Penulis: James Modouw *)
Refleksi Hardiknas
Tanggal 2 Mei merupakan hari lahirnya tokoh
pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Peringatan hari pendidikan nasional
biasanya dimeriahkan dengan lomba-lomba dan upacara bendera pada tingkat
sekolah maupun pemerintah daerah. Ada baiknya pada momentum ini kita kembali
merefleksi apa yang diajarkan oleh tokoh pendidikan ini tentang prinsip
kepemimpinan yang telah menjadi inti dari kepemimpinan Pancasila saat ini
yaitu, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Pengertian dari prinsip kepemimpinan ini yaitu ketika seseorang menjadi
pemimpin diantara kelompoknya, haruslah ia menjadi teladan yang baik bagi
anggotanya, ketika berada diantara anggotanya
haruslah ia selalu membangun semangat, ketika anggota/stafnya sedang
menjalankan tugas dan tanggung jawab organisasi, ia harus selalu memberi
dukungan, Sikap ini seharusnya melekat pada kita semua sebagai pemimpin saat
ini. baik pemimpin formal di kantor-kantor, di masyarakat, di sekolah, demikian
halnya orang tua di rumah sebagai pemimpinan informal. Oleh karena pendidikan
dalam pengertian pembentukan sikap juga berlangsung dari proses tiru meniru
antara sesama kita dalam pergaulan sehari-hari, maka tanggung jawab
kepemimpinan pancasila ini juga melekat pada setiap orang terutama orang dewasa. Apakah setiap kita sudah berlaku sebagai
pemimpin bagi diri sendiri dan bagi orang lain?
Strategi Nasional
Strategi pengelolaan pendidikan kita di
Indonesia telah berlangsung dengan berbagai tema dengan maksud mempercepat
kualitas pengembangan sumberdaya manusia Indonesia agar tetap setara dengan
bangsa-bangsa lainnya di dunia. Ketika masa orde baru di awal tahun 1990an
terkenal tema link and match, pendidikan harus berorientasi pasar kerja.
Setelah reformasi kita mengenal tema, peningkatan mutu, akses, relevansi dan
tatakelolah. Kabinet kerja saat ini merumuskan tema percepatan dan peningkatan
: mutu, akses, efektifitas tatakelola dan pelibatan publik. Terdapat dua hal
yang akan mendapat tambahan penekanan pada pemerintahan saat ini yaitu percepatan
dan pelibatan publik pada mutu, akses dan efektifitas tatakelola. Bagaimana hal
ini dapat kita implementasikan dalam konteks pembangunan pendidikan baik di
provinsi, kabupaten, dan satuan pendidikan?
Mutu Belajar
Mutu pembelajaran selalu mengacu pada
syarat-syarat yang telah ditentukan sebagai sebuah standar. Kalau pembelajaran
di sekolah tidak mengacu pada syarat dan standar seperti penilaian hasil
belajar, penentuan kenaikan kelas, penentuan kelulusan, maka mutu hasil belajar
kita akan rendah. Sudah barang tentu yang dimaksud mutu disini bukan hanya
penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga sikap dan
perilaku seseorang yang menjadi kepribadiannya.
Saat ini ujian
nasional tidak lagi menjadi standar penentu bagi kelulusan siswa, hal ini
berarti standar kelulusan diserahkan kewenangannya kepada guru, rapat
pertimbangan dewan guru disekolah. Penyerahan kewenangan ini mempunyai
implikasi yang serius terhadap masa depan generasi muda bangsa dan negara untuk
bersaing di era pasar kerja global (misalnya tantangan MEA). Hal ini juga
berarti kita telah melepaskan kewenangan kontrol standar mutu pembelajaran kita
dari pemerintah kepada sekolah. Apakah desentralisasi kendali mutu ini dapat
mempercepat peningkatan mutu oleh sekolah yang berorientasinya terhadap
tuntutan kompetensi pasar global?, Sekalipun kita pernah jalani model penilaian
kelulusan seperti ini pada akhir tahun 1990an hingga awal tahun 2000an, caranya
adalah dengan melibatkan kontrol publik, kita perlu jejaki kembali pengalaman
ini.
Disisi lain
perubahan ini akan sangat membantu para siswa untuk belajar tidak berorientasi
pada soal-soal ujian dan kelulusan ujian nasional, tetapi belajar mengejar ilmu
yang disukainya, menyongsong pekerjaan yang akan disenanginya, dengan tetap memperhatikan
standar standar yang telah ditentukan.
Akses Pendidikan
Jangkauan masyarakat terhadap terhadap
fasilitas pendidikan seperti sekolah, taman belajar, pusat informasi, museum
dan kebun binatang/kebun raya, taman nasional, merupakan tantangan yang berat
karena luasnya wilayah, fasilitas komunikasi dan transportasi yang
menghubungkan setiap lokasi yang belum memadai. Cara yang ditempuh selama ini
yaitu dengan mendekatkan fasilitas pendidikan terhadap pemukiman masyarakat
ataupun mengembangkan pusat-pusat pendidikan terpadu. Masalah akses lebih
dominan harus dipikirkan dengan pola pendekatan kewilayahan. Oleh sebab itu
intitusi pendidikan baik di kabupaten/kota, maupun di provinsi dan pusat harus
memiliki tenaga yang memiliki kemampuan dibidang perencanaan kawasan, atau
perencanaan akses bekerjasama dengan Bappeda agar kebutuhan infrastruktur
kawasan dapat dipikirkan sekaligus.
