Rabu, 29 April 2015

Peringatan Hardiknas dan Taruhan Masa Depan Generasi Muda

                                                                    Penulis: James Modouw *)


Refleksi Hardiknas
  Tanggal 2 Mei merupakan hari lahirnya tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Peringatan hari pendidikan nasional biasanya dimeriahkan dengan lomba-lomba dan upacara bendera pada tingkat sekolah maupun pemerintah daerah. Ada baiknya pada momentum ini kita kembali merefleksi apa yang diajarkan oleh tokoh pendidikan ini tentang prinsip kepemimpinan yang telah menjadi inti dari kepemimpinan Pancasila saat ini yaitu, ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Pengertian dari prinsip kepemimpinan ini yaitu ketika seseorang menjadi pemimpin diantara kelompoknya, haruslah ia menjadi teladan yang baik bagi anggotanya, ketika berada diantara anggotanya  haruslah ia selalu membangun semangat, ketika anggota/stafnya sedang menjalankan tugas dan tanggung jawab organisasi, ia harus selalu memberi dukungan, Sikap ini seharusnya melekat pada kita semua sebagai pemimpin saat ini. baik pemimpin formal di kantor-kantor, di masyarakat, di sekolah, demikian halnya orang tua di rumah sebagai pemimpinan informal. Oleh karena pendidikan dalam pengertian pembentukan sikap juga berlangsung dari proses tiru meniru antara sesama kita dalam pergaulan sehari-hari, maka tanggung jawab kepemimpinan pancasila ini juga melekat pada setiap orang terutama orang dewasa.  Apakah setiap kita sudah berlaku sebagai pemimpin bagi diri sendiri dan bagi orang lain? 

Strategi Nasional
  Strategi pengelolaan pendidikan kita di Indonesia telah berlangsung dengan berbagai tema dengan maksud mempercepat kualitas pengembangan sumberdaya manusia Indonesia agar tetap setara dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Ketika masa orde baru di awal tahun 1990an terkenal tema link and match, pendidikan harus berorientasi pasar kerja. Setelah reformasi kita mengenal tema, peningkatan mutu, akses, relevansi dan tatakelolah. Kabinet kerja saat ini merumuskan tema percepatan dan peningkatan : mutu, akses, efektifitas tatakelola dan pelibatan publik. Terdapat dua hal yang akan mendapat tambahan penekanan pada pemerintahan saat ini yaitu percepatan dan pelibatan publik pada mutu, akses dan efektifitas tatakelola. Bagaimana hal ini dapat kita implementasikan dalam konteks pembangunan pendidikan baik di provinsi, kabupaten, dan satuan pendidikan?

Mutu Belajar
   Mutu pembelajaran selalu mengacu pada syarat-syarat yang telah ditentukan sebagai sebuah standar. Kalau pembelajaran di sekolah tidak mengacu pada syarat dan standar seperti penilaian hasil belajar, penentuan kenaikan kelas, penentuan kelulusan, maka mutu hasil belajar kita akan rendah. Sudah barang tentu yang dimaksud mutu disini bukan hanya penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga sikap dan perilaku seseorang yang menjadi kepribadiannya.
Saat ini ujian nasional tidak lagi menjadi standar penentu bagi kelulusan siswa, hal ini berarti standar kelulusan diserahkan kewenangannya kepada guru, rapat pertimbangan dewan guru disekolah. Penyerahan kewenangan ini mempunyai implikasi yang serius terhadap masa depan generasi muda bangsa dan negara untuk bersaing di era pasar kerja global (misalnya tantangan MEA). Hal ini juga berarti kita telah melepaskan kewenangan kontrol standar mutu pembelajaran kita dari pemerintah kepada sekolah. Apakah desentralisasi kendali mutu ini dapat mempercepat peningkatan mutu oleh sekolah yang berorientasinya terhadap tuntutan kompetensi pasar global?, Sekalipun kita pernah jalani model penilaian kelulusan seperti ini pada akhir tahun 1990an hingga awal tahun 2000an, caranya adalah dengan melibatkan kontrol publik, kita perlu jejaki kembali pengalaman ini.
Disisi lain perubahan ini akan sangat membantu para siswa untuk belajar tidak berorientasi pada soal-soal ujian dan kelulusan ujian nasional, tetapi belajar mengejar ilmu yang disukainya, menyongsong pekerjaan yang akan disenanginya, dengan tetap memperhatikan standar standar yang telah ditentukan.

