Oleh Edi Wibowo*)
BENCANA alam tidak dapat di hindari. Beragam bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dll menjadi suatu hal yang sangat tidak di inginkan semua orang. Meski begitu kita tidak dapat meprediksikan kapan bencana itu sendiri akan datang. Terlebih lagi saat ini Indonesia sedang dalam musim penghujan dan tentunya ada sederet bencana alam yang dapat terjadi khususnya di Kota Jayapura.
Masih erat di benak kita peristiwa banjir tahun lalu tanggal 22 Februari 2014 yang terjadi di Kota Jayapura, yang mana juga menimbulkan kerugian materi akibat banyaknya infrastruktur dan rumah warga yang rusak. Bahkan banjir ini juga menelan 11 korban jiwa dan tentunya melumpuhkan kota Jayapura untuk beberapa hari. BMKG mencatat pada saat banjir 22 Februari 2014 kemarin memang terjadi hujan yang terukur sebesar 238.3 mm, hujan seperti ini masuk dalam kategori sangat lebat. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor. Banjir merupakan kejadian saat kelebihan air yang tidak tertampung oleh saluran drainase sehingga menimbulkan genangan yang merugikan. Curah hujan yang tinggi bukan satu-satunya penyebab banjir, faktor mausia (antropogenik) juga menjadi penyebab terjadinya banjir.
Tidak hanya banjir, tanah longsor pun memiliki dampak yang sama buruknya. Tanah longsor dapat terjadi akibat adanya perubahan-perubahan yang mengakibatkan gangguan kestabilan lereng di mana saat kekuatan dari material yang membentuk lereng dilampaui oleh tekanan lereng bagian bawah. Meningkatnya kandungan air yang di sebabkan oleh hujan lebat atau naiknya air tanah akan mengurangi daya tahan lereng. Runtuhnya tanah di lereng bukit tentunya menjadi momok menakutkan bagi warga yang bermukim di lereng bukit terutama di musim penghujan yang membuat potensi kemungkinan terjadinya tanah longsor menjadi lebih besar.
Tentunya banjir dan tanah longsor ini sebenarnya tidak identik dengan kota Jayapura yang terkenal masih hijau dan masih banyak pepohonan yang ridang. Tapi mengapa akhir-akhir tahun ini saat musim penhujan datang Jayapura malah sering terkena bencana?
Jawabannya kembali ke pada diri masing-masing di mana kesadaran masyarakat Jayapura akan lingkungan masih sedikit. Tentunya sangat miris kota tercinta kita ini malah mendapat bencana karena ulah warganya sendiri. Salah satu faktor penyebab terjadinya banjir dan tanah longsor dari unsur antropogenik adalah berkurangnya daerah catchment area (daerah resapan air hujan) akibat penebangan liar dan peralihan fungsi hutan menjadi lahan pembangunan rumah untuk tempat tinggal di wilayah hulu (Puncak gunung/perbukitan) seperti KPR (Kompleks Perumahan Rakyat). Hal ini berpengaruh terhadap bisa tidaknya air hujan mengalir dengan lancar. Secara alami, air hujan yang turun ke tanah akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Untuk daerah perkotaan pada umumnya air hujan yang turun akan di alirkan masuk ke dalam saluran-saluran pembuangan yang mengalir ke arah sungai. Namun acap kali saluran pembuangan tersebut tidak mampu menampung debit air yang mengalir sehingga terjadi banjir. Penyumbatan saluran pembuangan karena sampah juga menjadi salah satu penyebab banjir.
Kebiasaan buruk masyarakat Kota Jayapura seperti membuang sampah ke aliran sungai ataupun selokan dan penebangan pohon di lereng bukit untuk membuka lahan perkebunan juga menjadi salah satu factor utama terjadinya banjir dan juga tanah longsor. Kebiasaan buruk ini yang akhirnya justru malah merugikan masyarakat itu sendiri.
Melihat dari bencana banjir dan longsor yang terjadi di tahun-tahun belakangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa potensi bencana musim penghujan di Jayapura terjadi di awal-awal tahun di mana Jayapura memang sedang mengalami musim hujan. Musim hujan ini terjadi karena angin yang bertiup dari arah benua Asia membawa banyak uap air sehingga ketika sampai di Jayapura terjadilah hujan. Dan menurut BMKG puncak musim penghujan terjadi di bulan Januari – Februari.
Langkah Antisipatif
Sudah saatnya masyarakat Kota Jayapura melakukan tindakan pencegahan dalam menghadapi bencana di musim penghujan. Karena mencegah bencana datang lebih mudah dari pada menaggulangi bencana yang telah terjadi. Sebelum bencana datang, alangkah baiknya jika masyarakat bertindak antisipatif. Beberapa langkah sederhana antara lain, memperbaiki saluran pembuangan, membersihkan selokan dan membuat biopori di pekarangan rumah.
Melihat pemetaan wilayah Kota Jayapura yang rawan akan potensi banjir dan tanah longsor sebelum mendirikan pemukiman bisa menjadi salah satu langkah bijak. Karena letak geografis Kota Jayapura sendiri yang bermacam-macam dari perbukitan hingga dataran rendah.
Masyarakat juga bisa memantau peringatan dini tentang bencana alam di situs BMKG.go.id yang bisa di akses 24 jam. Tentunya dampak bencana tidak akan terlalu besar jika masyarakat mendapat peringatan dini akan datangnya bencana alam.
Sudah selayaknya Pemerintah Daerah Jayapura bekerja sama dengan instansi terkait melakukan berbagai program untuk mencegah bencana datang. Antara lain pengijauan lahan gundul, pengerukkan kali yang mengalami pendangkalan dan menegakkan Peraturan Daerah terkait dengan larangan penebangan hutan wilayah resapan air hujan dan pembangunan rumah atau bangunan diwilayah tebing dan lereng gunung/perbukitan yang curam. Jika pemerintah setempat hanya berupaya melakukan penanggulangan bencana tanpa melakukan usaha pencegahan seperti pelarangan kegiatan alih fungsi lahan hutan resapan air hujan, maka jangan heran apabila musim penghujan datang, bencana akan datang lagi.
Tentunya pemerintah tidak dapat bekerja sendiri harus ada kerja sama dengan masyarakat untuk membenahi kota Jayapura agar tidak lagi terjadi bencana di kemudian hari. Hal kecil yang dapat di lakukan masyarkat seperti kesadaran dari diri sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya yang telah disediakan baik dari swadaya masyarakat maupun yang telah di siapkan oleh pemerintah Kota Jayapura, demi keselamatan dan kenyamanan kita bersama.
Jangan pernah menyalahkan alam tetapi bersahabatlah dengan alam. Bencana yang telah terjadi di jadikan pelajaran utuk membenahi yang kurang agar ke depannya bisa menjadi semakin baik. Alam menegur dengan memberikan bencan agar kita bisa lebih dapat menghargai dan menjaga alam.#
_____________
*penulis adalah Pengamat di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
(Artikel ini pernah dimuat di Harian Cenderawasih Pos - Januari 2015)