsa dan bernegara.Perubahan itu sebenarnya adalah suatu keniscayaan karena dalam hidup ini karena hanya ada satu yang pasti yaitu perubahan.Karena itu ada pepata mengatakan siapa yang tidak mau melakukan perubahan niscaya ia akan di ubah oleh perubahan jaman itu sendiri .Dalam proses penyelenggaraan transmigrasi yang merupakan fenomena kependudukan yang unik di negeri ini,perubahan yang terjadi sejak awal tahun 2000 juga banyak berpengaruh dan bahakan terjadi berbagai goncangan ,Jika pada erah seblumnya program taransmigrasi di terima secarah utuh oleh komponen bangsa ini sebagai program nasional dengan tujuan filosofis yang sangat mulia .Dengan berbagai kekurangannya ,realitas menunjukan bahwah program-program transmigrasi selama ini telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejateraan bangsa .Di balik kontribusi transmigrasi yang cukup besar bagi pembangunan bangsa ,masih ada berbagai kelemahan dan kekurangan yang masih memerlukan perbaikan ,kelemahan yang perluh di perbaiki adalah:pertama,sistem pembangunan lokasi pemukiman transmigrasi yang ekslusif dan standar ,kedua ,pelaksanaan perpindahan yang berorentasi supply approach,Ketiga adalah sistem perencanaan dan pengolahan pembangunan transmigrasi yang sentral listik yang di rasakan kurang memperhatikan potensi daerah serta aspirasi masyarakat setempat.
    Sistem pelaksanaan seperti ini yang menimbulkan masalah ketidakharmonisan hubungan antara transmigrasi pendatang dengan penduduk setempat di beberapa daerah ,karena pertumbuhan lokasi-lokasi transmigrasi yang ekslusif cendrung lebih cepat di vandingkan dengan desa-desa lama.Tanpa bermaksud untuk mempertahankan diri dengan menyadari kekurangan dan kelebihan bahwah transmigrasi saat ini dan kedepan tetap merupakan program andalan yang mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia.Ada beberapa tantangan yang menjadi persoalan yang dapat kita jawab dengan transmigrasi adalah sebagai berikut.
   Pertama, kebutuhan pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat krisis yang berkepanjangan .Menghadapi kebutuhan pemulihan ekonomi maka persoalan kemiskinan ,pengangguran ,ketahanan pangan yang merupakan akar persoalan perekonomian kita.Oleh karena pengaruh dan pelayanan mobilitas penduduk melalui transmigrasi yang di laksanakan dengan memberdayakan potensi sumber daya kawasan ,kiranya akan mampu menjawab ketiga akar persoaln tersebut .Melalui pemberdayaan potensi sumberdaya kawasan yang selama ini belum di mafaatkan berarti transmigari akan mampu menyediakan peluang berusaha dan kesempatan bekerja bagi penduduk miskin dan penganggur terutama pada sektor-sektor perkebunan ,pertanian dan sektor informal lainya. 

  Kedua adalah:Kebutuhan integrasi nasional sebagai prasyarat berdiri tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia ,menghadapi kebutuhan integrasi nasional ,Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan etnis suku bangsa cukup rentan terhadap bahaya disintegrasi .Ketimpangan antara wilayah dan antar individu yang samapi saat ini belum berasil di atasi secarah tuntas masih memerlukan serangkaian upaya penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tamping lingkungan.Menghadapi persoalan ini maka tujuan filosofis transmigrasi sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa sebagai prasyarat berdiri tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tampaknya masih relevan untuk kita pertahankan,walaupun perlu penyesuaian dalam implementasinya   
     Berbaunya berbagai etnis dan suku bangsa dalam satu pemukiman transmgrasi yang menyatu dengan desa-desa penduduk setempat ,walaupun memiliki potensi konflik namun jika di kelola dengan baik justru akan mampu menjadi wahana pembentukan pembentukan karakter bangsa yang Bhineka Tunggak Ika .
    Memahami beta besarnya persoalan bangsa bangsa yang kita hadapi serta belajar dengan sejarah panjang penyelenggaraan transmigrasi selama ini,maka kebijakan transmigrasi kedepan lebih di arahkan kepada hal-hal sebagai berikut.
   Pertama adalah ,Regulasi trasnmigarsi di laksanakan secarah proposional dan berkelanjutan .Artinya,fasilitasi dan transmigrasi di dasarkan kepada dua pendekatan pokok,yaitu pendekatan kemampuan transmigrasi dan kondisi lokasi yang di kembangkan ,bagi masyarakat ,miskin yang bertransmigrasi ke wilayah- wilayahtertinggal ,fasilitas pemerintah di berikan secarah penuh melalui mekanisme Transmigrasi Umum (TU) .Bagi masyarakat miskin yang bertrasnmigarsi k eke wilayah yang suda berkembang ,fasilitas pemeritah Trasnmigrasi Swakarsa Berbantuaan(TSB).Sedangakan bagi masyarakat yang tidak miskin yang bertransmigrasi ke wilaya yang telah maju dan telah tersedia infasstruktur ,pemerinta hanya akan memberikan fasilitas dan pelayanan umum melalui mekanisme Transmigrasi Swakarsa Mandiri(TSM).
   Kedua adalah,Transmigrasi di laksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah setempat sesuai dengan potensi yang dimiliki dan aspirasi masyarakt.Oleh karena itu ,pembangunan transmigrasi kedepan harus merupakan bentuk pembangunan gotog royong antara pemerintah daerah asal dan daerah tujuan dalam kedudukan masing-masing sebagai daerah otonom .Sedangkan pemerintah pusat hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator serta memberikan dukungan pembiayaan yang belum mungkin di tanggung oleh masyarakat dan pemerintah daerah .Oleh karena itu pembangunan transmigrasi pasti melibatkan minimal dua daerah sebagai daerah asal dan daerah tujuan ,maka pembangunan daerah transmigrasi harus di dasarkan atas kerja sama anatra kedua pemerintah daerah atas dukungan dana APBD masing-masing dengan demikian ,jika pemerintah daerah merasa membutukan adanya program transmigrasi di daeranya untuk mengatasi persoalan yang di hadapi,sebelumnya harus di dahului dengan pernyataan masyarakat bersama pemerintah setempat yang di tuangkan kedalam naska kesepakatan bersama dan naskah perjanjian bersama.Pada dasarnya tujuanya dari penyelenggara program transmigrasi secarah umum adalah ,menciptakan iklim kondusif yang dapat mempercepat adaptasi calon transmigrasi dengan lingkungan masyarakat sekitar.
  Wallahu a’lam bi al-shawab.