Akses Pendidikan
   Jangkauan masyarakat terhadap terhadap fasilitas pendidikan seperti sekolah, taman belajar, pusat informasi, museum dan kebun binatang/kebun raya, taman nasional, merupakan tantangan yang berat karena luasnya wilayah, fasilitas komunikasi dan transportasi yang menghubungkan setiap lokasi yang belum memadai. Cara yang ditempuh selama ini yaitu dengan mendekatkan fasilitas pendidikan terhadap pemukiman masyarakat ataupun mengembangkan pusat-pusat pendidikan terpadu. Masalah akses lebih dominan harus dipikirkan dengan pola pendekatan kewilayahan. Oleh sebab itu intitusi pendidikan baik di kabupaten/kota, maupun di provinsi dan pusat harus memiliki tenaga yang memiliki kemampuan dibidang perencanaan kawasan, atau perencanaan akses bekerjasama dengan Bappeda agar kebutuhan infrastruktur kawasan dapat dipikirkan sekaligus.

Efektifitas Tata Kelola
  Kepemimpinan pendidikan merupakan kunci keberhasilan mengelola proses belajar. Kepemimpinan di satuan pendidikan di perankan oleh Pendidik/Pengajar, Ketua Program Studi, Ketua Jurusan, Kepala Sekolah, Dekan, Direktur, Ketua dan Rektor. Kepempinan memiliki kompetensi tersendiri, tidak terdapat dalam ilmu pengetahuan umum seperti, Bahasa Indonesia, Matematika dan lain-lainnya. Oleh sebab itu kepemimpinan harus melalui suatu proses pelatihan dan praktek empiris yang perlu direncanakan dan dilaksanakan secara terus menerus.
   Di kalangan persekolahan di provinsi Papua selama ini telah banyak guru dan kepala sekolah yang dilatih untuk memiliki kepemimpinan pendidikan yang efektif. Kepemimpinan selalu harus adil dan tidak berpihak pada kepentingan apapun, kecuali berpihak pada masyarakat yang lemah. Eforia politik lokal dalam masa pergantian kepala daerah sering menghancurkan kapasitas kepemimpinan pendidikan yang telah terpasang dengan biaya, daya dan waktu yang tidak dapat tergantikan. Efektifitas pengelolaan sekolah kembali tergadaikan oleh bargaining politik, tatakelola pendidikan kembali meniti jalan panjang dimulai dari titik nadir terendah untuk mengejar mimpi yang indah namun tidak jarang yang hadir adalah kepalsuan dalam data belaka.
   Tatakelola yang transparan, akuntabel dan partisipatif merupakan kiat manajamen pendidikan yang baik karena dengan demikian akan melibatkan tanggung jawab masyarakat luas. Model pengelolaan administrasi seperti ini akan sangat menunjukan kekurangan dan kelebihan kita, sehingga menarik minat masyarakat yang memiliki kemampun untuk memberi kepada sesamanya melalui pendidikan. Memberi dapat melalui keahliannya, jaringan relasinya, fasilitasnya, maupun dana sehingga dapat menopang efektifitas tatakelolah satuan pendidikan, baik formal berupa sekolah dan perguruan tinggi maupun non formal berupa kursus dan pelatihan serta kelompok-kelompok belajar informal lainnya di masyarakat.