Efektifitas Tata Kelola
Kepemimpinan pendidikan merupakan kunci
keberhasilan mengelola proses belajar. Kepemimpinan di satuan pendidikan di
perankan oleh Pendidik/Pengajar, Ketua Program Studi, Ketua Jurusan, Kepala
Sekolah, Dekan, Direktur, Ketua dan Rektor. Kepempinan memiliki kompetensi
tersendiri, tidak terdapat dalam ilmu pengetahuan umum seperti, Bahasa
Indonesia, Matematika dan lain-lainnya. Oleh sebab itu kepemimpinan harus
melalui suatu proses pelatihan dan praktek empiris yang perlu direncanakan dan
dilaksanakan secara terus menerus.
Di kalangan persekolahan di provinsi Papua
selama ini telah banyak guru dan kepala sekolah yang dilatih untuk memiliki
kepemimpinan pendidikan yang efektif. Kepemimpinan selalu harus adil dan tidak
berpihak pada kepentingan apapun, kecuali berpihak pada masyarakat yang lemah.
Eforia politik lokal dalam masa pergantian kepala daerah sering menghancurkan
kapasitas kepemimpinan pendidikan yang telah terpasang dengan biaya, daya dan
waktu yang tidak dapat tergantikan. Efektifitas pengelolaan sekolah kembali
tergadaikan oleh bargaining politik, tatakelola pendidikan kembali
meniti jalan panjang dimulai dari titik nadir terendah untuk mengejar mimpi
yang indah namun tidak jarang yang hadir adalah kepalsuan dalam data belaka.
Tatakelola yang transparan, akuntabel dan
partisipatif merupakan kiat manajamen pendidikan yang baik karena dengan
demikian akan melibatkan tanggung jawab masyarakat luas. Model pengelolaan
administrasi seperti ini akan sangat menunjukan kekurangan dan kelebihan kita,
sehingga menarik minat masyarakat yang memiliki kemampun untuk memberi kepada
sesamanya melalui pendidikan. Memberi dapat melalui keahliannya, jaringan
relasinya, fasilitasnya, maupun dana sehingga dapat menopang efektifitas
tatakelolah satuan pendidikan, baik formal berupa sekolah dan perguruan tinggi
maupun non formal berupa kursus dan pelatihan serta kelompok-kelompok belajar
informal lainnya di masyarakat.
Pelibatan Publik
Melibatkan publik/masyarakat merupakan model
penyelenggaraan pendidikan yang demokratis. Sesungguhnya masyarakat lebih
mengetahui apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya untuk mampu bersaing dalam
berbagai lapangan pekerjaan dan mata pencaharian. Oleh karena itu lembaga
penyelenggara pendidikan baik formal dan non formal mesti melibatkan publik
dalam berbagai pertimbangan pengambilan keputusan. Publik dalam hal ini adalah
lembaga yang berada di masyarakat berupa dunia usaha, asosiasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, lembaga agama, lembaga pemerintah yang mempraktekkan
keahlian yang serupa ataupun yang peduli terhadap masa depan generasi muda
serta pembangunan demi kemajuan bersama. Di kalangan sekolah selama ini
pelibatan publiknya selalu berupa komite sekolah yang anggotanya adalah orang
tua wali. Sesungguhnya komite sekolah bukan perwakilan orang tua saja, tetapi
komite sekolah haruslah semua orang yang peduli terhadap kemajuan generasi
penerusnya melalui pendidikan.
Pemberian kewenangan kelulusan kepada
sekolah merupakan peluang bagi pelibatan masyarakat untuk mengawal pendidikan
kita agar tetap berproses sesuai dengan standar dan tuntutan pasar kerja lokal
maupun global. Caranya adalah dengan
melibatkan publik/masyarakat melalui komite sekolah, lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan, asosiasi profesi maupun dunia usaha.
Dengan demikian kepemilikan sekolah akan
kembali menjadi milik masyarakat, bukan hanya milik pemerintah seperti pada
awal kemerdekaan kita dulu. Kontrol publik terhadap sekolah dapat ditekankan
pada aspek mutu layanannya terhadap masyarakat dan acuannya pada standar
kompetensi dan standar profesi. Bersamaan dengan itu kita perlu menghadirkan
sikap kepemimpinan pancasila dalam kehidupan sehari hari serta mempecepat mutu
akses dan tatakelolah pendidikan kita.***
*)
penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Manajemen Perkotaan.
( Tulisan ini sudah dimuat di Harian Cenderawasih Pos 2015)