Penulis adalah Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI DAERAH PAPUA)
Alumni :Universitas Yapis Papua
E-mail .reformis87@gmail.com
CP.085244548263
 ( Tulisan ini Pernah Dimuat di Harian Cenderawasih Pos - Juni 2015)











      
     





Kamis, 04 Juni 2015

Masihkah Hutan Papua Sebagai Sumber Hidup Orang Papua?

(Sebuah Refleksi oleh klasis GKI Jayapura dalam menyambut Hari Lingkungan Hidup)
 

Oleh: Pdt. Anike Mirino*
Makna Hutan Bagi Masyarakat Papua
   Bagi masyarakat lokal Papua, Hutan dan laut  dipandang sebagai sumber kehidupan. Hampir seluruh kebutuhan masyarakat di ambil dari hutan dan laut. ketergantungan masyarakat ini sudah ada sejak zaman dahalu sebelum mereka mengenal dunia luar, sampai sekarangpun masyarakat memandang hutan sebagai gudang makanan, kehidupan masyarakat local yang hidup di pesisir pantai bergantung kepada hutan sagu dan hutan manggrof, menokok sagu, menangkap ikan dan berburu secara tradisional. Masyarakat yang bertempat tinggal di pegunungan juga bergantung kepada ubi-ubian dan berburu secara tradisional.
Laut sebagai sumber kehidupan bagi manusia dan Biota laut lainnya telah mengalami kerusakan cukup parah akibat pemboman,bencana alam diakibatkan tsunami, kerusakan hutan manggrof, dan pembangunan yang tidak memiliki analisa masalah dampak lingkungan, pembuangan sampah, limbah indstri dan rumah tangga.
   Disamping hutan berfungsi sebagai sumber makanan bagi masyarakat local, karena hutan telah menyiapkan makanan local seperi sagu, hutan juga berfungsi sebagai sumber bahan obat-obatan karena ada obat-obat tradisional yang diambil dari hutan untuk menyembuhkan orang sakit. Bahkan sumber asesoris budayapun diambil dari hutan, untuk menjalankan upacara adat bagi seluruh masyarakat di Papua dan juga ada tempat di kawasan hutan yang digunakan untuk ritual adat tertentu.  Kita dapat bayangkan kalau hutan ini hancur atau habis maka kehidupan masyarakat local pun akan menjadi sulit dan akan menderita.
  Saat ini perkembangan lingkungan hidup berupa hutan,laut dan kekayaan alam yang sesungguhnya berfungsi sebagai penunjang kehidupan manusia, telah mengalami kerusakan berat. Faktor lain juga menambah tingkat kerusakan ini adalah pembuangan sampah, yang tidak teratur, polusi dari asap-asap kendaraan bermotor, dan lain-lain.