Pelibatan Publik
  Melibatkan publik/masyarakat merupakan model penyelenggaraan pendidikan yang demokratis. Sesungguhnya masyarakat lebih mengetahui apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya untuk mampu bersaing dalam berbagai lapangan pekerjaan dan mata pencaharian. Oleh karena itu lembaga penyelenggara pendidikan baik formal dan non formal mesti melibatkan publik dalam berbagai pertimbangan pengambilan keputusan. Publik dalam hal ini adalah lembaga yang berada di masyarakat berupa dunia usaha, asosiasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga agama, lembaga pemerintah yang mempraktekkan keahlian yang serupa ataupun yang peduli terhadap masa depan generasi muda serta pembangunan demi kemajuan bersama. Di kalangan sekolah selama ini pelibatan publiknya selalu berupa komite sekolah yang anggotanya adalah orang tua wali. Sesungguhnya komite sekolah bukan perwakilan orang tua saja, tetapi komite sekolah haruslah semua orang yang peduli terhadap kemajuan generasi penerusnya melalui pendidikan.
   Pemberian kewenangan kelulusan kepada sekolah merupakan peluang bagi pelibatan masyarakat untuk mengawal pendidikan kita agar tetap berproses sesuai dengan standar dan tuntutan pasar kerja lokal maupun global.  Caranya adalah dengan melibatkan publik/masyarakat melalui komite sekolah, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, asosiasi profesi maupun dunia usaha.
   Dengan demikian kepemilikan sekolah akan kembali menjadi milik masyarakat, bukan hanya milik pemerintah seperti pada awal kemerdekaan kita dulu. Kontrol publik terhadap sekolah dapat ditekankan pada aspek mutu layanannya terhadap masyarakat dan acuannya pada standar kompetensi dan standar profesi. Bersamaan dengan itu kita perlu menghadirkan sikap kepemimpinan pancasila dalam kehidupan sehari hari serta mempecepat mutu akses dan tatakelolah pendidikan kita.***

*) penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Manajemen Perkotaan.
( Tulisan ini sudah dimuat di Harian Cenderawasih Pos 2015)




Jumat, 03 April 2015

Merubah Merauke Jadi Lumbung Kayu Industri dan Lumbung Beras Terbatas Lewat Pola Kebun Agroforesty