Bentuk Pengakuan Negara Terhadap Hutan Masyarakat Papua sebagai satu kesatuan Masyarakat  Hukum Adat
   Kesatuan masyarakat Hukum Adat masyarakat Papua sangat berbeda dari masyarakat Indonesia pada umumnya, karena hidup dan karya orang Papua selalu di dalam hutan dan sangat bergantung pada kekayaan hasil hutan. Hutan yang dikelola oleh masyarakat Papua adalah aset yang tak ternilai harganya, merupakan warisan leluhur secara turun-temurun. Hutan bagi orang papua adalah ibu, surga berada di telapak kaki ibu. Itu sebabnya Orang asli Papua sangat menghormati, menghargai dan menjaga hutannya sebagai anugerah yang diberikan Tuhan bagi orang Papua. Dalam pemanfaatannya tidak dilakukan secara serampangan tetapi dikelola dengan sistim hukum adat. Hutan di Papua sangat berkaitan dengan hak kepemilikan yang diatur dengan hukum adat, karena kepemilikannya secara komunal. Itu sebabnya ketika aktifitas pembukaan hutan secara besar-besaran di Papua, pasti akan berbenturan dengan ketentuan adat yang bisa berdampak positif maupun negatif. Dalam praktek pengelolaan hutan di Papua, masyarakat asli pemilik hutan dan hak ulayat selalu menjadi korban, dan seolah-olah hal ini sudah biasa dan dianggap wajar sehingga dalam prosesnya pihak-pihak terkait termasuk pemerintah di dalamnya sering mengabaikan faktor perlindungan, pendampingan, pembinaan dan pengawasan bagi kepentingan masyarakat pemilik hutan dan hak ulayat.
   Padahal sejumlah Regulasi yang dibuat oleh Negara sangat jelas memberi pengakuan dan memposisikan masyarakat hukum adat pemilik hak ulayat. Negara mengakui keberadaan hutan adat, masyarakat hukum adat, dan hak ulayat masyarakat adat. Sekedar memberi ringkasan pada pemahaman negara terhadap status hukum adat, hutan adat dan hak ulayat masyarakat adat, Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila memenuhi tiga unsur, yaitu :
1.      Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya seharihari;
2.      Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari; dan
3.      Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum adat tersebut
Beberapa Regulasi yang selama ini menjadi polemik dalam prakteknya dimasyarakat :       
1.      Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Pada Pasal 1 ayat 6 dalam ketentuan umum dikatakan bahwa: Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyatakat hukum adat, sehingga walaupun hutan adat diklasifikasikan sebagai kawasan hutan negara, tetapi sebenarnya negara mengakui adanya wilayah masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 67 ayat 2 dinyatakan, bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Daerah
2.      Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juga mencantumkan pengakuan terhadap masyarakat adat atas hak ulayat. Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.
3.      Undang-undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan mewajibkan kepada pengusaha di bidang perkebunan yang mengajukan permohonan hak atas satu wilayah tertentu untuk terlebih dahulu melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat yang memegang hak ulayat atas suatu wilayah. Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) UU Perkebunan yang berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hokum adat yang menurut kenyataannya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah, dan imbalannya.”
   Masih banyak lagi Regulasi yang dibuat oleh Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, namun dalam prakteknya hanya menjadi penghias lembaran kertas alias formalitas sebagai sebuah syarat. Dengan banyaknya kasus ilegal loging, ilegal fhising di Papua adalah bukti bahwa penerapan regulasi tidak sejalan dengan kaidah filosofi dan pemaknaan regulasi tersebut, maka wajarlah kalau dikatakan peraturan dibuat untuk dilanggar bukan untuk dipatuhi. Pelaku pelanggarannya dibiarkan terstruktur bagai mafia kayu, karena ternyata mafia kayu biasa bebas beraksi di hutan-hutan adat milik masyarakat hukum adat Papua sampai hari ini karena ada mafia regulasi....dosanya bukan hanya pada pemain atau cukong hutan kayu, tetapi dosa yang terbesar dipikul adalah pada mafia regulasi. Karena Firman Tuhan mengatakan, apabila kamu sudah mengetahuinya, tetapi kamu tetap dengan sengaja melakukannya maka dosamu tidak akan diampuni. Lebih baik bersikap jentel seperti seorang penjahat yang mengakui dosanya kepada Tuhan Yesus ketika nyawanya di ujung tanduk dan diselamatkan oleh Tuhan Yesus, dari pada bersikap sepeti ahli taurat dan orang farisi yang mengadili Tuhan Yesus, pada hal tidak didapati kesalahan apapun sebagaimana pengakuan Herodes.

   Dampak Pengabaian Kesatuan Hukum Adat dan Fenomena Pembangunan Kota Jayapura.
1.      Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua, menjadi kota tujuan dan kota transit bagi migrasi penduduk dari luar Papua.
2.      Kota Jayapura merupakan Kota dengan Pertumbuhan Penduduk tertinggi di dunia, oleh sebab itu tidak heran bila Ruang Kota Jayapura tidak mampu menampung arus penduduk yang masuk ke Kota Jayapura setiap hari,
3.      Pembangunan yang tidak memperhatikan tata ruang Kota Jayapura, menyebabkan estetika dan keindahan kota Jayapura terabaikan. Kepentingan pelaku ekonomi dan pebisnis kelas kakap sampai kelas teri saling bersaing untuk mendapat ruang dan kesempatan menggunakan lahan dan tanah dengan mengabaikan kepentingan umum, kepentingan masyarakat adat dan kepentingan pribadi.
4.      Transaksi Jual beli tanah di kota Jayapura sangat tinggi, hampir satiap jengkal tanah di Kota Jayapura telah dipasang papan nama pemilik yang bukan marga dari suku-suku asli pemilik hak ulayat. Konflik jual beli tanah antara pembeli dengan broker tanah, pembeli dengan penggarap dan penyewa, dan antara pemilik dengan pembeli sudah biasa terjadi.
5.      Pertumbuhan Ruko dan Mall di pinggir jalan utama atau jalan protokol sangat subur, tanah pemukiman dan pekarangan rumah yang tadinya luas dan indah menghiasi jalan protokol tiba-tiba berubah menjadi tumbuhan yang dinamanya ruko dan mall.
6.      Kawasan perbukitan, daerah resapan dan lereng-lereng gunung Jayapura yang dulunya hijau kini dihiasi oleh bangunan rumah berbagai bentuk dari yang mewah sampai yang kumuh....
7.      Hampir setiap sudut Kota Jayapura berubah fungsi menjadi tempat perdagangan dan pasar, bahkan pinggiran jalan protokol maupun jalan arteri dan jalan penghubung ditutupi oleh aktifitas warung, gerobak dorong, motor penjajak dagangan, sampai tukang ojek dan supir taksi rental dan taksi antara kota yang berjuang mengais rejeki.....menyebabkan ruang bagi pejalan kaki semakin sulit.....

    Pembangunan yang semakin semrawut di Kota Jayapura yang mengabaikan fungsi Tata Ruang Kota Jayapura,  telah mengakibatkan rusaknya lingkungan Kota yang semakin parah, sehingga wajarlah kalau ini menjadi lampu hijau atau peringatan bagi kita semua bahwa Kota Jayapura dapat dikategorikan sebagai Kota Darurat Bencana dan Wabah harus ditanggapi serius oleh kita semua yang hidup dan mencintai Kota ini.
   Masih teringat dengan jelas di ingatan kita, Kisah tragis di malam Tahun Baru 2012,
Hujan deras yang mengguyur Kota Jayapura menjelang malam pergantian tahun mengakibatkan banjir di sekitar kawasan Entrop dan pusat Kota Jayapura, Selasa (31/12). Hujan yang turun sejak sore hari dan berlangsung sekitar empat jam tersebut membuat air di Kali Entrop meluap dan melintas di atas jembatan serta menggenangi Jalan Raya Abepura-Entrop hingga di depan Kompleks Assalam, Entrop. Selain itu, banjir juga terlihat terjadi di beberapa titik di sekitar Entrop seperti PTC dan daerah pertokoan di samping Balai Wartawan.
   Banjir yang terjadi di sekitar kawasan Entrop ini mengakibatkan terjadinya antrian panjang kendaraan baik dari arah Jayapura maupun dari arah Hamadi. Pasalnya kendaraan tidak dapat melintas di Jembatan Entrop yang tergenang air hingga pinggang orang dewasa dan arus air sangat kencang. Genangan air juga terjadi di sekitar daerah PTC Entrop akibat meluapnya kali yang berada di samping Mapolsek Japsel. Air bercampur lumpur tersebut tidak hanya menggenangi Mapolsek Japsel dan Koramil, tetapi juga dalam kawasan PTC. Akibat genangan air tersebut, aparat Polsek Japsel terpaksa menutup jalur jalan di depan PTC
 
Catatan Kristis di Kota Jayapura menjadi cermin bagi kita bahwa :
   Sakitnya atau rusaknya planet bumi  disebabkan oleh ulah manusia sendiri yaitu dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber alam. Cara memanfaatkan dan mengelola lingkungan cenderung bersifat eksploitatif dan destruktif. Maka proses pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan mengandung aspek pengrusakan lingkungan, baik sengaja maupun tidak sengaja.
   Sayangnya kesadaran akan semakin rusaknya lingkungan hidup mulai muncul  sesudah perang dunia kedua dan mulai mengglobal tiga dekade yang lalu ketika alam terlanjur rusak berat atau sakit parah. Ketika itu manusia makin menyadari bahwa sumber-sumber alam (khususnya non renewable resources) semakin menipis.
   Pengalih fungsian hutan misalnya, hutan selain sebagai sumber bahan baku untuk diolah menjadi bahan produk, juga dikonversi menjadi lahan - pertanian. Pengrusakan ini diperberat oleh polusi atau pencemaran. Untuk menjaga kesuburan lahan pertanian digunakan pupuk kimia dan untuk menjaga panen dari serangan hama digunakan pestisida secara besar-besaran sehingga produksi pertanian meningkat, akibat yang dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian. bersama dengan industri dan transportasi yang dibangun untuk meningkatkan produksi dan distribusi, membentur alam dalam bentuk polusi. Akibatnya sumber alam semakin menipis, kemampuan daya dukung alam berkurang dan mengancam kehidupan manusia sendiri.
Apa kata teologi atau etika Kristen?
   Dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan bersama dengan seluruh alam semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai keterkaitan dan kesatuan dengan lingkungan hidupnya. Akan tetapi, diceritakan pula bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah (Imago Dei) dan yang diberikan kewenangan untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral dari ciptaan (lingkungan), akan tetapi di lain segi ia diberikan kekuasaan untuk memerintah dan memelihara bumi. Maka hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari mata uang yang mesti dijalani secara seimbang.