Oleh: Ir Nof Kastella, MP*)
  MERAUKE, sebuah nama yang pasti dikenal semua orang lewat lagu “dari Sabang sampai Merauke”.  Di Papua ada istilah Jamer (jawa merauke),  dikenal sebagai daerah transmigrasi dan penghasil beras.  Beberapa tahun yang lalu Merauke pernah surplus beras sekitar 40 ribu ton pertahun, namun tidak dapat dijual keluar Merauke, dan hal seperti ini baru pertama kita dengar terjadi di Indonesia, apa penyebabnya?    Beberapa tahun yang lalu juga ada program MIFE (Merauke Integrated Food Energy) yang ternyata gagal tanpa diketahui  apa penyebabnya?.   Akhir-akhir ini juga,  kita baca di surat khabar, bahwa Pemda provinsi Papua berencana menjadikan Merauke sebagai lumbung pangan beras di Papua, padahal beras yang ada saja tidak dapat dijual keluar merauke.   Oleh karena itu melalui tulisan ini kami coba memberikan dukungan, analisis, pertimbangan dan solusi pemecahannya  agar lahan lahan di merauke dapat  menghasilkan kegiatan ekonomi produktif  yang dapat mendatangkan keuntungan finansial bagi petani, pemda setempat  dan dampak manfaat lain dari multiplier effectnya.
Kondisi Sumber Daya Lahan Pertanian dan Permasalahannya  
   Untuk dapat menentukan  penyebab suatu masalah disektor pertanian, maka wajib  dilakukan pendekatan agro ekosisitem/forest ecocysytem  untuk selanjutnya dapat menentukan solusi/jalan keluar/upaya pemecahannya secara benar dan logik.  Berdasarkan pendekatan dimaksud, maka layak/tidaknya(sesuai/tidaknya) lahan dimaksud,alangkah baiknya  wajib terlebih dahulu kita laksanakan kegiatan “Studi kelayakan dan penyusunan Masterplan-Siteplan dan rancang bangun berbagai kebun  model yang unggul dan berkelanjutan”, melalui  survei pengambilan data  biofisik (tanah/topografi, hidrologi, iklim, flora/fauna), aspek sosial-ekonomi dan sosial budaya.  Kegiatan studikelayakan ini wajib dilakukan karena harus dianalisis terlebih dahulu kesesuaian lahan dan komoditi, juga harga pasar dan tataniaganya.  Melalui tulisan ini, penulis mencoba mengumpulkan data sekunder baik data hasil citra landsat, hasil survey dari berbagai sumber yang dapat dipercaya sebagai berikut:
Aspek BIOFISIK: Tanah /Topografi 
  Apabila kita lepas landas dari pesawat maka sejauh mata memandang kita lihat suatu kawasan hutan savanna yang sangat luas, datar, ada 4-5 sungai  berukuran sedang (s.Merauke, s. subasuba, s.kumbe, s. digul), dan  beberapa daerah rawa.  Adapaun luas kawasan ini termasuk kabupaten pemekaran baru seperti Boven Digul, Bade, Asmat, diperkirakan sekitar 8-10 juta ha.  Dari data citra landsat telah dianalisis 10 sistem lahan dominan/kesesuaian lahan dikiri-kanan jalan, dan ternyata  semuanya menunjukkan bahwa lahan di Merauke dan sekitarnya “tidak  sesuai untuk tanaman padi dan hanya sesuai untuk tanaman karet, sagu, minyak kayu putih, masohi,lawang, sereh wangi, kayu cina, dammar, perikanan, dan tanaman kehutanan/perkebunan lainnya” artinya lahan-lahan dimaksud secara ekologis tidak sesuai dengan tanaman padi.   Hal ini membuat penulis sangat penasaran karena kalau tanah di Merauke itu tidak sesuai untuk tanaman padi, namun mengapa merauke dapat memproduksi padi dan sempat surplus?   Ada 4 klassifikasi kesesuaian lahan yang diketahui  yaitu sangat sesuai, sesuai,  kurang sesuai, dan tidak sesuai dimana untuk dapat mengklasifikasinya beberapa data berikut wajib dianalisis yaitu jenis tanah, kondisi tanah (tekstur, struktur,berat jenis, porositas, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation dan PH tanah), iklim dan ketinggian diatas permukaan laut.  