1. Kesatuan manusia dengan alam
   Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang penciptaan manusia: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah" (Kej 2:7), seperti Ia juga "membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara" (Kej 2:19). Dalam bahasa Ibrani, manusia disebut adam. Nama itu mempunyai akar yang sama dengan kata untuk tanah, adamah yang berarti warna merah kecoklatan yang mengungkapkan warna kulit manusia dan warna tanah. Dalam bahasa Latin manusia disebut homo, yang juga mempunyai makna yang berkaitan dengan humus, yaitu tanah. Dalam artian itu, tanah yang biasa diartikan dengan bumi, mempunyai hubungan lipat tiga yang kait mengkait dengan manusia: manusia diciptakan dari tanah (Kej 2:7; 3:19,23), ia harus hidup dari menggarap tanah (Kej 3:23), dan ia pasti akan kembali kepada tanah (Kej 3:19; Maz 90:3). Di sini nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup) hidup saling bergantung - sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau manusia merusak alam maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.

2. Kepemimpinan manusia atas alam
   Walaupun manusia dengan alam saling bergantung, Alkitab juga mencatat dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur alam yang lain. Hanya manusia yang diciptakan segambar dengan Allah dan yang diberikan kuasa untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain (Kej 1:26-28), dan untuk mengelola dan memelihara lingkungan hidupnya (Kej 2:15). Jadi manusia mempunyai kuasa yang lebih besar daripada makhluk yang lain. Ia dinobatkan menjadi "raja" di bumi yang dimahkotai kemulian dan hormat (Maz 8:6). Ia menjadi wakil Allah yang memerintah atas nama Allah terhadap makhluk-makhluk yang lain. Ia hidup di dunia sebagai duta Allah. Ia adalah citra maka ia ditunjuk menjadi mitra Allah. Dan karena ia menjadi wakil dan mitra Allah, maka kekuasaan manusia adalah kekuasaan perwakilan dan perwalian. Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang terbatas dan yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa yaitu Allah. Itu sebabnya manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap alam. Ia tidak boleh menjadi "raja lalim". Kekuasaan manusia adalah kekuasaan care taker. Maka sebaiknya manusia memberlakukan secara seimbang. Artinya pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber alam diimbangi dengan usaha pemeliharaan atau pelestarian alam.

Kata mengelola dalam Kejadian 2:15, digunakan istilah Ibrani abudah, yang sama maknanya dengan kata ibadah dan mengabdi. Maka manusia sebagai citra Allah seharusnya memanfaatkan alam sebagai bagian dari ibadah dan pengabdiannya kepada Allah. Dengan kata lain, penguasaan atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab: memanfaatkan sambil menjaga dan memelihara. Ibadah yang sejati adalah melakukan apa saja yang merupakan kehendak Allah dalam hidup manusia, termasuk hal mengelola (abudah) dan memelihara (samar) lingkungan hidup yang dipercayakan kekuasaan atau kepemimpinannya pada manusia.

3. Kegagalan manusia memelihara alam
   Alkitab mencatat secara khusus adanya "keinginan" dalam diri manusia untuk menjadi sama seperti Allah dan karena keinginan itu ia "melanggar" amanat Allah (Kej 3:5-6). Tindakan melanggar amanat Allah membawa dampak bukan hanya rusaknya hubungan manusia dengan Allah tetapi juga dengan sesamanya dan dengan alam. Manusia menghadapi alam tidak lagi dalam konteks "sesama ciptaan" tetapi mengarah pada hubungan "tuan dengan miliknya". Manusia memperlakukan alam sebagai objek yang semata-mata berguna untuk dimiliki dan dikonsumsi. Alam diperhatikan hanya dalam konteks kegunaan (utilistik materialistik). Manusia hanya memperhatikan tugas menguasai tetapi tidak memperhatikan tugas memelihara. Dengan demikian manusia gagal melaksanakan tugas kepemimpinannya atas alam.
  Secara teologis dapat dikatakan bahwa akar kerusakan lingkungan alam dewasa ini terletak dalam sikap rakus manusia yang dirumuskan oleh John Stott sebagai "economic gain by environmental loss". Manusia berdosa menghadapi alam tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhannya tetapi sekaligus untuk memenuhi keserakahannya. Dengan kata lain, manusia berdosa adalah manusia yang hakekatnya berubah dari "a needy being" menjadi "a greedy baing". Kegagalan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan atas alam merupakan pula kegagalan manusia dalam mengendalikan dirinya, khususnya keinginan-keinginannya.

4. Hubungan baru manusia - alam
   Tuhan Yesus telah memulihkan hubungan Allah dengan manusia dan dengan seluruh ciptaan-Nya dan memulihkan hubungan manusia dengan alam. Atas dasar itu maka hubungan harmonis dalam Eden (Firdaus) telah dipulihkan.
 Dalam iman Kristen hubungan baru manusia dengan alam bukan saja hubungan dominio (menguasai) tetapi juga hubungan comunio (persekutuan). Itu sebabnya Tuhan Yesus yang telah berinkarnasi itu menggunakan pula unsur-unsur alam yaitu "air, anggur dan roti" dalam sakramen yang menjadi tanda dan meterai hubungan baru manusia dengan Allah. Dengan kata lain, hubungan manusia dengan Allah yang baik harus tercermin dalam hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Persekutuan dengan Allah harus tercermin dalam persekutuan dengan alam.


1. Solidaritas dengan alam
    Karena manusia dengan lingkungan hidup adalah sesama ciptaan yang telah dipulihkan hubungannya oleh Tuhan Yesus Kristus, maka manusia, khususnya manusia baru dalam Kristus (2 Kor 5:7), seharusnya membangun hubungan solider dengan alam. Hubungan solider (sesama ciptaan dan sesama tebusan) berarti alam mestinya diperlakukan dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak diperlakukan semena-mena, tidak dirusak, tidak dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau punah. Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama makhluk. Dengan cara itu manusia dan alam secara bersama (koperatif) menjaga dan memelihara ekosistem. Contoh konkrit: manusia berdisiplin dalam membuang sampah atau limbah (individu, rumah tangga, industri, kantor dan sebagainya) agar tidak mencemari lingkungan dan merusak ekosistem. Pencemaran/polusi mestinya dicegah, diminimalkan dan dihapuskan supaya alam tidak sakit atau rusak. Kita bertanggung jawab atas kesehatan dan kesegaran alam kita.
Sikap solider dengan alam dapat pula ditunjukkan dengan sikap hormat dan menghargai (respek) terhadap alam. Tidak berarti alam disembah, tetapi alam dihargai sebagai ciptaan yang dikaruniakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus yang menjadi cerminan kemuliaan Allah: Dengan menghargai alam berarti menghargai Sang Pencipta dan Sang Penebus.

2. Pelayanan yang bertanggung jawab (stewardship)
   Alam adalah titipan dari Allah untuk dimanfaatkan/dipakai/digunakan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi sekaligus adalah rumahnya. Maka sumber-sumber alam diberikan kepada manusia tidak untuk diboroskan. Manusia harus menggunakan dan memanfaatkan sumber-sumber alam itu secara bertanggung jawab. Memanfaatan/penggunaan sumber-sumber alam haruslah dilihat sebagai bagian dari pelayanan. Alam digunakan dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kebutuhan lingkungan yaitu menjaga ekosistem. Tetapi alam juga digunakan dengan memperhatikan kebutuhan sesama, termasuk generasi yang akan datang.
   Memanfaatkan alam adalah bagian dari pertanggungjawaban talenta yang diberikan/ dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia (Mat 25:14-30 par.). Allah: telah mempercayakan alam ini untuk dimanfaatkan dan dipakai. Untuk dilipatgandakan hasilnya, untuk disuburkan dan dijaga agar tetap sehat sehingga produknya tetap optimal. Oleh karena itu maka alam mesti dipelihara dan keuntungan yang dapat dari alam sebagian dikembalikan sebagai deposit terhadap alam