Beberapa data sekunder juga menyatakan  bahwa,   Sesuai peta tanah tinjau Merauke yang berasal dari Pusat penelitian Tanah Bogor menyatakan bahwa kelas tanah diMerauke umumnya klas C (kurang subur), dengan faktor pembatas PH masam, miskin unsur hara, drainase jelek, didominasi tanah  podzolik merah kuning, alluvium,organosol dan latosol,  kesuburan tanah terbatas sehingga perlu ada waktu bera untuk mengembalikan kesuburan tanah secara alamiah atau dengan kata lain jenis tanah seperti ini perlu pemupukan dan tumpang gilir, sumber air/irigasi teknis kurang karena musim kemarau terjadi 6-7 bulan.  Beberapa data laboratorium tanah juga  menunjukkan nilai C/N >1 artinya tanah dimaksud rendah unsur nitrogennya dan tinggi unsur carbonnya, sehingga disimpulkan bahwa didalam tanah tersebut kurang terjadi proses dekomposisi/humunisasi  oleh mikroorganisme akibat karena tanah tersebut tergenang air dalam waktu yang cukup lama.  
   Berdasarkan hasil penelitian Ewusie J.Y dalam buku berjudul “Ekologi Tropika”  disebutkan bahwa taksiran banyaknya hara yang dibebaskan dengan membakar nabatah tropika dalam kg per-ha, dimana dihutan savanna diperoleh fosfat 8, kalium 46, calcium 35 dan magnesium 26, dan apabila dibandingkan dengan membuka hutan tropis basah akan diperoleh fosfat 127, kalium 830,calcium 2560 dan magnesium 351  Dengan demikian,  disimpulkan bahwa memang benar lahan savanna di Merauke cenderung miskin unsur hara.  Beberapa bulan yang lalu juga diinformasikan di surat khabar bahwa telah terjadi infiltrasi air laut sepanjang lebih kurang 20 km melalui sungai sungai akibat pembukaan kanal-kanal yang tidak diperhitungkan secara teknis.  Mungkin karena kondisi biofisik seperti dimaksud diatas disertai juga dengan keterbatasan infrastruktur menyebabkan  para investor kurang berminat berinvestasi sektor agribisnis melalui program Mife.   Lantas, bagaimana  strategi/solusi pemecahannya agar tanah-tanah di Merauke yang luasnya jutaan hektar itu dapat menghasilkan produk pertanian (dalam arti luas) yang unggul dan berkelanjutan?
Pembahasan Dan Analisis 
   Menurut penulis, kemungkinan beberapa faktor yang menyebabkan sehingga lahan yang ada dapat produksi beras dan pernah surplus adalah  karena ada subsidi sarana produksi (lahan, bibit unggul, pupuk),prasarana (jalan, jembatan, irigasi teknis), penyuluhan yang terus menerus dan ada dukungan  dari bupati setempat.  Namun, yang menjadi pertanyaan bagi kita apakah karena bisa berproduksi  dan suplus beras lantas petani mendapat untung dari segi financial,?  Apakah biaya produksi sama atau lebih besar dari nilai jual?  Bagaimana kalau Pemda tidak mensubsidinya lagi?  Apakah para petani di Merauke itu hidup dari usaha menjual komoditi beras atau justru mendapat uang dari usaha lain seperti membuka kios, bengkel, pelihara ternak sapi, tukang ojek dan usaha lainnya?    Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka kita perlu punya alat/indikator mengukurnya, yaitu;  Suatu kawasan dapat dikatakan telah berhasil memproduksi hasil pertanian yang unggul dan berkelanjutan(sustainable agricultural management), apabila dapat memenuhi 6 indikator yaitu  tingginya produktivitas (productivity), tingginya keuntungan (profitability),ekologi kebun yang stabil (stability),sistem pertaniannya mewakili ekosistem pertanian dominan (equitability), sistem pertaniannya disukai masyarakat tani (suitability) dan kebun pertanian dimaksud dapat berproduksi setiap tahun secara terus menerus (sustainability).  