3. Pertobatan dan pengendalian diri
   Kerusakan lingkungan berakar dalam keserakahan dan kerakusan manusia. Itu sebabnya manusia yang dikuasai dosa keserakahan dan kerakusan itu cenderung sangat konsumtif. Secara teologis dapat dikatakan bahwa dosa telah menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini menyebabkan krisis ekologis, krisis lingkungan. Dengan demikian setiap perilaku yang merusak lingkungan adalah pencerminan krisis moral yang berarti tindakan dosa. Dalam arti itu maka upaya pelestarian lingkungan hidup harus dilihat sebagai tindakan pertobatan dan pengendalian diri. Dilihat dari sudut pandang Kristen maka tugas pelestarian lingkungan hidup yang pertama dan utama adalah mempraktekkan pola hidup baru, hidup yang penuh pertobatan dan pengendalian diri, sehingga hidup kita tidak dikendalikan dosa dan keinginannya, tetapi dikendalikan oleh cinta kasih.
   Usaha pelestarian alam harus dilihat sebagai ibadah kepada Allah melawan penyembahan alam, khususnya penyembahan alam modern alias materialisme/mamonisme. Pelestarian alam juga harus dilihat sebagai wujud kecintaan kita kepada sesama sesuai ajaran Yesus Kristus, di mana salah satu penjabarannya adalah terhadap seluruh ciptaan Allah sebagai sesama ciptaan
 Alam ini berfungsi ekumenis (untuk didiami) oleh seluruh ciptaan lainnya. Alam ini rumah kita. Kata-kata ekonomi, ekumene dan ekologi berakar dalam kata Yunani oikos artinya rumah. Ekonomi berarti menata rumah, itulah tugas pengelolaan kebutuhan hidup. Ekumene berarti mendiami rumah. Itulah tugas penataan kehidupan yang harmonis. Ekologi berarti mengetahui/menyelidiki rumah. Itulah tugas memahami tanggung jawab terhadap alam.#
Selamat Memperingati Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2015 

______________
*Penulis adalah Sekretaris Keadilan Perdamaian Klasis GKI Jayapura

( artikel ini pernah dimuat di harian Cenderawasih Pos - Juni 2015)


Rabu, 03 Juni 2015

Latifah Anum Siregar SH,MH: Pengacara yang Terpanggil untuk Membebaskan Manusia Tapol Napol, Sebuah Karya Keselamatan.


(Sebuah Refleksi: “pastoral Keselamatan”)
 oleh RD.John Djonga)