Kalau kita analisis  kenyataan yang ada dimana kabupaten Merauke dapat memproduksi padi, namun tidak dapat menjual kedaerah lain sehingga insting kami menyimpulkan bahwa  produksi padi di Merauke dapat mencapai tingginya produktivitas, namun belum profitability,belum stability, belum equitability dan belum sustainability yang disebabkan oleh  banyak faktor, seperti kesesuaian lahan,  transportasi , permintaan pasar dan lainnya .   Dengan mempertimbangkan kondisi biofisik seperti disebutkan diatas, maka mungkin lebih ekonomis lahan-lahan tanaman padi dibentangkan terlebih dahulu dengan plastik sedalam lebih kurang 50 cm dengan maksud agar terjadi efisiensi penggunaan air dan pupuk.   Bisa saja pengolahan lahan padi di Merauke itu dapat berproduksi dan surplus namun tidak menguntungkan bagi para petani dari aspek financial akibat biaya produksi sama atau lebih besar dari nilai jual atau dapat terjadi apa yang disebut  “law of diminishing return” artinya jumlah penambahan hasil yang semakin berkurang walaupun pemberian input (pupuk, air) semakin besar,  akibat terjadi kejenuhan pada tanah.  Oleh karena itu Pemda tidak buru-buru mempersiapkan Merauke sebagai daerah lumbung beras  melalui intensifikasi,  ekstensifikasi, subsidi mekanisasi, dan lebih penting adalah  perlu  analisis yang mendalam lagi untuk selanjutnya disusun suatu perencanaan yang lebih matang dan logis serta rancang bangun berbagai kebun model yang unggul dan berkelanjutan.  Hal ini agar jangan sampai terulang kembali  kejadian  35 tahun yang lalu dimana para petani diPapua disuruh menanam cengkeh padahal dari aspek biofisik/ekologis cengkeh tidak sesuai ditanam di Papua. 
Solusi Pemecahannya 
   Menurut Penulis, agar lahan di Merauke itu dapat berproduksi secara ekonomis, maka:  (1)Jangan  paksa petani untuk menanam padi dan kiranya disesuaikan saja dengan kondisi ekosistem lahan dan kesesuaian lahan yang ada yaitu dengan menanam tanaman pangan, hortikultura,perkebunan, perikanan dan kehutanan yang sesuai dari aspek  ekologis; (2)  merubah luasan per kepala keluarga dari 2 ha menjadi 10-25ha melalui kebijakan land reform dan resettlement;  (3)subsidi mekanisasi peralatan besar;(4)  Model kebun/sistem pertanian/teknologi  dirubah dari monokultur padi  ke sistem pertanian campuran (multiple cropping), pertanian terpadu (integrated farmyng system), pertanian biologi (ecofarmyng), model kebun interplanting/intercropping/agroforestry (agrosylvopastoral, agrosylvocultuur, agrosylvofishery) dan penerapan teknologi pertanian biologi atau pertanian organic, dengan harapan dan tujuan akhir yaitu Lahan di Merauke dapat  memproduksi komoditi yang berkualitas,  murah, ramah lingkungan dengan nilai jual yang tinggi.  
Berdasarkan pemikiran diatas, kiranya perlu merancang bangun terlebih dahulu beberapa kebun model/sistem/teknologi   dimaksud oleh BPPTP (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian)  yaitu model kebun yang unggul dan berkelanjutan.  Berdasarkan pemikiran diatas, kiranya Pemda Provinsi Papua perlu menyiapkan tenaga ahli dengan biaya yang cukup agar instansi yang menangani sektor pertanian ini dapat bekerja secara benar dan professional.

*)Pernulis adalah  
-Sekretaris Dewan Pakar HKTI Provinsi Papua
-Direktur Eksekutip ASBENINDO Provinsi Papua, sehari-hari bekerja di Dinas Kehutanan Provinsi    Papua. 
( Tulisan ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos, Maret 2015)

Rabu, 01 April 2015

Presiden Jokowi dan Masa Depan Papua

Oleh Thomas Josemaria Ch. Syufi* 

TEPAT tanggal 27 Desember 2014,  Presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokow Widodo berkunjung ke Papua. Tujuan kedatangan Jokowi adalah untuk merayakan Natal nasional bersama umat Kristiani dari seluruh penjuru di Jayapura, Papua. Disamping itu, presiden juga menyampaikan pidato tentang pembangunan Papua ke depan, seperti pembangunan  infrastruktur, ekonomi kerakyatan, dan dibukanya ruang dialog. 
  Setibanya di Bandara Sentani, begitu presiden keluar dari pesawat, dia mendapat sambutan hangat dari adat masyarakat Sentani berupa prosesi injak piring, pemasangan topi Cenderawasih, dan di iringi tarian adat. Sang Presiden menjalani tradisi injak piring yang berlansung sekitar 5 menit.
   Hal ini menjadi peritiwa baru dalam sejarah masyarakat Papua sejak bergabung dengan RI 1 Mei 1963. Antusiasime rakyat ini juga tampak dari luar Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Dalam hati, mereka yakin presiden Jokowi adalah sang pembawa kasih dan damai bagi Tanah Papua.
  Sudah sekian lama rakyat Papua terhimpit dalam tangga kekuasaan, tenggelam dalam lumpur budaya bisu, dan tersandera dengan politik pembangunan yang cenderung sentralistik dan diskriminatif. Politik primordialisme pun masih menghantui negeri ini. Amerika sekali pun masih dihantui politik primordial.
   Pada periode pertama dan kedua, mayoritas umat Katolik Amerika memilih Barack Obama  kandidat presiden dari Partai Demokrat, meskipun Obama tidak menolak praktik aborsi yang sangat di tentang oleh Gereja Katolik dan Vatikan. Pilihan ini karena, Obama menggandeng Joseph (Jo) Biden seorang Katolik Roma  sebagai kandidat  Wapresnya.
Sedangkan di Indonesia, rakyat Papua secara gratis tanpa pandang Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan secara aktif setiap lima tahun ikut memilih presiden Indonesia. Namun, politik pembangunan selama ini dilakukan tidak pernah menguntungkan rakyat di Tanah Papua sejak  berintegrasi dengan Indonesia. Hal ini karena masih saja dihantui dengan politik primordialisme.
   Namun Kali ini, Presiden Jokowi berbeda dengan enam presiden sebelumnya. Jokowi seperti  rasul Yohanes atau seorang nabi yang berseru dari padang gurun untuk perubahan bagi Tanah Papua. Karena, pemahaman Jokowi, mereka juga adalah kita. Orang Papua juga adalah saudara-saudara kita yang butuh perhatian yang sama di republik ini.
Pada acara Natal di Jayapura, Presiden Jokowi dengan senang  hati mengajak semua orang Papua  untuk kembali bersatu. Baik yang berada di gunung, dilembah, dihutan harus kembali untuk membangun Papua. Dalam pemahaman Jokowi, membangun Papua bukan sekedar membangun infrastruktur  jembatan, jalan, rumah sakit, dan sekolah, tapi rakyat Papua butuh adanya dialog dan, diskusi bersama. Jokowi mau mendengarkan sejumlah aspirasi dan keinginan rakyat Papua.
   Pesan-pesan Presiden Jokowi tentang masa depan orang Papua dalam Indonesia sungguh menjanjikan.  Sekarang tinggal orang Papua segera bersatu, bekerja sama dan  mau pilih jalan yang mana? Karena, perubahan akan terwujud bagi orang Papua pada pemerintahan Jokowi.
   Jika, Presiden Jokowi berhasil  melakukan perubahan di Tanah Papua sesuai dengan janjinya. Maka, hanya dua presiden Indonesia yang akan dianggap jadi ‘malaikat’ penyelamat bagi orang Papua, yakni mendiang presen ke-4,  Gus Dur dan presiden ke-7 Jokowi. Tinggal Jokowi bisa melakukan yang terbaik daripada yang baik, maka dialah yang akan merebut poin satu dari rakyat Papua. 