SEORANG perempuan cantik yang saya kenal sekitar tahun 2000 an, namanya Latifa Anum Siregar. Waktu itu saya bertugas di Waris, wilayah perbatasan RI dan PNG. Melihat kondisi masyarakat asli yang penuh dengan trauma politik sejak tahun 1970 an. Masyarakat Distrik Waris semua mengungsi ke Negara tetangga. Bertahun-tahun mereka hidup di hutan, tempat pengungsian yang penuh derita. Mereka baru kembali ke kampung sekitar tahun 1980an. Untuk itu saya mengajak ibu Anum sebagai Direktur ALDP membuat program-program di Waris. Ada program penyuluhan hukum dan demokrasi, Sosialisasi KDRT, ekonomi keluarga, Hak-hak dasar perempuan dan penyuluhan HIV dan AIDS. Sejak itu saya sangat dekat dengan ibu Anum.
Hampir 15 tahun, dukungan dan bantuan ibu Anum untuk karya pelayanan pastoral saya sangat besar. Ibu Anum setiap kali saya minta bantuan untuk Penyuluhan hukum, mendampingi korban, masalah Hak-hak dasar perempuan dll, tak pernah di tolak. Bahkan Ia sering ikut ke kampung-kampung untuk merayakan Pesta Natal dan Paskah. Pada kesempatan itu ibu Anum membuat rapat, penyuluhan bersama masyarakat atau kelompok mama-mama. Ibu Anum menjadi narasumber yang serba bisa. Ia tidak pernah menolak. Komitmennya untuk orang kecil tak pernah surut.
Anum adalah seorang Pengacara. Dia mengabdikan  seluruh hidupnya  demi menegakkan HAM, Hukum,Kebenaran dan Keadilan di tanah Papua dan Indonesia umumnya. Para kliennya  adalah mereka yang tidak dapat bersuara untuk membelah diri. Mereka adalah orang asli Papua  sebagai TAPOL NAPOL yang belum di sidang namun sudah divonis.
“Kebenaran tertanam di dalam hati setiap manusia dan seseorang harus mencarinya di sana, dan untuk dipandu oleh kebenaran sebagaimana ia melihatnya. Namun,tidak ada seorangpun yang berhak untuk memaksa orang lain untuk bertindak mengikuti pandangan pribadinya atas kebenaran. ”Demikian ungkapan Mahatma Gandhi, dalam buku Gandhi the Man. Bagi banyak orang untuk membelah Kebenaran, Keadilan, Kejujuran tidak terlalu tertarik  karena penuh dengan kepentingan dan suap menyuap. Bagi ibu Anum Resiko apapun Ia tetap maju. Ia harus lawan dan lawan. Lawan dengan instrument hukum yang berlaku di Indonesia.
Anum yang Saya Kenal
 Awalnya saya mengenal Latifah Anum Siregar SH,MH sebagai Direktur ALDP. Karena itu saya banyak mendapat program untuk masyarakat di wilayah perbatasan. Mulai dari di Distrik Arso, Waris, Senggi, Yuruf, Ubrub sampai Towe Hitam. Kepada masyarakat di wilayah perbatasan itu, mereka mengenal Anum sebagai, pendamping, motifator, pembelah yang gigih berani dengan visi misi kepemimpinan yang membebaskan. Anum bukan perempuan biasa. Ia perempuan yang bisa semua. Sekitar 15 tahun lebih saya mengenalnya. Pelayanan dan dedikasinya bagi masyarakat Papua tidak ada batas dan patok-patok social. Ia diterima dimana saja dan menerima  semua orang tanpa pandang bulu,agama,suku dll.
Ruang kerja ibu Anum hampir seluruh tanah Papua. Hari-hari yang Anum belah adalah kelompok-kelompok pejuang Papua yang oleh pemerintah Indonesia disebut OPM,TPN, Separatis, yang terakhir di sebut KKB.Ia tampil betul sebagai pembela mulai dari bapak Theys Eluyai sampai dengan Areki Wanimbo yang mendapat bebas murni dari Pengadilan Negeri Wamena tgl 7 mey 2015.Tentu saja Anum tidak bekerja sendiri. Ia punya teman dan jaringan yang banyak untuk berjuang bersama. Kunci utama yang saya lihat pada diri Anum adalah TEKUN BERPUASA dan SOLAT. Karena itu Anum adalah perempuan Saleh dan Ulet,Tangguh dan Gesit. Kayanya Anum tidak pernah lelah untuk terbang ke Wamena, Biak, Nabire, Manokwari, Serui, Sorong, Timika, Merauke dll demi untuk mendampingi kliennya.
Perempuan Pejuang HAM yang ulet,berani dan tidak pernah kapok. Anum mengalami banyak tantangan. Mulai dari pengalaman di TEROR, di Sindir dan ANCAMAN PEMBUNUHAN di Wamena. Namun itu semua Anum lewati dengan tenang dan biasa saja. Anum pernah mengutip kata-kata peneguhan dari pdt.Octo ”barang siapa bekerja dengan baik, hati dan jujur di tanah ini Ia akan memperoleh muzisat dari mujisat jisat ke mujisat yang lain”. Artinya bagi seorang Anum  Siregar, ungkapan dari tokoh spiritual  ini menjadi sumber kekuatan dan  keberanian  bagi Anum  untuk berjuang terus. Berjuang terus.
Pengacara tulen demi penegakan hukum dan keadilan.  Sikap pantang kekerasan tidak mungkin sejalan dengan  sikap  pengecut. Ragu-ragu  dan tidak konsisten.Tetapi  bagi Anum  demi penegakkan hukum dan keadilan, Ia tidak penah ragu-ragu. Komitmennya sangat kuat dan tetap konsisten.
Gwangju prize for humen right Award.  Award ini sangat bergengsi bagi para pejuang HAM di Asia. Anum menerima Penghargaan  di Gwangju tanggal 18 Mei 2015. Menurut tim yuri yang terdiri dari 7 orang pakar dan tokoh terkenal di Korea Selatan bahwa atas dedikasinya  bagi kaum yang tak mampu membela dirinya,Anum Seregar SH,MH hadir ditengah mereka.   Anum juga adalah seorang Perempuan amber  yang sangat kuat komitmennya untuk Perdamaian dan demokrasi di tanah Papua.bAnum sebagai anggota tim inti dalam Jaringan Damai Papua(JDP) yang di koordinir oleh DR. Neles Tebay.
Papua daerah potensial konflik. Entah horizontal maupun fertikal. Entah dalam suku sendiri maupun dengan suku lain sesama papua. Hampir setiap saat, terjadi Kekerasan, teror dan pembunuhan. Papua tidak pernah luput dari tragedy-tragedi kemanusiaan. Satu dua tahun terakhir yang selalu melakukan Kekerasan di Papua adalah aparat penegak hukum. Polisi mendapat nilai tertinggi pelaku tindak kekerasan di tanah Papua. Maka ada masyarakat yang tidak simpatik kepada  aparat polisi.
Anum Perempuan Saleh, yang tekun berpuasa dan solat. Karena tekun berpuasa dan solat, Anum punya kemampuan ekstra dalam hidupnya. Bahkan saya melihatnya sebagai perempuan saleh.
Tak dapat saya bayangkan energy yang ada dalam diri Anum.  Anum punya energy yang luar biasa. Pernah Anum datang dari Jayapura wamena ,kembali Jayapura  dan langsung Sorong. Perjalanan yang melelahkan, namun biasa saja bagi Anum. Di balik semua aktifitas yang begitu padat Anum ternyata seorang perempuan Saleh yang tekun berpuasa dan solat. Itulah yang menjadi sumber kekuatan dari Anum  Siregar  dalam menjalankan tugas pelayanan sebagai seorang pengacara.  Anum sangat layak  mendapat penghargaan Gwangju prize Human Right Award 2015. Maju terus,untuk penegakan hukum dan pembelaan HAM di tanah Papua. Tuhan memberkatimu. Selamat berjuang.!


Hepuba Asolokobal Wamena Jantung Tanah Papua

Pastor John Djonga
( Tulisan ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos - Juni 2015)