Masih banyak masalah
   Berbagai janji presiden tentang perubahan bagi Indonesia dan Papua. Namun, di satu sisi masih banyak “PR” dan sejumlah masalah aktual yang butuh intervensi presiden secara cepat dan tepat.
  Presiden Jokowi, ke depan pun masih dipersibukan dengan beberapa agenda internal, seperti mencari solusi dan koalisi untuk mendukung pemerintahannya selama satu periode, persiapan pergantian (reshuffle) kabinet, gangguan politik dari KMP, dan friksi politik lainnya.
Masalah-masalah ekternal yang sedang dihadapi presiden, sebagaimana pernah ia berjanji saat kampanye sebagai presiden RI tahun lalu di Papua, bahwa ketika terpilih sebagai presiden RI, dia akan menuntaskan semua masalah pelanggaran HAM di masa lalu di seluruh Indonesia, khususnya di Papua.
   Masalah-masalah yang dihadapi presiden sejak 2014 hingga sekarang, seperti korban lumpur lapindo, jatuhnya pesawat Air Asia, kasus Munir yang kini jadi bola salju, bentrok antara TNI dan Polri di Batam, masalah TKI di luar negeri, serta penembakan terhadap warga sipil di Paniai8 Desember lalu, penembakan terhadap polisi di Puncak Jaya, dan resistensi publik soal kebijakan kenaikan harga BBM yang dilakukannya.
   Sejumlah persoalan yang masih menumpuk ini, bakal jadi beban yang relatif berat bagi Jokowi dan kabinetnya. Jokowi masih baru saja berbulan madu (honey moon) di singgasana kepresidenan di Medan Merdeka Barat. Dan, perjalanannya masih jauh dan berat. Kepemimpinan Jokowi ini  mau berhasil, maka dia harus memulai bekerja, seperti apa yang dikatakan oleh penulis asal Syria, Publilius Syrius yang hidup pada tahun 46-29 SM, “Jika Anda ingin mencapai yang tertinggi, mulai dari yang terendah!”
   Untuk penyelesaikan sejumlah persoalan di Papua, telah menjadi tekad Presiden Jokowi. Ia mau menyelesaikan dengan pola dialog dan diskusi dengan rakyat Papua guna menemukan solusi untuk  menata pembangunan yang lebih baik ke depan. Dan, ia pun berjanji akan sungguh-sungguh memperhatikan (membangun) negeri Cenderawasih itu dengan konsep dan aspirasi yang diinginkan oleh rakyat Papua sendiri.
   Iktiar penyelesaian masalah Papua juga didukung oleh sejumlah tokoh nasional, seperti Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), yang juga Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo, Pr, yang meminta Presiden Jokowi untuk mendengarkan suara orang Papua, terutama orang seperti Pater Neles Tebay yang sangat memahami persoalan Papua. (Jubi, 26/12/2014).
   Menurut Uskup Ignatius, pada kunjungan Jokowi ke Papua tanggal 27 Desember 2014 lalu, ia akan bertemu dengan rekan-rekan pemimpin gereja di Papua. Bukan sekedar untuk memberikan solusi, tapi untuk mendengarkan mereka.
   Dan harapan untuk Jokowi berjumpa dengan tokoh-tokoh gereja dan rakyat Papua pun terwujud. Presiden Jokowi berjumpa dengan mereka danmembuat janji untuk membangun Papua, seperti pembangunan pasar bagi mama-mama Papua.
   Selain itu, harapan untuk Presiden Jokowi  juga, agar tidak hanya melihat Papua dari satu sisi, bahwa orang Papua itu mayoritas Kristen, yang berkulit hitam dan berambut keriting yang menjadi fokus perhatian pembangunan. Padahal, Papua itu cukup heterogen. Indonesia mini. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi diharapkan bangun Papua harus secara koprehensif dan holistik.
   Banyak saudara-saudara non Papua, dan non Kristen di Tanah Papua juga butuh perhatin dan kasih sayang yang sama dari presiden. Pembangunan harus merata bagi segenap penduduk yang ada di Tanah Papua tanpa diskriminasi. Bagi anggaran Otonomi Khusus boleh dipakai untuk membangun orang asli Papua, tetapi anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD harus digunakan untuk membangun seluruh penduduk di Tanah Papua.
Karena, kemajuan Papua butuh dukungan semua pihak, terutama semua orang yang ada di Tanah Papua. Dan, tentunya, harapan besar dari rakyat Papua terhadap saudara-saudara non Papua yang hidup bersama mereka di Tanah Papua untuk sungguh-sungguh bersama membangun Papua yang adil, damai dan sejahtera.
   Pada hakikatnya, Papua juga adalah Indonesia. Maka, presiden harus serius dan intensif membangun Papua dengan diawali konsep dialog yang adil, damai, dan bermartabat dengan segenap komponen rakyat Papua untuk menapak “problem solving” sebagai arah membangun Papua ke depan. 
    Beberapa masalah utama di Tanah Papua adalah masalah ketidakadilan, seperti ketidakadilan pembangunan di bidang ekonomi, perampasan tanah masyarakat adat, pelanggaran HAM dan sejarah politik Papua yang masih menjadi kontraversi. Oleh karena itu, sebelum presiden menjalankan roda pembangunan di Tanah Papua, sebaiknya diawali dialog. Format dialog harus sesuai dengan keinginan kedua belah pihak, yaitu Jakarta dan orang Papua.
   Apabila hal ini dilakukan oleh Presiden Jokowi, maka dia satu-satunya presiden yang berhasil menebus dan mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Tanah Papua selama 50-an tahun. Dialog hanyalaha waybukan tujuan. Maka, tidak perlu ditakuti dengan frasa dialog Jakarta-Papua. Trust buldingantara kedua belah pihak, Jakarta- Papua wajib dikonstruksi.
Diharapkan agar proses hingga pelaksanaan dialog nanti  jangan merugikan salah satu pihak, tetapi kedua belah pihak harus sama-sama menang demi membangun Tanah Papua yang lebih baiik ke depan!
   Membangun Papua ke depan harus membangun dengan sepenuh hati tanpa sentimen primordial dan sikap egosentrik. Negeri ini tidak akan maju kalau kedua belah pihak terus terhanyut dalam samudera perdebatan yang tak pernah berkesudahan. 
Rakyat Papua berkeyakinan besar, bahwa masa depan mereka kian jelas ketika Mantan Wali Kota Solo, dan Mantan Gubernur DKI, Joko Widodo memulai memimpin Indonesia. Cahaya keadilan dan kebenaran akan segera bersinar di bumi Papua.
   Dengan hadirnya Presiden Jokowi dalam perayaan Natal nasional  di Jayapura pada tanggal 27 Desember 2014 lalu,  menjadi sembuah momentum awal pergerakan sang kepala negara dan kepala pemerintahan dari ufuk timur demi kemajuan dan kemandirian bangsa!
“Si vis pacem para iustitiam. Dona nobis pacem, jika Anda menginginkan perdamaian siapakanlah keadilan. Berilah kami damai”! 

*).  Penulis adalah Mantan Kepala Lembaga Pers dan Penerbitan Majalah Margasiswa  Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP  PMKRI) Sanctus Thomas Aquinas periode 2012- 2014), dan Presiden FMMP  tinggal di Jakarta.
( Tulisan ini pernah dimuat di harian Cenderawasih Pos - April 2015)